Bunyi banyaknya pesan masuk pada sebuah ponsel berwarna silver, membuat seseorang mencari keberadaannya.Bunyi itu tidak hanya sekali. Tapi berulang.“Suara apa itu? Bukankah disini tidak ada yang menyembunyikan HP?” tanya pria berkemeja hitam lengan pendek.Seorang pria lainnya, dengan pakaian yang sama karena itu adalah baju seragam dengan logo asing, dia mendekat seraya menjawab, “HP apa?”Netra pria berambut ikal itu menunjuk pada benda pipih yang tergeletak di atas pasir putih.Ya, mereka bertiga sedang berada di sebuah pantai. Salah satu dari mereka mengambil HP itu lalu melihat layar yang terkunci. tapi mereka bisa menangkap banyak sekali pesan masuk dari nama kontak yang sama.“Matikan! Bisa bisa mampus kita kalau ketahuan memegang HP.” Titah pria bernama Frank.Benar seperti yang dikatakan, mereka disana tidak ada yang boleh memegang alat komunikasi apapun. Hanya orang tertentu yang diperbolehkan“Mungkin punya orang-orang yang terdampar,” sahut teman lainnya.Frank mengambil
"Apa kakimu sudah lebih baik?" tanya seseorang pada pasiennya.Pria itu mencoba menggerakkan kaki kanannya tapi yang ada justru dia meringis kesakitan."Masih sakit," jawab Hexa.Allice menghela nafasnya. Dia melepas alat tensi dari lengan Hexa yang kini sedang menjadi pasiennya.“Aku rasa kakimu benar-benar harus di gibs, Hexa. Itu lebih baik. Jangan dulu keluyuran merawat pasien lainnya,” kesal Allice.Bagaimana tidak, sejak mereka selamat dari maut. Dalam kondisi luka, Hexa masih kesana kemari untuk merawat korban lainnya yang menurutnya masih bisa diselamatkan.Ya, ini sebuah kesempatan hidup dari Tuhan yang tidak bisa mereka sia-siakan.Mereka adalah dua dari beberapa orang yang selamat dari kecelakaan pesawat.Jika mengingat kejadian itu, merupakan suatu kengerian yang nyata. Pesawat hilang kendali ketika radar mendadak hilang. Pilot mulai membawa mereka entah kemana. yang pasti sudah keluar dari jalur. Cukup lama pilot mencoba mencari lokasi yang menurutnya tepat untuk melakuka
“Apa kamu melihat ponselku terjatuh disini? Karena aku merasa membawanya ketika mencoba keluar dari pesawat itu,” tanya Allice masih berusaha membujuk. Bahkan dia bisa menunjukkan ekspresi sendunya meski dua pengawal itu masih nampak datar menatapnya. Ah, tapi setidaknya mereka tidak sedang memarahinya. “Aku memiliki dua anak kembar. Mereka belum genap 6 tahun. Kamu bisa bayangkan bagaimana sedihnya mereka saat menyangka kalau orang tuanya menghilang?” Mata Allice bahkan sampai berkaca-kaca karena mengingat bagaimana kesedihan Anna dan Brian. Apalagi selama ini yang mengurus kedua anaknya adalah dirinya. Allice menunduk mengusap air matanya. “Setidaknya aku ingin mengabarkan kalau aku masih hidup,” lirihnya. Frank sempat memikirkan perkataan Allice. Jangankan perempuan itu yang baru 3 minggu ada disini. Dia sudah hampir 5 tahun terjebak di tempat ini dan tak bisa keluar. Dia juga memiliki istri dan satu anak bayi kala itu. Entah bagaimana kabar mereka. Saat sedang melamun, Frank
"Kamu?"Kedua wanita itu sama-sama menunjuk saat keduanya bertatapan. Namun sebelum Allice membuka mulutnya lagi, lawan bicaranya langsung menggeleng samar. Memberi kode supaya Allice diam.Untunglah Allice mengerti meski dia masih terkejut bertemu wanita itu disini.Nadia. Bagaimana bisa wanita yang sudah lama menghilang ternyata ada di depannya. Bahkan di wilayah yang nampaknya sangat asing baginya."K-Kamu diperintahkan Tuan Oscar untuk menemuinya," ucap Nadia terlihat gugup.Allice masih terdiam meneliti pakaian yang Nadia kenakan. Terlihat seksi namun anggun. Jika saja Allice tidak mengenal Nadia sejak bertahun-tahun lamanya, mungkin dia tak akan mengenali.Mulai dari nada bicara yang lebih lembut dari pada sebelumnya. Rambut hitam kini sudah di cat menjadi blonde dan berombak. Make up juga lebih natural. Sepertinya Nadia mendapatkan perawatan yang sangat baik disini."Halo, Tuan Oscar tidak bisa menunggu terlalu lama." Nadia menggerakkan tangannya di depan wajah Allice. Membuat
Ternyata penyebab kondisi menyedihkan istri Oscar adalah luka tembak yang pernah dideritanya di kepalanya. Memang, menjadi istri seorang mafia tentu sangat berisiko untuk terluka. Wanita itu bernama Lucetta. Allice memasuki sebuah kamar yang berlokasi tepat di samping kamar Oscar. Di ruangan itu, peralatan medis terlihat sangat lengkap dan tersusun rapi. Biasanya ada tenaga medis yang berjaga. Tapi kali ini Oscar sengaja meminta yang lain untuk pergi.Di sana, seorang wanita berwajah cantik, Lucetta, terbaring lemah. Saat Allice dan Nadia memasuki kamar tersebut, matanya perlahan terbuka, menyadari kedatangan mereka. Tak lama kemudian, Oscar mengikuti jejak mereka masuk, mendahului, lalu duduk di samping istrinya dengan penuh kasih sayang. Lucetta terlihat sangat kurus dan lemah, serta pandangan matanya kosong tanpa semangat. Seluruh tubuhnya tampak tak mampu merespon apapun, seolah-olah jiwa dan raga terpisahkan oleh kepedihan yang mendalam."Aku sudah mendatangkan banyak dokter
Permintaan ibunya untuk mengajak Dhea berlibur bersama mereka seolah menampar wajahnya. Baginya itu adalah hal yang sangat konyol. Apakah Imelda benar-benar ingin melihat anaknya mencari wanita lain dalam hidupnya? Arsen merasa bingung dan frustasi dengan situasi ini. "Sebaiknya mommy pulang," ujar Arsen dengan lembut pada Imelda."Kok, mommy suruh pulang? Kan mommy mau jagain Brian." Imelda menunjuk pada anak kecil yang masih tertidur pulas di ranjang kamar pasien.Namun, Arsen merasa kalimat itu terasa seperti sindiran. Bahwa ia harus mencoba untuk memperhatikan kehidupan percintaannya sambil tetap menjaga anak-anaknya. Sementara itu, Dhea merasa situasi sangat canggung. Dia pun tidak mau terlalu lama berada di sana, mengetahui betapa sulitnya posisi yang harus dihadapi Arsen.Sebagai dokter yang profesional tidak mau membahas hal pribadi saat bertugas, Dhea memutuskan untuk berpamitan pada Imelda."Maaf, Tante. Saya sangat menghargai rencana Tante Imelda yang ingin mengajak saya
Frank baru saja mengantar tuan-nya pergi meninggalkan pulau. Ya, sebuah pulau asing dimana tempat ini dijadikan markas seorang mafia kejam macam Oscar Reinhard. Di sisi kanan pulau, terdapat ladang tumbuhan ganja dan segala sesuatu yang bisa dijadikan obat terlarang. Dua buah pabrik besar juga berdiri. Yaitu pabrik untuk membuat senjata dan satunya untuk mengolah obat terlarang tersebut. Nantinya, produk-produk itu akan dipasarkan secara ilegal ke wilayah-wilayah yang menjadi tempat jual beli barang haram tersebut. Dengan tingginya kekuasaan Oscar. Dia juga bisa membuat pulau itu tidak terdeteksi oleh peta dunia. Tak hanya itu, dengan radius tertentu, orang asing tidak bisa mendekat. Kalau pun ada, mereka akan dijadikan tawanan. Dijadikan budak dan tidak akan dikembalikan ke tempat asal kecuali dalam keadaan tak bernyawa. Frank menjadi salah satu pimpinan pengawal kepercayaan Frank dalam menjaga pulau ini. Dia mendapat laporan dari anak buah yang berjaga di pantai setiap saat kalau
Nadya terlihat pucat dan lemas, bolak-balik ke kamar mandi karena diare yang tak kunjung reda. Karena Nadya saat ini sedang dijadikan ratu oleh Oscar, kepala pelayan pun khawatir. Sebab kalau Oscar tau kondisi Nadya, kemudian menyalahkan makanan yang dihidangkan. Pasti nanti Salma-lah sebagai kepala pelayan yang akan menanggung akibatnya.“Nona Nadya, saya panggil dokter lebih dulu.” Salma segera meminta pengawal yang berjaga di depan kamar Nadya untuk memanggil Dokter Allice.Di kamar, Dokter Allice dengan cermat memeriksa Nadya yang terbaring lemah di tempat tidur. Wajah Nadya tampak pucat dan berkeringat, tangan gemetar saat mencoba meraih gelas air yang disodorkan pelayan."Dok, apa penyebab diare ini? Saya merasa sangat lemas," keluh Nadya dengan suara lirih.Dokter Allice yang sedang memeriksa denyut nadi Nadya menjawab, "Sepertinya ini akibat infeksi bakteri, Nona Nadya. Apakah Anda mengonsumsi makanan yang tidak higienis atau sudah kadaluarsa?"Nadya berpikir sejenak, lalu ter