Ketika Varisha mengerjapkan matanya, pandangannya mulai menyesuaikan dengan cahaya ruangan yang cukup terang di ruang perawatan rumah sakit. Tubuhnya terasa kaku dan sakit di beberapa bagian. Aroma obat-obatan dan bau steril rumah sakit mencampuri udara, menciptakan suasana yang familiar meskipun tidak nyaman.Ketika dia mencoba untuk duduk, ia merasakan rasa sakit melintasi tubuhnya. Kilatan kenangan akan peristiwa semalam membanjiri pikirannya. Dia ingat dengan jelas betapa dia hampir diculik oleh sekelompok pria yang menculiknya dan pertemuannya dengan Bagas. Seorang perawat yang memasuki ruangan dengan senyum ramah segera mendekati tempat tidur Varisha. "Selamat pagi, kamu sudah mulai sadar. Bagaimana perasaanmu?" tanyanya sambil mengecek catatan medis Varisha.Varisha mengangguk perlahan. "Iya, apa yang terjadi, Sus? Siapa yang membawa saya ke sini?" tanyanya bingung.Perawat itu memberikan penjelasan singkat. "Seseorang membawamu ke sini dan tengah mendapat perawatan intensif s
Saat Varisha hendak keluar dari ruang perawatan Arshaka, dia merasa seperti mendapat napak tilas dari salah satu adegan terburuk dalam hidupnya. Namun, sebelum dia bisa benar-benar meninggalkan ruangan itu, Cakra melangkah masuk, membuatnya tersentak dan terkejut.Cakra memasuki ruangan itu dengan langkah tenang, matanya jatuh pada wajah pucat Varisha, yang masih terlihat jelas di wajahnya. Wajah Cakra tidak menunjukkan banyak ekspresi saat dia memeriksa Varisha dengan tajam, mempertimbangkan luka dan memar yang masih tampak di tubuh gadis itu.“Bagaimana kondisimu?” tanya Cakra dengan ekspresi serius.Varisha mencoba tersenyum, meskipun terasa sulit. "Saya baik-baik saja, Pak. Ini hanya luka ringan."Cakra terdiam sejenak, Sekilas terlihat wajahnya yang tampak cemas melihat kondisi Varisha. Ia menggerakkan tangannya untuk menyentuh wajah Varisha yang memar, tetapi kemudian menariknya kembali. Ia tahu bahwa tindakan seperti itu akan terlalu pribadi."Kamu perlu beristirahat, Varisha,"
Setelah pulang dari rumah sakit, Arshaka menghabiskan waktunya di ruang perawatan pribadinya. Terbaring di atas ranjang, ia merasa sedikit lega setelah mendapat perawatan yang layak. Cedera di tangannya masih terasa, tetapi ia yakin bahwa dengan istirahat yang cukup, semuanya akan sembuh.Arshaka memanggil asisten pribadinya, Leo, ke dalam ruangan. Dengan wajah serius, ia meminta kepada Leo untuk memastikan bahwa berita tentang insiden di rumah sakit tidak tersebar. Ia tidak ingin namanya terhubung dengan kejadian tersebut lebih jauh lagi. Leo dengan cermat mencatat permintaan Arshaka dan menjamin bahwa semua akan diurus dengan baik.Setelah Leo pergi, Arshaka menghubungi Rey, sekretaris pribadi yang selalu cakap dan andal dalam menangani segala urusan Arshaka. Arshaka memercayakan banyak hal padanya, terutama ketika ia membutuhkan informasi tertentu atau ingin menyelidiki suatu hal. Rey tiba di ruangan itu dengan cepat, mempersilakan dirinya duduk di kursi di depan meja kerja Arshak
Varisha melangkah masuk ke ruang kerja Arshaka yang ada di rumah pria itu. Ruangan itu tampak jauh lebih mewah dan eksklusif dibandingkan dengan ruang kerja Ganendra yang pernah dilihatnya. Kain-kain mahal menutupi meja, lampu gantung bergaya mewah menggantung di atas, dan rak-rak penuh dengan berbagai buku referensi dan dokumen penting. Varisha merasa tidak nyaman, merasa sedikit terlalu rendah di antara semua kemewahan ini.Kedatangan Varisha hari ini merupakan hasil dari kesepakatan dengan Arshaka. Dia telah menyelesaikan urusannya dengan Ganendra dan bahkan sempat menemui Cakra untuk membahas perkembangan terkini mengenai Bagas, yang kini sudah kembali berada di penjara.Arshaka yang duduk di meja kerjanya melihat Varisha masuk dan mengalihkan perhatiannya kepadanya. Dia bertanya, "Apa urusanmu sudah selesai?” Varisha mengangguk pelan dan langsung bertanya, "Apa yang Anda butuhkan?"Arshaka memberikan senyuman yang terlihat beratapkan lapisan tanda tanya. "Saya ingin kamu menjadi
Varisha menarik napas dalam-dalam sambil menyilangkan tangannya di depan dadanya. Karena ia merasa terjebak dan tak ingin membuat situasinya semakin rumit, akhirnya ia mengikuti langkah Arshaka dan memasuki kamar pribadi pria itu.Mereka berdua berdiri di tengah kamar yang luas dengan warna-warna netral yang tenang. Arshaka berjalan ke tempat tidurnya dan duduk di pinggiran. Dia mengepalkan tangannya untuk melepaskan perban dari luka di perutnya.Arshaka menatap Varisha yang masih berdiri, menunggu instruksi selanjutnya. Arshaka merasakan detak jantungnya yang berdebar kencang, dan itu adalah sensasi yang sangat aneh baginya. Selama hidupnya, dia selalu dapat mengendalikan situasi. Tetapi sekarang, ada kebingungan yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya, dan dia tidak tahu bagaimana harus menanganinya.Varisha akhirnya bergerak mendekat. Dia mencoba menutupi perasaan tidak nyaman yang tiba-tiba muncul dalam dirinya. Sementara Arshaka mengangkat baju yang telah dilepaskan sebagian unt
Di dalam kamar mandi yang bermandikan cahaya lembut, Varisha dengan telaten memerhatikan rambut Arshaka. Ia meremas setiap helai dengan penuh ketelitian, berusaha menciptakan momen yang nyaman meski di tengah situasi yang penuh ketegangan. Air dingin mengalir di antara jari-jarinya, menciptakan sensasi yang menenangkan.Sementara Sentuhan tangan Varisha yang telaten dan perhatian memberikan kehangatan yang sangat dibutuhkan oleh Arshaka. Walaupun ia terus berusaha mengalihkan perhatiannya, sulit baginya untuk tidak merasa nyaman dan tenang dalam keadaan yang seharusnya menjadi aneh dan kikuk. Arshaka merasa adanya ketegangan yang mengendur antara mereka berdua seiring berjalannya waktu.Di tengah ketenangan itu, ada kilatan tajam di mata Arshaka yang mencoba menembus tembok pertahanan yang Varisha bangun. Kesan di wajahnya menandakan sebuah pertanyaan, sebuah pertanyaan yang cukup tidak terduga."Apa kamu akan memperhatikan semua pria seperti ini?" tanya Arshaka dengan suara yang tena
Varisha tersenyum setelah mendengar kata-kata khas yang keluar dari mulut Arshaka. Wajahnya yang tadi serius mulai berseri-seri, dan ia menjawab dengan suara yang tenang, "Saya dan pak Cakra tidak memiliki hubungan seperti yang Anda bayangkan. Saya menghormatinya karena beliau pernah menyelamatkan dan membantu saya dalam situasi yang sulit, tapi tidak lebih dari itu."Arshaka merasa ada kelegaan dalam hatinya ketika mendengar kata-kata itu. Dia menatap Varisha dengan tajam, seakan mencari kebohongan di mata wanita itu. Namun, Varisha hanya membalas tatapannya dengan ketegasan yang membuat Arshaka merasa yakin akan kebenarannya."Tapi kenapa kamu baru memberitahu saya sekarang?" tanya Arshaka, mencoba menggali lebih dalam.Varisha terdiam sejenak, mengumpulkan kata-kata dengan hati-hati. "Sebelumnya, saya merasa tidak perlu menjelaskan apapun kepada Anda. Saya yakin Anda hanya akan membenarkan segalanya dari sudut pandang Anda sendiri."Arshaka membenarkan kata-kata Varisha dalam hati
Perjalanan ke Singapura menjadi suatu pengalaman yang sangat intens bagi Varisha. Ia tak pernah membayangkan bahwa ia akan mengikuti Arshaka dalam perjalanan bisnis seperti ini.Selama perjalanan pesawat, keduanya tidak banyak berbicara. Arshaka seakan tenggelam dalam urusannya, dan Varisha, sebagai sekretaris sementara, harus bekerja dengan cepat untuk menyusun jadwal dan dokumen-dokumen yang diperlukan.Setibanya di Singapura, Varisha harus bekerja lebih keras. Rapat pertama dimulai segera setelah mereka tiba. Arshaka ditemani oleh Varisha dalam setiap pertemuan. Ketika ia melihat daftar hadir rapat, ia tidak bisa menahan kagum melihat nama-nama pengusaha sukses dan eksekutif perusahaan besar yang menghadiri pertemuan ini. Ini benar-benar adalah proyek bisnis yang besar, dan Arshaka sangat serius dalam menjalankannya.Varisha duduk di sebelah Arshaka, memantau setiap perkembangan dalam rapat. Dalam diam, ia mencatat poin-poin penting yang dibahas, memastikan segala detail tercatat d