Malam itu di kamar Azkayra yang sudah kedap suara, pasangan pengantin baru itu sedang berduaan.Hanzero masih saja dengan sikap rakus nya, melanjutkan aksinya yang terus mendekap dan mellumatt bibir seksi milik istrinya, bahkan tak membiarkan tubuh Azka bergeser sedikit pun darinya.Kedua tangannya yang kini telah berubah liar tiap saat dekat dengan Azka, menerobos ke balik baju Azka dan terus meraba dan meremas di sana.Azka yang memang selalu merindukan sentuhan Hanz pun tak merasa keberatan , ia sangat menikmati setiap sentuhan yang di berikan suaminya.Tanpa ada pembicaraan sedikit pun dari mulut kedua nya, hanya bahasa kalbu dan tubuh yang di lontarkan mereka , seolah memahami keinginan satu sama lain.Kedua nya kini saling menyerang , desahan dan rintihan manja ,hanya itu yang terdengar di kamar itu.Peluh Hanzero terus mengalir membasahi rahangnya. Sementara Azka sesekali menggigit bibir bawah nya membuat Hanz semakin menggila melihat itu."Azka, aku mencintaimu.!" ucap Hanz m
Rasa tegang menguasai kedua pria gagah itu, Shaka Adiwiguna dan Hanzero yang tetap berdiri sambil menyandarkan punggung mereka masing-masing ke dinding.Wajah Frustrasi kedua pria itu tergambar begitu jelas, tampak juga sebuah kekhawatiran yang mendalam di wajah keduanya menunggu hasil kerja keras Dokter Abraham yang tengah berjuang menyelamatkan Azkayra di dalam sana.Tanpa ada yang saling berbicara kecuali hanya saling melempar pandangan dan kemudian berdoa di dalam hati. Hanya itu yang bisa di lakukan mertua dan menantu itu saat ini.Tidak akan terjadi apa-apa, Azkayra adalah wanita yang kuat.Kedua hati Pria itu saling berbicara demikian, hanya untuk sekedar menguatkan hati mereka masing+masing.Setelah sekian lama menunggu, Dokter Abraham muncul membuka pintu ruangan rumah sakit tersebut."Bagaimana keadaan putriku?" Shaka Adiwiguna langsung menghampirinya, begitu juga Hanz yang tak sempat bertanya karena sudah di dahului oleh Sang Ayah mertuanya."Nona Azkayra selamat Tuan dan s
Dengan sangat hati-hati Hanzero merebahkan tubuh Azkayra di atas tempat tidur dibantu oleh Shaka.Sedangkan Dokter Abraham dan beberapa asistennya pun mulai memasang Alat infus untuk Azka."Apa hanya ini saja.?" tanya Hanz pada Dokter Abraham, mengetahui hanya selang infus saja yang di pasang kan untuk istrinya."Sebenarnya Nona Azkayra sudah tidak membutuhkan perawatan insentif lagi, Nona hanya butuh waktu untuk memulihkan kesehatannya. Kami akan terus mengontrol kondisinya, Anda tidak perlu khawatir, Tuan." jelas Dokter Abraham hanya di balas anggukan ringan Hanz."Lalu kenapa putriku belum juga sadar.?" Ginanjar pun ikut bertanya."Kami memang memberikan obat penenang pada Nona, agar nona bisa sedikit lebih tenang. Tolong jangan membuat Nona kembali berpikir atau terpaksa mengingat sesuatu, itu sangat berbahaya bagi kesembuhan otaknya. Buat Nona Serileks mungkin dan kalau bisa Nona harus selalu senang. Itu akan sangat membantu pemulihannya." kembali Dokter Abraham menjelaskan."Kam
"Benar begitu..?" tanya Azka menatap Hanz dan kini mereka beradu pandangan , sejenak Hanz langsung berusaha menghindari tatapan itu, ia takut Azka akan terus berusaha mengingat nya."Benar Nona, Anda boleh bertanya pada Ayah Nona." sahut Hanz."Lalu di mana Ayah ku sekarang, Aku ingin bertemu.""Berlinda, panggil Tuan besar.!" Hanz segera menyuruh Berlinda untuk memanggil Shaka. Dan Berlinda pun langsung melangkah."Siapa namamu tadi.. Hanz?" Azka kembali menatap Hanz ."Hanzero Nona, anda biasa memanggil saya Hanz." jawab Hanz, perih itu lah hati nya harus berpura pura , kembali menjadi sekretaris Azka. Namun ia harus melakukannya, jika Azka tau kebenaran tentang dirinya, Azka pasti akan terus berusaha mengingat , dan Hanz tidak mau mengambil resiko kemungkinan yang akan terjadi pada Azka istrinya."Apa kita sudah lama saling kenal.?" kembali Azka bertanya."Lama Nona , sangat lama. Saya bahkan selalu bersama Nona, setiap saat. " jawab Hanz, ingin rasa nya Hanz menjerit.Azka... aku
Hanzero mengguyur tubuhnya dengan air dingin dengan sesekali membuang nafas kasarnya. Ia segera menyelesaikan mandi dan kembali ke kamarnya untuk berganti.Menatap dirinya di cermin dan mengusap wajahnya dengan kasar. Kembali mengingat istrinya yang kini benar-benar sudah melupakannya."Secepat ini aku tersingkir dari pikiranmu Azka. Dulu kamu yang terus berusaha mendekatiku, dan kini aku harus berjuang untuk mendekatimu, sedangkan kali ini kamu seperti tidak menyukaiku. Benar-benar berat ujian ini." keluh Hanz.Kini ia duduk di sofa , menyeruput kopi dan memakan beberapa potong kue yang sudah disiapkan seorang pelayan.Hanz meraih Hpnya dan menggeser Layar Hpnya, memperhatikan beberapa foto mesranya dengan Azka."Seberat ini ujian pernikahan kita Azka, saat aku sedang bahagia bahagianya bisa memilikimu, kamu telah melupakan aku." Hanz berkata pada diri nya sendiri.Ia beranjak dari duduk nya dan melangkah keluar menuju kamar Azka, sejenak ia berdiri di depan pintu dan dengan perlahan
"Hanz, " tiba-tiba Azka kembali duduk dan memanggil Hanz yang sudah menyandarkan kepalanya di sofa."Ada apa ?" Hanz langsung menjawabnya."Apa kita punya hubungan spesial sebelum aku lupa ingatan.?" tanya Azka , membuat Hanz bingung untuk menjawabnya."Kita.. Nona , kita memang sangat dekat dan saling Dekat, Dekat sekali." jawab Hanz , kini mereka saling memandang."Benarkah,?" Azka nampak memegang kepalanya. Melihat itu Hanz hendak mendekati Azka, tapi dia segera mengingat ucapan Azka yang tidak ingin dia dekat dekat dengannya.Hanz mundur kembali."Nona, kamu tidak boleh memikirkan apapun, biar lah. Suatu saat nanti Nona akan mengingat kembali semuanya, Nona tidak boleh memaksa untuk mengingatnya. Saat ini yang perlu Nona lakukan hanyalah segera sembuh dan setelah itu Nona bisa belajar mengingat semuanya." ucap Hanz."Apa kecelakaan yang menimpaku terlalu serius? Kepalaku selalu sakit jika aku ingin mencoba mengingat sesuatu.""Iya Nona, maka dari itu Dokter pun melarang Nona untu
"Nona .. Nona pingsan Tuan." ucap Berlinda dengan gugup.Tanpa bertanya lagi Hanzero langsung berlari ke kamar Azka, betapa terkejut nya Hanz melihat Azka yang masih terkapar di lantai di dekat lemari nya."Ya Tuhan, Azka...!!!" Hanz langsung meraih tubuh itu dan memeluk nya."Azka, kau kenapa..? Ya Tuhan... Jangan beri penderitaan pada istri ku, ku mohon Tuhan...!!" bisiknya lirih.Sementara Berlinda hanya bisa terisak menyaksikan Tuannya yang nampak sangat khawatir itu."Maaf kan saya Tuan, ini kesalahan saya. Saya teledor." ucap Berlinda begitu menyesal.Hanz tak menjawab ,lalu ia membopong tubuh Azka dan membaringkannya di ranjang.Memandang wajah istrinya yang terlihat pucat itu."Apa yang terjadi.?" kini Hanz beralih menatap Berlinda."Nona .. Saya sudah berusaha mencegahnya Tuan, Saat Nona ingin membuka lemari, tapi Nona memaksa. Nona melihat baju baju Tuan, dan .. dan Nona berusaha mengingat, lalu Nona pingsan begitu saja. Karena saya panik saya langsung berlari memanggil Tua
"Azka..!!" ucap nya lirih seraya memeluk erat tubuh istri nya. Ia lalu membimbing tubuh istrinya ke ranjang dan mendudukkannya di sana.Tangan Hanz menyeka air mata Azka dan merapikan rambut Azka yang berantakan di wajah nya.Kini kedua pasang mata itu saling menyelami. Sesaat setelah itu Hanz menunduk menghindari tatapan mata Azka yang membuat nya hampir tidak tahan untuk meraih wajah itu dan menghujani nya dengan bibir nya."Hanz, kata kan.!" ucap Azka mengangkat wajah Hanz."Azka, kamu masih sakit. Kami bukan ingin menyembunyikan sesuatu, tapi ini demi kesembuhanmu." sahut Hanz."Ini sama saja Hanz, apa kamu tau dalam diamku, aku memikirkan itu. Katakan apa kamu benar suamiku Seperti yang dikatakan Berlinda waktu itu, dan aku ingat kau pernah mengatakannya ketika aku masih di rumah sakit. Kamu juga mengatakan pada dokter itu kalau aku istrimu.!!" Azka terus mendesak."Azka, dengarkan aku.""Katakan atau aku akan berusaha mencari tau sendiri..!!""Baiklah, tapi kau harus bisa berja