Varisha tersenyum setelah mendengar kata-kata khas yang keluar dari mulut Arshaka. Wajahnya yang tadi serius mulai berseri-seri, dan ia menjawab dengan suara yang tenang, "Saya dan pak Cakra tidak memiliki hubungan seperti yang Anda bayangkan. Saya menghormatinya karena beliau pernah menyelamatkan dan membantu saya dalam situasi yang sulit, tapi tidak lebih dari itu."Arshaka merasa ada kelegaan dalam hatinya ketika mendengar kata-kata itu. Dia menatap Varisha dengan tajam, seakan mencari kebohongan di mata wanita itu. Namun, Varisha hanya membalas tatapannya dengan ketegasan yang membuat Arshaka merasa yakin akan kebenarannya."Tapi kenapa kamu baru memberitahu saya sekarang?" tanya Arshaka, mencoba menggali lebih dalam.Varisha terdiam sejenak, mengumpulkan kata-kata dengan hati-hati. "Sebelumnya, saya merasa tidak perlu menjelaskan apapun kepada Anda. Saya yakin Anda hanya akan membenarkan segalanya dari sudut pandang Anda sendiri."Arshaka membenarkan kata-kata Varisha dalam hati
Perjalanan ke Singapura menjadi suatu pengalaman yang sangat intens bagi Varisha. Ia tak pernah membayangkan bahwa ia akan mengikuti Arshaka dalam perjalanan bisnis seperti ini.Selama perjalanan pesawat, keduanya tidak banyak berbicara. Arshaka seakan tenggelam dalam urusannya, dan Varisha, sebagai sekretaris sementara, harus bekerja dengan cepat untuk menyusun jadwal dan dokumen-dokumen yang diperlukan.Setibanya di Singapura, Varisha harus bekerja lebih keras. Rapat pertama dimulai segera setelah mereka tiba. Arshaka ditemani oleh Varisha dalam setiap pertemuan. Ketika ia melihat daftar hadir rapat, ia tidak bisa menahan kagum melihat nama-nama pengusaha sukses dan eksekutif perusahaan besar yang menghadiri pertemuan ini. Ini benar-benar adalah proyek bisnis yang besar, dan Arshaka sangat serius dalam menjalankannya.Varisha duduk di sebelah Arshaka, memantau setiap perkembangan dalam rapat. Dalam diam, ia mencatat poin-poin penting yang dibahas, memastikan segala detail tercatat d
Hari berjalan dengan sangat cepat. Varisha merasa seperti ia berada dalam aliran kerja yang tak pernah berhenti. Arshaka terus bergerak, dengan jadwal yang sangat padat. Setelah bertemu dengan beberapa klien penting, mereka berakhir dengan menginap di salah satu kamar suite mewah di hotel di Singapura.Setelah makan malam selesai, Arshaka kembali membenamkan diri dalam pekerjaan, kali ini di ruang tengah antara dua kamar tidur mereka. Pria itu masih terus memeriksa dokumen-dokumen dan menjawab email-email penting.Dengan berani, Varisha mendekati Arshaka dan mulai meraih beberapa dokumen di meja. "Pak, saya akan menyelesaikan beberapa pekerjaan ini. Jadi, lebih baik Anda istirahat." katanya dengan lembut.Arshaka menoleh, masih terlihat serius. “Tidak perlu, Varisha. Kamu juga sudah bekerja keras hari ini. Saya akan menyelesaikannya sebentar lagi dan beristirahat. Jadi, lebih baik kamu juga beristirahat sekarang,” Varisha mencoba untuk lebih tegas dan tanpa rasa bersalah menutup lapt
Pikiran Varisha bergerak begitu cepat, hampir secepat denyutan jantungnya yang tidak teratur. Perasaan cemas dan gelisah merambat dalam dirinya, membuat perutnya terasa tidak nyaman. Dengan mata masih terpejam, Varisha melihat kembali momen ciuman itu. Ciuman yang luar biasa, penuh kelembutan, tetapi juga penuh dengan konsekuensi yang mungkin tak terhindarkan. Semua yang telah terjadi antara dirinya dan Arshaka adalah kesalahan besar, dan mungkin Varisha akan mengutuk dirinya sendiri jika hal tersebut terulang kembali. Varisha belum pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya. Perasaan yang campur aduk, perasaan ingin dan tidak ingin dalam satu waktu. Rasa penyesalan dan penasaran yang berkecamuk di dalamnya. Sejenak, Varisha merasa seperti hanyut dalam hasrat yang tidak seharusnya ia sentuh.Hasrat yang memuncak dalam ciuman mereka mengingatkannya pada betapa mudahnya ia hanyut dalam emosi. Bagaimana bisa dia menyambut getaran yang Arshaka berikan, seorang pria yang seharusnya
Matahari bersinar cerah di langit, memantulkan sinarnya melalui jendela kamar. Cahaya yang memasuki ruangan itu cukup terang hingga menyadarkan Varisha dari tidurnya. Dengan setengah sadar, ia mengerjapkan matanya beberapa kali, berusaha beradaptasi dengan kecerahan tiba-tiba di dalam kamar. Saat ia melihat jam di sebelah tempat tidurnya yang menunjukkan pukul satu siang, Varisha terlonjak kaget. Sebuah loncatan refleks membuatnya duduk dengan cepat, dan terkejut menyadari bahwa ia masih berada di kamar Arshaka. Rasa panik muncul saat ia memikirkan bagaimana ia tertidur begitu lama, melewatkan waktu kerja dan tanggung jawabnya.Varisha merutuki dirinya sendiri karena telah tertidur semalam saat menjaga Arshaka. Ia berharap tidak terlalu lama tertidur, mengingat seharusnya ia hanya tidur sebentar.Namun, tak ada waktu untuk membiarkan penyesalannya melanda lebih lama, karena tiba-tiba beberapa staf hotel memasuki kamarnya membawa makan siang yang sudah disiapkan, serta beberapa set pa
Makan malam berlangsung dengan ketegangan yang semakin terasa, meskipun luaran mereka masing-masing tetap terlihat tenang. Arshaka tetap menjaga senyumannya, mencoba menjalin hubungan yang lebih baik dengan Varisha. Namun, ia merasakan seolah ada sesuatu yang tersembunyi di balik ketegangan mata wanita itu, sesuatu yang mengganggu pikiran Varisha."Pak, saya pikir sudah saatnya saya berhenti bekerja untuk Anda," ujar Varisha dengan tegas sambil menatap Arshaka dengan serius.Arshaka terdiam sejenak, matanya masih menatap Varisha dengan intensitas. "Kenapa? Apa pekerjaan yang saya berikan terlalu berat untukmu?" tanyanya dengan nada serius.Varisha menjawab dengan ketegasan yang nyata, "Bukan itu masalahnya.”“Saya hanya merasa saya sudah tidak bisa melakukannya. Tapi, Anda tidak perlu khawatir karena saya tidak akan lari dari tanggung jawab saya begitu saja. Saya akan membayar semua biaya pengobatan dan pemeriksaan medis Anda.” Arshaka memandangnya dengan perasaan campuran, bagian da
Arshaka membuka mata, mengerjapkan mata beberapa kali untuk menyapu kantuk yang masih mengganggunya. Cahaya pagi mulai memenuhi ruangan, menerangi sudut-sudut gelap yang sebelumnya tersembunyi dalam kegelapan. Saat ia mencoba menggerakkan tubuhnya, Arshaka merasakan hangatnya selimut yang membungkus tubuh polosnya, sementara pakaiannya masih berserakan di lantai. Arshaka menyadari bahwa ia masih berada di sofa yang telah menjadi saksi bisu dari gairah membara yang ia bagikan bersama Varisha.Arshaka merenung, merenung tentang malam yang takkan pernah bisa dilupakan. Malam yang mungkin telah merubah segalanya dalam hidupnya. Ia merasa getaran dalam hatinya, yang semula terkunci erat dalam dinding yang telah ia bangun, telah terbuka oleh wanita itu. Varisha mampu meruntuhkan pertahanan Arshaka hanya dengan senyuman dan ciumannya yang memabukkan.Arshaka tersenyum kecil, mengenakan kembali pakaian dengan sedikit kesulitan, terutama karena tangannya yang cedera kembali terasa sakit. Aktiv
Setelah tangannya pulih dengan baik, Arshaka memutuskan untuk kembali sepenuhnya pada pekerjaannya. Ia merasa perlu untuk mengalihkan perhatiannya dari rencana pernikahan yang dituntut oleh ayahnya setelah ia menghadiri pesta ulang tahun Adelia. Meskipun acara tersebut telah berlalu, bayangan tentang pernikahan yang akan datang masih menghantui pikirannya.Arshaka memutuskan untuk fokus pada pekerjaannya. Ia mengambil beberapa proyek bisnis yang penting, yang akan membutuhkan perhatian dan dedikasi penuh. Ia bekerja tanpa kenal lelah, menghabiskan banyak waktu dalam perjalanan bisnis, dan mengurus detail-detail yang rumit. Pekerjaan menjadi pelarian yang sempurna dari masalah pribadinya, dan Arshaka tidak peduli jika itu berarti ia tidak bisa beristirahat.Salah satu perjalanan bisnisnya membawanya ke berbagai negara Eropa. Ia terbang ke Italia dan Paris selama dua hari, menghadiri pertemuan penting, mengejar kontrak baru, dan menjalin hubungan bisnis yang lebih kuat. Kemudian, dalam