Revanno terus melajukan mobilnya, menyusur jalan raya sepi yang akan membawanya menuju ke alamat rumah Saga. Di tengah perjalanan Revanno sempat memandangi langit yang semula berwarna cerah perlahan berubah menjadi begitu hitam.“Apakah itu mendung?” Gumam Revanno pelan. Revanno menghembuskan napasnya perlahan. Ia tidak peduli jika hari ini akan turun hujan ataupun tidak. Yang terpenting ia harus segera sampai ke alamat tujuannya. Saat-saat yang di nantikan akhirnya akan segera tiba. Bertemu dengan Starla dan kembali membawa kekasihnya itu ke dalam pelukannya. Oh ... Bahkan Revanno sudah tidak sabar ingin melihat senyum dari bibir kekasihnya.Revanno menghentikan mobilnya ketika ia melihat sebuah nama jalan yang sama persis dengan yang ia cari. “Benar kan ini alamat rumah Saga?” Revanno bergumam pelan sembari menatap sekeliling. Revanno memutuskan keluar dari mobil untuk memastikan siapa tahu ada orang yang bisa ia tanyai. Dan harapannya terkabul. Revanno melihat seorang Ibu-ibu ya
Hujan mengguyur deras tetapi Revanno tidak berhenti untuk mendesak dan memohon agar kedua penjaga rumah Saga itu membukakan pintu gerbang untuknya. Revanno bahkan tidak peduli saat guyuran air hujan itu terus membasahi tubuh dan lukanya secara terus menerus. Siapapun pasti bisa membayangkan seperih apa yang tubuh Revanno rasakan saat ini. Tapi pria itu seolah mencoba untuk tidak menghiraukannya. “Tolong, buka pintunya. Saya ingin bertemu dengan Starla. Tolong!” Revanno terus memohon dan menggedor pintu gerbang tersebut, meski sudah hampir setengah jam yang lalu hasilnya tetap sama saja. Pintu gerbang itu tidak bergerak dan masih tertutup dengan rapatnya. “Buka pintunya!” Teriak Revanno putus asa. Tubuh Revanno mulai merosot ke bawah. Ia menengadah dan meringis saat tetesan air hujan berjatuhan di wajahnya. Mengenai luka di sudut bibirnya atau bahkan di pelipis kepalanya. Revanno lalu menunduk. Ia tersenyum getir saat menyadari nasib yang harus ia alami saat ini. Apa ini memang b
Andra kembali menoleh, menatap putrinya yang tengah menangis tersedu di dekat jendela. Hati orang tua mana yang tidak merasakan sakit jika melihat anaknya menangis hingga tersedu seperti itu. Dengan perlahan Andra menggerakkan kursi rodanya untuk kembali mendekat ke arah Starla. “Starla,” panggil Andra begitu ia sampai di depan putrinya. Pria paruh baya itu mengulurkan tangan untuk membelai kepala putrinya. “Apa kamu ingin menceritakan semuanya ke Papa?”Starla mendongak. Kedua matanya begitu basah oleh air mata yang terus saja mengalir tanpa bisa ia hentikan. Starla lalu bangkit dan memeluk tubuh Papanya. “Aku harus bagaimana, Pa?” Starla kembali menangis.Andra mengusap rambut putrinya. “Ceritakan ke Papa. Setidaknya hal itu bisa membantumu melepas beban yang sedang kamu rasakan.”Starla kemudian melepas pelukannya pada tubuh sang Papa. Tanpa berganti posisi sedikitpun dari tempatnya, Starla mulai menceritakan semuanya kepad
Saat ini Saga sedang terlihat sibuk melakukan panggilan telepon di ruang tengah rumahnya. Ia tahu kalau Papanya baru saja masuk ke kamar Starla. Makanya ia memanfaatkan kesempatan itu untuk menelepon anak buahnya yang ia suruh untuk menghajar Revanno tadi. “Maaf, Bos. Kami gagal membawanya pergi. Tadi tiba-tiba polisi datang dan menggagalkan aksi kami,” jelas seseorang dari seberang telepon. Saga menghela napas lalu menatap ke arah lantai dua dengan was-was. “Seharusnya kalian bisa bekerja lebih cepat, bodoh!” Ketus Saga. “Maaf, Bos. Tapi pria tadi banyak melawan jadi kami sedikit kesulitan untuk mengatasinya.” Saga berdecak. “Ayolah. Lima lawan satu seharusnya bukan hal yang sulit bagi kalian.” “Iya, Bos. Kami tahu. Maaf.” Lagi-lagi anak buah Saga hanya bisa meminta maaf di seberang sana. “Maaf-maaf, terserah!” Ketus Saga lalu memutus panggilannya begitu saja. Saga lalu merebahkan dirinya di sofa panjang yang ada di ruang tengah. Sejujurnya, Saga tadi juga tidak benar-benar be
Saga tidak tahu pikiran bodoh apa yang telah merasuki kepalanya. Hanya karena Papanya memohon dan mengatakan kalau ia anak baik, Saga bisa langsung menurut begitu saja. Ck! Sangat bodoh memang. Padahal baru saja Saga menyadari kalau menjadi baik itu menyusahkan. Tapi tidak bisa di pungkiri kalau diam-diam Saga merasa sangat senang setiap kali di panggil anak baik oleh Papanya. Saga masih berdiri di ruang tamunya setelah mengantar Papanya masuk ke dalam kamar. Banyak hal yang perlu Saga pertimbangkan sebelum menuruti permintaan Papanya tadi. “Sial! Kenapa sih Papa harus peduli dengan pria berengsek itu? Biarkan saja dia kedinginan di luar sana. Kalau perlu mati sekalian,” gerutu Saga yang tampak kesal. Namun, Saga sudah terlanjur menyanggupi permintaan Papanya. Apa pilihan lain masih tersedia untuknya? “Bodoh!” Maki Saga. Akhirnya Saga benar-benar melakukan hal bodoh itu sekarang. Ia berjalan keluar dari rumahnya sambil membawa s
Revanno menghentikan mobil yang ia kendarai tepat di pinggir jalan. Wiper pada kaca mobilnya masih terus bergerak menyeka air hujan yang sejak tadi terus saja membasahi kaca depannya. Revanno kembali mencocokkan nama penginapan yang ada di seberang jalan dengan yang ada di ponselnya. “Penginapan Melati,” gumam Revanno seraya menatap sekeliling penginapan tersebut. Tanpa pikir panjang Revanno segera melajukan mobilnya masuk ke pelataran penginapan yang tidak begitu luas tersebut. Hanya ada beberapa mobil, selebihnya ada banyak sepeda motor yang sudah berjejer rapi di parkiran khusus sepeda motor yang ada di sana. “Rupanya ada juga penginapan di daerah terpencil seperti ini. Ya, meskipun tempatnya nggak terlalu bagus. Tapi nggak masalah. Yang penting bisa aku gunakan untuk beristirahat dan tidur malam ini.” Revanno kembali bergumam sambil keluar dari dalam mobilnya.Revanno berjalan santai memasuki Lobi penginapan tersebut. Menghiraukan rintik hujan yang masih terus mengguyur dengan
Revanno baru saja terbangun dari tidurnya setelah hampir semalaman ia di buat kesal dengan suara aneh dari kamar sebelahnya. Bahkan semalam Revanno juga harus terpaksa mengocok miliknya sendiri agar juniornya bisa berhenti memberontak saat mendengar suara desahan wanita tersebut. Ck! Malam yang paling menyebalkan bagi Revanno. Untuk ke depannya Revanno tidak akan pernah sudi lagi jika di suruh tidur di penginapan murahan seperti yang ia tempati sekarang. Lebih baik membayar mahal tapi mendapat fasilitas dan pelayanan yang bagus. Daripada murah tapi justru membuatnya tersiksa. Baiklah. Sekarang saatnya Revanno beranjak bangun dari tempat tidurnya lalu segera mandi. Meskipun di penginapan tersebut Revanno mendapat malam yang menyebalkan. Tapi setidaknya pagi ini Revanno memiliki harapan baik yang semoga saja bisa terwujud. Setelah mengganti pakaian dan membereskan barang-barangnya, Revanno langsung bersiap untuk keluar dari kamarnya. Begitu sampai di l
Kebetulan pagi ini ada pekerjaan yang harus segera Saga periksa melalui email. Dan tempat yang paling nyaman untuk melakukan pekerjaan paginya itu tentu saja adalah ruang keluarga. Tapi begitu sampai di ruang keluarga, Saga lupa kalau ponselnya masih tertinggal di dalam kamar. Tidak perlu berpikir lama, Saga segera kembali berlari menaiki anak tangga lalu masuk ke dalam kamarnya. Dan saat ia hendak kembali turun, tiba-tiba saja Saga berkeinginan untuk membangunkan Papanya. Meskipun Saga tahu kalau Papanya pasti sudah bangun sejak tadi. Langkah Saga terhenti saat ia hampir membuka pintu kamar Papanya. Samar-samar Saga bisa mendengar suara dua orang yang sedang mengobrol dari dalam kamar Papanya tersebut. Dan Saga yakin kalau itu adalah suara Papanya dan juga ... Starla. Saga menaikkan sebelah alisnya. Rupanya adiknya itu sudah bangun dan tengah asyik mengobrol dengan sang Papa. Awalnya Saga berniat ingin ikut bergabung ke dalam obrolan yang sedang mereka bicarak