“Jadi itu, arti dari liontin merpati di kalungmu, Ra,” gumam Danendra yang berlalu dari sisi pintu. Sasa mengurai pelukannya dari Ratu. “Kali ini karena apa Om Bagaskara sampai memukulimu lagi?” “Dia salah paham. Si pengagum itu mengirimkan sebuket mawar merah beserta kartu ucapan yang memintaku menikah dengannya.” Ratu membersihkan wajahnya dengan tisu karena Sasa harus melanjutkan riasannya yang tertunda. “Kamu, sih, susah dibilangin. Aku kan sudah bilang, kamu harus ngomong sama Om Bagaskara tentang fansmu yang satu ini.” Sasa mulai memoles kembali wajah Ratu. “Aku kira dia cuma fans biasa.” “Kalau fans biasa nggak mungkin dia akan nguntit kemanapun kamu pergi, Ra.” Sasa memegang dagu Ratu, memiringkan wajah Ratu ke kiri dan kanan, memastikan riasannya sempurna dan menutupi bekas luka di sudut bibir Ratu. “Kali ini aku salah. Maaf, ya, Sa.” Wajah mengiba ala Maharatu membuat Sasa luluh. “Hem... Ya udah berangkat, yuk! Kasian Endra udah nunggu lama di ruang tamu,” ka
“Kok kamu ada di sini, sih, Nick. Nyusup, ya,” cibir Danendra yang menunjuk wajah tampan kebule-bulean Nicholas.“Mulutmu, Danen. Pedes kaya cabe. Asal kamu tau, aku ini salah satu tamu istimewa di sini,” ucap Nick menyombongkan diri. “Nggak percaya.” Lagi-lagi Danendra meremehkan sahabatnya.“Serah,” kata Nick kesal. Detik berikutnya pria berwajah bule itu memiliki ide untuk menjahili Danendra. “Bartender di sini memang pandai kalau urusan meracik minuman.” Sengaja Nick meneguk Taquela double sot tepat di dekat telinga Danendra.“Fuck you, Nick,” maki Danendra. Pasti Nick sengaja melakukannya. Pria di sampingnya ini tahu itu minuman favoritnya.“Gila emang seger, nih, minuman.” Nick semakin menjadi. Dia mengangkat gelasnya tinggi-tinggi di hadapan Danendra.Lebih baik Danendra membuang muka untuk menghindari ledekan Nick yang semakin menjadi.“Pantas kamu sampai rela menyamar. Maharatu memang sangat cantik.” Selama ini Nick hanya melihat kecantikan Maharatu dari televisi, media sos
“Selamat malam, Tuan Bagaskara,” sapa Danendra.“Malam,” sahut Bagaskara yang berdiri tegak dengan tangan di dalam saku celana. “Dia mabuk?” tanya Bagaskara. Netranya menelisik keadaan Maharatu yang memejamkan mata dengan kepala yang menempel di pundak Danendra.“Iya, Tuan, Nona mabuk berat. Maaf saya terpaksa menggendong Non Ratu karena dia sama sekali tidak mau bangun,” jelas Danendra agar Bagaskara tidak salah paham. Danendra tidak mau Maharatu babak belur lagi karena Bagaskara yang cemburu buta.Di luar prediksi ternyata Bagaskara tidak marah pada Danendra, dia bahkan tersenyum. “Tidak masalah, aku malah harus berterima kasih padamu karena mau menggendongnya. Ratu memang selalu seperti itu saat mabuk. Langsung tepar dan sulit mengendalikan diri. Terkadang wanita ini memang agak sedikit bandel.” Bagaskara membelai pipi Ratu dengan punggung tangannya. Tentu hal itu membuat dada Danendra bergemuruh. Wanita pujaannya dibelai pria lain saat berada digendongannya.“Sudah tau tidak kua
Karena ada kendala teknis, proses syuting kemarin malam sedikit terhambat. Sehingga Maharatu baru bisa meninggalkan lokasi jam tiga pagi. Namun, beberapa kru dan aktris lain masih berada di lokasi untuk proses syuting selanjutnya. Drama series yang sudah hampir mendekati babak akhir membuat semua kru bekerja ekstra untuk segera menyelesaikan deadline drama. Seandainya tidak ada pekerjaan lain Maharatu juga pasti akan tetap tinggal di lokasi syuting. Di lokasi dia bisa istirahat sejenak sembari menunggu proses syuting yang dilanjutkan setelah matahari terbit. Tapi, apa boleh buat Maharatu sudah terlanjur menandatangani kontrak kerja dengan produsen perhiasan Franco. Jadi mau tidak mau dia harus pergi ke lokasi pemotretan yang sudah disiapkan pihak Franco. Gaun berwarna putih dengan tali spaghetti melekat indah di tubuh Maharatu. Rambut Maharatu disanggul ke atas dan menyisakan beberapa helai yang dibiarkan begitu saja. Dia benar-benar terlihat seperti Ratu yang sesungguhnya dengan m
“Pertanyaannya apa, Sa?” balas Danendra penasaran.“Kamu sudah menandatangani surat pernyataan untuk tutup mulut ‘kan saat diterima Om Bagaskara.” Sasa menatap wajah Bagaskara dengan raut serius.“Surat pernyataan?” batin Danendra mengingat-ingat surat pernyataan apa yang dimaksud Sasa. “Oiya, sekarang aku ingat.” Danendra memukul keningnya pelan. “Jadi itu surat pernyataan tutup mulut,” pikir Danendra. Karena terlalu senang diterima oleh Bagaskara menjadi bodyguard, Danendra sampai tidak membaca surat pernyataan itu dan langsung tanda tangan begitu saja. Ceroboh memang. Tapi seperti yang dikatakan Agnes Monica ‘cinta ini kadang-kadang tak ada logika’. “Sudah... aku sudah menandatangani surat pernyataan itu,” jawab Danendra cepat. Dia sudah tidak sabar mendengar penjelasan Sasa tentang alasan Maharatu tetap bertahan dengan Bagaskara. “Bagus, berarti sudah bisa dipastikan mulutmu akan selalu terkunci. Karena kalau kamu sampai buka mulut, denda yang harus kamu bayar cukup besar yaitu
Danendra mengeluarkan sekotak rokok dan pemantik dari saku celananya, mengambil sebatang lalu menyulutnya. Pria itu mencondongkan tubuhnya ke jendela dengan kedua siku yang bertumpu di bingkai jendela agar asap rokok yang mengepul tidak menggangu Maharatu yang sedang tidur. Pandangan Danendra menyapu area syuting yang berada di pinggiran kota. Udara di sini juga terasa lebih segar karena di sekeliling villa banyak pepohonan. Perkiraan Danendra biaya produksi series ini pasti lumayan. Terbukti mereka sampai menyewa beberapa villa untuk set syuting juga untuk istirahat para kru dan artis. Danendra agak memiringkan kepalanya, matanya berubah awas bagai elang saat tanpa sengaja netranya menangkap sosok yang mencurigakan. Seorang pria memakai Hoodie putih, bertopi hitam, dan memakai masker seperti sedang mengawasi area villa tempat mereka istirahat. Pria misterius itu tampak celingak-celinguk seperti sedang mencari seseorang, dengan posisi kedua tangan yang dimasukkan ke dalam
“Ndra, sebenarnya….”Ucapan Maharatu yang tidak tuntas membuat Danendra menatap Maharatu intens.“Ngomong aja, Ra!”“Tentang si pengirim pesan itu. Sebenarnya... dia sudah sering mengirimiku pesan selama beberapa bulan kebelakang, awalnya ... aku kira dia hanya fans yang iseng, ternyata aku salah. Dia terus mengirimiku pesan hampir setiap hari. Lalu aku memblokir nomornya, kupikir dia akan berhenti menghubungiku setelah nomornya kublokir, tapi ternyata dia masih terus menghubungiku dengan nomor yang berbeda-beda.” Maharatu menghela napas lalu memeluk tubuhnya sendiri. Sementara, pandangannya menerawang entah kemana.“Dari mana kamu tau kalau yang selalu menghubungimu adalah orang yang sama. Bukankah dia selalu berganti nomor?” tanya Danendra yang mencoba menggali lebih dalam tentang si pengirim pesan itu.“Dari foto profil yang dia gunakan. Sepertinya dia memang sengaja menggunakan foto yang sama.” Maharatu menjelaskan.“Dan … sepertinya si pengirim pesan dan si pengirim hadiah adala
Maharatu masuk ke dalam mobil dengan pipi yang terasa sedikit panas. Rasa canggung itu masih terasa saat harus berdekatan dengan Danendra.“Ndra, setelah mengantar Sasa ke rumah kita pulang ke rumah Ayah, tidak usah ke apartemen.”“Tuan Bagaskara sudah memberikan izin?” tanya Danendra yang melirik Maharatu dari kaca spion. Baru saja Maharatu dibuat canggung karena pelukan Danendra tadi siang. Sekarang, Maharatu dibuat kesal pada Danendra yang kembali ke setelan awal. Bodyguard yang sangat patuh pada Bagaskara. “Sudah,” jawab Maharatu ketus.Perlahan mobil mulai melaju meninggalkan lokasi syuting.“Terima kasih, ya, Ndra,” ucap Sasa yang turun dari mobil lalu melambaikan tangan pada pria berhidung mancung itu.“Sama-sama," sahut Danendra. Danendra melihat ke arah kursi penumpang belakang. Di sana Maharatu sedang terlelap dengan wajah damai. ***“Ra, bangun kita sudah sampai.” Suara Danendra begitu lembut saat membangunkan Maharatu. Dia juga dengan perlahan mengguncang bahu Maharatu