“Berangkat siang?” beo Allice ketika menerima telefon dari Hexa.‘Iya, apa kamu bisa menggantikanku pagi ini? Kamu praktek pagi, kan?’ tanya Hexa melalui sambungan telefon.Dia tidak mungkin meninggalkan Dhea sendiri di apartemen. Tapi dia juga harus memastikan kalau pemindahan jadwal prakteknya tidak berdampak pada pasien.Allice menoleh pada pria yang sedang menyetir di samping kanannya. Arsen begitu fokus, membiarkan dirinya bicara dengan Hexa.“Aku akan bicara dengan Arsen. Kalau sesuai jadwal kan aku jadwal siang bersama Dokter Dhea,” ucap Allice. Dia antara tidak enak dengan Arsen juga Hexa.Pagi-pagi, Arsen sudah mengatakan akan mengajaknya entah kemana. Kelihatannya penting.“Kamu mau menggagalkan rencana pagiku dengan pekerjaanmu itu?” Suara Arsen membuat Hexa mengerti.‘Aku akan meminta Dokter Gina saja.’“Sungguh?” Allice memastikan.‘Iya, santai saja. Tapi aku harap kamu berangkat lebih awal satu jam dari jadwal,’ ucap Hexa.“Oke, aku akan datang lebih awal.”Setelah jawab
Dhea mengucek mata berbulu lentik itu saat dia terbangun dari tidur lelapnya. Sejenak dia lebih dulu memperhatikan kanan dan kiri.“Ini dimana?” pikirnya.Sampai dia menemukan sebuah figura yang tertempel di samping pintu masuk, dia baru ingat kalau dia ada di apart Hexa. Tepatnya, kamar milik pria yang fotonya berada di dalam figura.Badannya sudah lebih baik. Dia beranjak dari posisinya. Namun niatnya turun terhenti karena di pangkuannya ada sebuah boneka berwarna kuning kotak. Lengkap dengan bibir yang tersenyum lebar serta tangan dan kaki yang kecil.“Spongebob?” Dhea tersenyum tipis sambil mengerutkan keningnya.Pikirannya sudah melayang. ‘Hexa punya boneka?’ ah, nampaknya lucu kalau pria dingin seperti Hexa tidur bersama boneka lucu.Tunggu. Dhea penasaran dengan kalung dengan liontin plastik yang menempel di dada boneka itu. Dia pun menekannya.Rupanya itu adalah sebuah rekaman suara Hexa yang dibuat seperti suara anak-anak.“Halo, aku Spongebob. Aku adalah kamu, Ardhea Moza. Y
Ada perasaan sakit ketika melihat anak buahnya mengirim foto undangan acara Wedding Anniversary Allice dan Arsen. Darren baru saja tiba di Indonesia setelah sempat bertemu dengan Elmira. Lelaki itu hanya menemani Elmira yang masuk rumah sakit karena komplikasi kehamilan. Dia menyatakan akan bertanggungjawab merawat anaknya kalau sudah lahir. Tapi Darren tidak pernah mau menjadikan Elmira istrinya. Bagi Darren, pernikahan itu hanya akan menyakiti dirinya dan Elmira. Mereka akan terjebak dalam kehidupan tanpa cinta dan tinggal bersama. Itu terlihat begitu buruk menurut Darren. “Jadi kamu benar-benar sudah bahagia, Allice?” Pikiran Darren kini tertuju pada undangan di layar ponselnya. Tentu itu bukan undangan untuknya. Melainkan anak buahnya mendapat dari seseorang. Bukan hanya laporan soal Allice. Anak buahnya juga melaporkan kalau Dhea semalam tinggal di apartemen seseorang. Ya, alasan Darren cepat-cepat kembali ke Indonesia adalah karena mendapat kabar kalau Raymond ke apartemen
“Kamu kenapa?” tanya Dhea bingung.Dhea melirik pada pria yang kini ada di sisi kanannya. Hexa, pria itu fokus menyetir dan tidak bicara apapun pada Dhea sejak tadi.Hanya sesekali menjawab seadanya. Juga dingin.Hal itu rupanya berpengaruh pada Dhea. Dia jadi salah tingkah. Ini begitu merasa bersalah tanpa tau penyebabnya.“Hexa,” panggil Dhea.“Hem?” Lelaki itu menoleh sekilas, tanpa ekspresi dan kembali lagi menyetir.“Aku ada salah?” tanya Dhea.“Tidak,” jawab Hexa singkat.Dhea menghela nafas pasrahnya. Dia masih belum bisa memahami sifat Hexa.Waktu menunjukkan pukul 9 malam. Mobil mewah milik sang direktur rumah sakit itu akhirnya memasuki area parkir gedung apartemen. Hexa masih membawa Dhea ke tempat tinggalnya.“Kalau ada salah kamu bisa mengatakan padaku. Jangan diam begini.” Dhea kembali berucap setelah mereka ada di dalam lift.Hexa diam menatap Dhea yang tinggi badannya sebatas pundah dirinya.“Jawab apa gitu, malah liatin,” gerutu Dhea menunduk kesal.Cemburu.Hexa seda
Orang yang pertama Hexa hubungi setelah dia masuk ke dalam mobilnya adalah Arsen.“Awas saja kalau dia banyak alasan.” Belum juga telefon diangkat, Hexa sudah mengancam lebih dulu.Sambil menunggu telefon yang tak kunjung tersambung, Hexa membawa mobilnya keluar dari area apartemen yang ditempati Darren.‘Ada apa? Mengganggu saja.’ Suara Arsen setelah menerima panggilan terdengar ketus. Ah, seperti biasa. Mereka berdua selalu begitu.“Temani aku memesan cincin,” ucap Hexa to the point.‘Hah? Untuk?’ “Setelah aku pikir-pikir. Aku akan segera melamar Dhea.”Disana tentu Arsen terdengar senang. ‘Wow! Begitu, dong. Gerak cepat. Sebelum jadi bujang lapuk.’Hexa menghela nafasnya. Dia berfikir cepat setelah pintu apartemen di tutup. Menurutnya Dhea butuh kepastian bukan omongan belaka.“Dhea ternyata adik angkatnya Darren,” ucap Hexa dengan nada lemah. Dia masih nampak tidak rela akan kenyataan ini.‘Aku tidak salah dengar?’ Disana Arsen juga seperti terkejut.“Akan aku ceritakan nanti. T
“Mama!”Suara anak kecil cukup membuat tenaga medis di IGD menoleh ke arah pintu bersamaan.Brian dan Anna masuk berdiri disana. Bibir mereka tersenyum menunggu respon Allice, apakah mereka boleh memeluk atau tidak.Karena keduanya sudah tau aturan. Bisa jadi Allice baru menangani pasien dengan penyakit menular atau lainnya. Jadi tidak boleh langsung menyentuh.“Heiii, ganteng cantiknya Aunty.” Yang mendekat justru Dhea.Allice hanya tersenyum lalu masuk ke salah satu ruang pemeriksaan. Ya, dia sedang menangani pasien yang baru saja masuk.“Mama kalian lagi suntik-suntik. Ke taman, yuk!” ajak Dhea.“Oh, lagi sibuk ya? Kalau gitu Brian ke taman sama papa saja. Disana ada Jasmine juga. Aunty Dhea ngga mau ketemu Jasmine?” ujar Brian, si pria kecil yang tampan.“Kata siapa Aunty ngga mau ketemu Jasmine? Ayuk, Aunty ikut,” jawab Dhea.Perempuan itu lebih dulu memberi kode pada perawat. Meminta ijin dia keluar sebentar. Kebetulan juga sedang tidak ada pasien. Baru setelahnya menggandeng du
“Darren! Mmmh!” Lagi, Darren menahan kepala Dhea untuk bisa dia cium kembali. Kegilaannya pada Allice seolah mampu menghilangkan kewarasannya. Dhea menggelengkan kepalanya cepat. Ini salah. Dia tidak mau seperti ini. Apalagi yang di hadapannya adalah Darren, kakaknya sendiri. Dipikirannya pun ada Hexa. Tidak, ini untuk Hexa pria yang dia pilih untuk jadi suaminya kelak. Dhea akhirnya menggigit bibir Darren sekuatnya. “Argh!” Darren mengerang sakit. Bibir bawahnya sampai keluar darah segar. Dhea tidak peduli. Keselamatannya yang utama. Dia mendorong Darren saat lengah. Brukk! Akhirnya, dengan sekuat tenaga yang ia miliki, tubuh Darren kembali jatuh ke sofa. Persetan dengan Darren yang meringis kesakitan, Dhea hanya mau kebebasan. Plak! Dhea menampar Darren setelah dia terlepas dari pelukan gila itu. "Hentikan kegilaanmu, Kak! Apa kamu pikir dengan bertingkah seperti ini, Allice akan kembali? Tidak! Dia bukan milikmu! Dan aku bukan pelampiasanmu!" Darren yang masih terkapar
Darren masih ingat terakhir bertemu dengan Elmira minggu lalu. Perempuan itu ingin melahirkan ditemani Darren. Kalau pria itu tidak kunjung kembali ke New Zealand di hari menjelang melahirkan. Maka Elmira yang akan nekat menemui Darren di Indonesia. Setahu Darren, Elmira mengatakan kalau kelahiran anak mereka masih ada waktu bulan depan. Tapi kenapa Elmira sudah ingin menemuinya sekarang? Katakan Darren gila. Ya, dia memang sudah kehilangan akal sehatnya sejak mendarat di New Zealand beberapa menit yang lalu. Kini, taksi yang membawa Darren juga Dhea yang mau tak mau ikut karena desakan sang kakak melaju cepat menuju rumah sakit, tempat Elmira dirawat. Darren tampak gelisah dan pemandangan gusar itu ditangkap oleh manik mata Dhea yang duduk di sampingnya. "Aku yakin Elmira baik-baik saja. Kak Darren jangan khawatir. Kita harus doakan Elmira dan bayi kalian," ucap Dhea berusaha mengurangi kegundahan hati kakak tirinya ini. Helaan napas berat menguar dari bibir Darren. "Ini bukan t