Share

Terjebak Dalam Pesona CEO Tampan
Terjebak Dalam Pesona CEO Tampan
Penulis: Safiiaa

Sebuah Foto

Sabrina berjalan dengan kaki yang masih sedikit gemetar. Sesekali ia melirik ke arah Elang untuk menghalau gelisah yang sedang menderanya. Tangan Sabrina memegang lengan kemeja polos yang melekat di badan laki-laki gagah di sebelahnya dengan erat.

"Itu dia! Usir saja dari kampung ini! Bikin malu saja," teriak sebuah suara yang membuat rasa gelisah dalam diri Sabrina kian meningkat.

Dahi Elang terlihat mengerut, tapi ia mencoba untuk tetap tenang agar Sabrina tak kembali dihampiri rasa cemas yang berlebihan.

"Jangan, Pak. Tolong jangan usir anak saya," teriak suara seorang perempuan. Pemilik suara itu langsung menghampiri Sabrina yang sedang berjalan menuju dirinya.

Perempuan paruh baya itu mengamati putrinya dengan seksama dari atas hingga bawah dengan tatapan khawatir. Ia harus memastikan bahwa anaknya tidak kenapa-kenapa.

"Rin, apa yang terjadi denganmu," teriak Bu Mila, pemilik suara itu.

"Sabrina ngga apa-apa, Bu." Sabrina menjawab sambil melirik laki-laki yang ada di sebelahnya. Ia harus memastikan bahwa Elang akan tutup mulut soal kejadian tadi.

Elang menyambut tatapan Sabrina. Ia seolah sedang berkata bahwa semua akan baik-baik saja.

"Syukurlah, Nak," balas Bu Mila lega.

"Usir saja dari sini! Bikin malu aja!" teriak sebuah suara yang membuat Bu Mila makin ketakutan.

"Ada apa ini, Bu? Mengapa ramai sekali?" tanya Sabrina sambil memindai suasana sekitar dengan dua ekor matanya.

Bibir Bu Mila kelu hendak bertanya di depan umum. Sekilas matanya melirik laki-laki yang sedang berdiri di belakang Sabrina.

"Kawinin aja! Lalu usir dari sini! Kalau dibiarkan nanti berulah lagi!" Lagi, sebuah suara terdengar nyaring dan membuat Sabrina terusik.

"Ada apa ini, Bu?" sahut Sabrina tak sabaran.

Bu Mila mengabaikan sekitar. Ia menarik pergelangan tangan Sabrina untuk menuju ruang tamu di rumahnya.

"Tunggu sebentar, Bu," ujar Sabrina yang seketika menghentikan langkah ibunya.

"Mas Elang, makasih ya sudah antar aku," ujar Sabrina pada Elang.

"Iya. Saya balik dulu," jawab Elang sebelum berlalu meninggalkan kerumunan orang.

"Tunggu, jangan balik dulu! Sebaiknya ikut masuk ke dalam! Beri penjelasan di dalam sana!" teriak seseorang yang disambung dengan barisan beberapa warga untuk menghadang jalan agar Elang tidak pergi.

Elang tercengang. Kepalanya dipenuhi dengan tanda tanya yang ia sendiri tak paham dengan apa yang terjadi. Niatnya hanya datang untuk membantu Sabrina, lantas apa maksud mereka dengan memintanya masuk untuk memberi penjelasan.

"Ada apa ini sebenarnya?" tanya Sabrina makin bingung. Ia menatap sekeliling, lalu matanya mendapati beberapa orang menatapnya dengan tatapan jijik. Sejak datang Sabrina tidak menyadari hal itu.

Pandangan Sabrina terarah pada Bu Mila. Tatapan penuh tanya pun terlontar untuk perempuan yang masih terisak itu.

"Katakan, Bu! Ada apa ini!" teriak Sabrina tak sabaran.

"Ada yang sebar fotomu sedang bersama laki-laki di sebuah bangunan tua. Pakaianmu terkoyak, lalu beberapa foto lagi kamu sedang berada dalam gendongan seorang pria," jawab Bu Mila terpaksa. Sebenarnya lidahnya kelu, tapi mendapati wajah penuh tanya sang putri membuatnya tak punya pilihan lain selain memberi jawaban langsung.

"Astaghfirullah," lirih Sabrina. Seluruh persendian dalam tubuhnya seakan kehilangan tenaga untuk menopang berat tubuhnya.

Tangan Sabrina menutup mulutnya tak percaya. Bibirnya terisak, dadanya berdebar hebat. Bayang-bayang kejadian tadi kembali berputar dalam kepalanya bak roll film yang sedang menyala.

"Rin, katakan pada Ibu, sebenarnya apa yang terjadi denganmu? Katakan bahwa semua itu tidak benar!" lirih Bu Mila ragu. Melihat respon putrinya, seketika hatinya berdebar penuh rasa khawatir.

"Saya tidak melakukan apapun, Bu," ucap Elang membela diri.

"Halah, setelah menikmati tubuh Sabrina sekarang kamu bilang tidak melakukan apapun? Enak saja kamu!" teriak seseorang tanpa tedeng aling-aling.

"Benar, Pak. Saya tidak melakukan apapun!" sergah Elang cepat. "Ini salah paham!"

"Mana ada maling ngaku! Langsung kawinkan saja!" teriak sebuah suara lagi. "Dia anak gadis orang, jangan dibuat mainan!"

Elang membelalakkan matanya, niatnya hanya untuk menolong karena merasa kasihan tapi berujung petaka seperti ini.

Tak hanya Elang, Sabrina pun kaget dengan apa yang mereka teriakkan. Perlahan timbul rasa takut dalam dirinya jika ia dinikahkan dengan salah satu dari dua laki-laki yang mencelakainya di gedung tadi.

"Sudah-sudah. Jangan main hakim sendiri. Sebaiknya kita bicarakan di dalam rumah saja." Suara milik ketua RT menengahi pertikaian.

Ketua RT masuk ke dalam rumah Sabrina bersama Elang. Ia tak bisa diam saja mengenai hal ini. Minimal harus mendapatkan penjelasan dari kedua belah pihak.

Sabrina duduk termenung sambil menatap Elang dengan tatapan dalam. Ada sebuah rasa yang muncul saat pertama kali melihat laki-laki di depannya itu mulai menuntut untuk dimiliki dan Sabrina tak mau kehilangan kesempatan. Biarlah, laki-laki di depannya itu yang akan menanggung semua yang sudah terjadi padanya.

"Mbak Sabrina, ada foto yang beredar tentang Mbak Sabrina yang menurut kami kurang pantas. Beberapa foto lainnya juga Mbak Sabrina sedang berada dalam pose yang menurut saya kurang sopan jika dilakukan oleh orang yang hanya sekedar pacaran, apalagi belum menikah. Apa yang Mbak lakukan itu menurut kami sudah diluar batas."

Sabrina terisak. Rasa takut yang tadi menghampirinya ketika berada dalam posisi terdesak kembali memenuhi kepalanya.

"Nak, kamu kenapa?" ujar Bu Mila khawatir melihat respon putrinya.

"Kamu apakan anak saya!" hardik Bu Mila pada Elang. "Pasti kamu sudah mencelakai anak saya! Kamu menodainya!" teriak Bu Mila lantang. Ia berdiri sambil menunjuk Elang dengan jari telunjuknya.

Namun setelah berteriak, kepala Bu Mila mendadak berputar. Ia hilang kesadaran setelahnya.

"Mas, tolong ibu, Mas! Tolong!" teriak Sabrina histeris. Ia mendekap badan ibunya yang limbung di lantai.

Elang yang sigap segera membawa tubuh lemah Bu Mila ke dalam mobilnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status