Mobil berhenti tepat di halaman rumah Zayden, tampak Zayden yang langsung keluar saat Sam membukakan pintu mobil untuknya. “Keluar!” titahnya kemudian pada Aara.Aara melihat takut kepada Zayden, dia sebenarnya tidak mau turun. Tapi keinginan itu sia-sia, karena hal itu tidak akan terjadi. Karena perintah dari Zayden adalah perintah yang mutlak bagi siapa pun yang berada di rumah ini, karena itulah tidak ada keinginan orang lain yang akan terkabul di rumah ini kecuali atas keinginan Zayden.Aara perlahan-lahan mulai menggeser tubuhnya sampai ke dekat pintu mobil yang terbuka, dia mengeluarkan sebelah kakinya terlebih dahulu lalu kakinya yang lain dengan perlahan. Sebenarnya Aara sangat tidak tahan dengan rasa sakit yang saat ini dia rasakan. Sungguh saat ini dia membutuhkan seorang dokter, jika tidak entah apa yang akan terjadi padanya setelah ini.“Apa kau tidak bisa cepat sedikit!” Zayden memerintah dengan tidak sabarnya.“I-iya,” jawab Aara dengan terbata. ‘Sakit, sakit sekal
Aara menangis dengan arah pandangannya yang terus menatap kepada Feni dan dua bodyguard yang sedang berusaha keras berjalan keluar dari ruangan Lucas.“Maafkan aku,” gumamnya.“Tidak ada gunanya Nyonya,” ucap seseorang yang merupakan Lucas. Dia datang dari arah luar ruangannya dan masuk menghampiri Aara.Aara tersentak dan melihat ke arah Lucas, dia baru menyadari bahwa Lucas tadi tidak ada di sini. Dimana dia berada sejak tadi, Aara juga tidak tahu. Mungkinkah dia juga menerima hukuman dari Zayden karena memperbolehkannya untuk keluar dari rumah ini.“Tidak ada gunanya lagi meminta maaf Nyonya, karena mereka sudah menanggung semua yang Anda lakukan. Mereka menderita karena kesalahan Anda, Anda hampir saja membuat nyawa mereka yang berharga melayang. Apa Nyonya tidak menyadarinya?”Aara menunduk, dia sepenuhnya merasa bersalah. Dia hanya memikirkan dirinya saja yang ingin keluar dari tempat ini. Tanpa memikirkan nasib dari orang-orang yang terakhir bersamanya, kenapa dia bisa tid
Aara tampak membuka matanya, dia baru saja terbangun dari pingsannya. Perlahan dia menggerakkan tangannya seraya melihat ke sana ke mari setelah benar-benar membuka matanya. “Ahh sakit,” ringisnya saat dia berusaha untuk duduk di atas tempat tidur.Keadaan kamarnya begitu gelap, arah pandangnya itu melihat jendela kaca yang masih terbuka gordennya dan menunjukkan bulan yang begitu bersinar dengan terangnya. Aara menunduk, melihat pada dirinya sendiri, rasa hancur pada dirinya tidak bisa dia sembunyikan kala melogat tubuh polosnya yang penuh dengan bekas merah, akibat ulah Zayden.Dia bahkan tidak memedulikan dirinya yang pingsan akibat aksi brutalnya itu dalam menyiksanya.“Sudah berapa lama aku tidak sadar,” gumamnya kemudian.Dengan sedikit tenaga yang masih tersisa di tubuhnya, Aara mencoba untuk berjalan ke arah lemari pakaian, dia mengambil pakaiannya dan memakainya dengan terus merintih kesakitan.Tok tok.Aara mendengar suara ketukan pintu dari luar kamarnya. Dia me
“Lihat ke sana!” serunya.Aara pun menurut, dia mengikuti arah pandang Zayden. Dan seketika, matanya pun melebar. Ketika melihat video yang ada di layar itu.“Ayah,” ujarnya dengan langkah kaki yang refleks maju ke depan.Air mata Aara seketika menetes, ketika mendengar rintihan sakit ayahnya yang dicambuk oleh seseorang yang tidak dikenal.“Apa yang kau lakukan pada ayahku?! Di mana kau menyekapnya! Kenapa kau lakukan ini padaku, kenapa kau begitu kejam! Apa alasan melakukan ini, apa salahku?!”“Berhenti berbicara dengan suara keras padaku! Apa kau tidak takut aku memotong lidahmu!” ancam Zayden.Mendengar ancaman Zayden, Aara justru dengan beraninya melangkah mendekat ke arahnya dan saat ini tepat berada di hadapan Zayden. “Aku tidak takut, jika kau membunuhku saat ini pun. Aku tidak takut!” jawabnya, Aara sepertinya sudah lelah dengan semua sikap Zayden padanya. Karena sampai sekarang pun, dia masih tidak mengerti kenapa Zayden melakukan semua ini padanya dan juga keluargan
Zayden melihat ke arah tangan Aara yang memegang tangannya, dia seperti tidak berdaya dengan sentuhan Aara. Bibirnya ingin menolak permintaan dari Aara, tapi hatinya menolak keras apa yang ingin diucapkan oleh bibirnya.“Baiklah,” ucapnya kemudian.Aara terlihat tersenyum saat mendengar kata persetujuan dari Zayden, dia merasa lega karena itu artinya ayahnya akan baik-baik saja. Dan Zayden tidak akan membunuhnya.“Tapi kau harus menepati kata-katamu, jika kembali melanggarnya dan berusaha untuk kabur lagi dariku. Aku akan langsung mencari ayahmu dan membunuhnya saat itu juga!” lanjutnya.Glek!Seperti biasa ancaman Zayden terdengar sangat mengerikan di telinga Aara. Dan Zayden adalah tipe orang yang selalu melakukan apa yang dia katakan, ucapannya bukan hanya sekedar gurauan atau ancaman yang hanya keluar dari mulut. Tapi dia akan benar-benar melakukannya, jika orang yang membuat janji dengannya telah mengingkari perkataannya.“Aku sudah berjanji, aku pasti akan menepatinya,” ja
“Bangun!” titah seseorang pada seorang wanita yang masih terlelap dalam tidurnya. Wanita itu pun terbangun dengan perlahan, dia tersentak setelah mendengar suara seseorang yang dingin dan berat itu sedang membangunkannya. Dia mengucek-ngucek matanya, agar matanya itu mau terbuka dan melihat sosok pria yang saat ini sedang membangunkannya.“Tu-tuan Zayden,” kagetnya, setelah matanya itu terbuka dengan sempurna dan melihat sosok yang saat ini tengah membangunkannya.“Cihh, kau masih bisa tidur dengan lelap?” tanya Zayden dengan dinginnya.Aara menunduk, kepalanya terasa sakit. Dia juga merasa kondisi badannya tidak enak. Hal ini mungkin karena setiap harinya dia selalu tidur di lantai tanpa selimut atau alas apa pun.‘Kepalaku sakit sekali,’ batinnya.“Kenapa kau malah diam? Aku membangunkanmu bukan untuk diam seperti itu!” ucap Zayden dengan suara kerasnya, membuat Aara yang memang sedang terdiam karena merasa tidak enak badan itu sampai terkejut.“Maaf,” katanya masih dengan men
Satu jam berlalu, akhirnya mobil yang ditumpangi Aara dan Zayden pun berhenti.Tampak Sam yang turun lebih dulu, dan membukakan pintu mobil bagian belakangnya untuk Zayden.Sebelum turun, Zayden menoleh terlebih dulu pada Aara yang terlihat kebingungan.“Turun!” serunya.Aara menoleh, lantas mengangguk. “Baik,” jawabnya.Dia pun turun, begitu pun dengan Zayden. Dia terus menatap Aara yang berdiri di depan mobil seraya melihat ke arah depannya masih dengan tatapan bingung.“Tuan, Anda membawa saya ke mana?” tanyanya.“Apa kau buta, ini kantor!” jawabnya dingin.“Saya tahu, tapi ini kantor siapa?”“Tentu saja kantorku! Ayo!” ajaknya kemudian yang melangkah lebih dulu.“Mari Nyonya,” ujar Sam yang membuat Aara sadar dan akhirnya mulai melangkah mengikuti Zayden.Mereka melewati pintu putar dari perusahaan yang besar dan mewah itu. Saat masuk ke lobby, Aara tak bisa diam. Kepalanya terus melihat ke sana kemari.Selain karena kagum dengan kemewahan kantor ini, dia juga terus me
Di mejanya, Aara tampak hanya duduk diam. Tidak ada satu pun pekerjaan yang datang padanya. Jadi, apakah yang Zayden katakan itu benar. Jika dia tidak akan melakukan apa-apa di sini.Dia pikir, Zayden mengatakan itu hanya untuk mengejeknya. Karena dia bilang tidak memiliki pengalaman menjadi sekretaris. Tapi dia tidak menyangka, jika ternyata ucapannya itu benar-benar terjadi.Aara menaruh satu siku tangannya itu di atas meja dengan telapak tangannya yang dia gunakan untuk memangku wajahnya.Dia benar-benar merasa bosan. Sudah setengah hari berlalu, tapi dia hanya diam seperti ini saja. Apakah mulai sekarang, setiap hari hidupnya akan seperti ini?Bola mata Aara bergerak, melirik pada Sam yang keluar dari meja kerjanya dan melangkah memasuki ruangan Zayden.Matanya yang mulai menyayu itu, tampak fokus menatap Sam yang berdiri berhadapan dengan Zayden.“Tuan, waktu meeting dengan tim Direktur Denis sudah tiba. Mereka semua sudah menunggu Anda di ruang meeting sekarang.”“Apa pap