"Jelas aku mengingatnya Hanz, kamu ini aneh sekali. Aku tidak mungkin melupakan hal itu seumur hidupku .!!" sahut Azkayra sedikit heran dengan pertanyaan Hanzero."Kamu benar l-benar mengingat nllnya.? Kalau begitu apa kau ingat tanggal pernikahan kita.?" tanya Hanz ingin memastikan ingatan Azka, benarkah ingatan Azka sudah kembali atau ini hanya kebetulan saja."Hanz, ya jelas lah aku ingat.. Tanggal 11 Juli bertepatan dengan ulang tahun ku. Dan pada saat itu kamu datang dengan sangat terlambat , dan kamu menemui /ku hanya mengenakan baju pasien , lantas kamu meminjam kemeja Arwan lalu menikahiku. " jawab Azka dengan jelas."Azka, kamu sudah kembali." Hanz tiba-tiba memeluk Azka yang masih bingung."Dokter, ingatan istriku sudah kembali.!!" teriak Hanz menatap Dokter Abraham yang juga menyadari jika Azkayra sudah sembuh dari Amesianya."Hanz," kini Azka mulai sadar dan menatap suaminya."Aku mengingat semuanya Hanz.. Benar..!!! Aku mengingat semuanya...!!" jerit Azka sangat girang.
"Arwan, Kenapa kamu tersenyum-senyum sendiri..? Kamu tidak sedang sakit kan..?" tanya Hanz menatap curiga pada sekretarisnya yang sedari tadi tersenyum sendiri."Tidak Tuan, saya masih sehat. Saya hanya sedang... Ah, Tuan saya seperti sedang bermimpi." sahut Arwan tersipu."Bermimpi.?""Iya Tuan, kemarin yang lalu saya masih ada di rumah Utama untuk mengatur para pengawal dan penjaga, dan sekarang saya berada di perusahaan Samudra sebagai Sekretaris pribadi Tuan Hanzero. Apa itu tidak seperti mimpi.?" curhat Arwan."Kamu tidak menyukainya.?" Hanz menatap sekretaris barunya itu."Tentu saja saya menyukainya Tuan, hanya saya merasa malu pada diri saya sendiri. Bahkan seorang sarjana pun memimpikan posisi saya. Sedang saya yang bukan tamatan apa apa bisa berada di posisi ini. Itu sungguh luar biasa." sahut Arwan menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal itu."Kamu pantas mendapatkannya , dan mulai sekarang berjanjilah untuk menjaga kepercayaanlu padamu." ucap Hanz , lagi-lagi menatap A
Pagi buta itu, terlihat Arwan sudah berpakaian rapih dan telah siap di meja makan."Silahkan Tuan sekretaris ," ucap Berlinda menyiapkan sarapan pagi untuk Arwan."Tunggu," Arwan langsung menahan tangan Berlinda."Kenapa kamu memanggilku Tuan.?" ucap nya menatap Berlinda yange menunduk kan wajah nya."Bukan kah memang sudah seharusnya kami semua memanggil begitu, dan sudah menjadi peraturan di rumah ini.. Karena Tuan sekarang adalah Sekretaris Perusahaan Samudra." sahut Berlinda."Tapi peraturan itu tidak berlaku untuk mu. Aku ingin kau memanggil ku seperti biasa." Arwan kini berdiri dihadapan Berlinda."Tapi Tuan, saya tidak enak dengan yang lain. Biar kan saya memanggil Tuan sesuai peraturan yang ada." ralat Berlinda.Arwan berpikir sejenak."Baiklah, tapi hanya di depan yang lain. Jika kita sedang berdua ,aku tidak mau kau memanggil ku Tuan." ucap Arwan.Berlinda hanya mengangguk."Sarapan nya Tuan, nanti kesiangan." ucap Berlinda."Terimakasih,."Berlinda segera berlalu."Tunggu d
Pagi itu di kantor perusahaan.Terlihat Hanzero dan Sang sekretarisnya sedang duduk serius menatap layar televisi yang sedang memutar kaset pemberian sang Dokter wanita kemarin.Wajah Hanzero yang tadinya terlihat bersemangat dan serius tiba tiba berubah menjadi tegang. Ia terlihat menggigit jarinya sambil terus menatap adegan demi adegan yang memperlihatkan berbagai proses kehamilan dan berakhir dengan proses persalinan Normal."Argh.!" Hanz tiba-tiba membungkam mulutnya sendiri tatkala video itu menampak kan betapa payahnya perjuangan seorang wanita yang tengah melahirkan."Ya Tuhan... Seperti itukah.?""Tuan, Anda baik-baik saja.?" tanya Arwan yang sedari tadi menemani tuannya."Arwan, apa kau juga melihatnya.?" Hanz balik bertanya."Iya Tuan," jawab Arwan."Matikan, Arwan. Matikan, aku tidak sanggup melihatnya!" teriak Hanz .Arwan langsung mematikan Televisi itu.Melirik wajah Tuannya yang sangat tegang dan kali kali mengusap wajahnya yang berkeringat."Itu pasti sangat menyakit
Hanzero masih terus meminta maaf pada istri nya yang malah semakin sewot padanya.Tiap kali Hanz ingin memeluk nya, Azkayra terus menolaknya. Sampai Hanz kini kehabisan cara untuk menenangkan hati Azka."Azka, aku sungguh minta maaf." rengek Hanz merebahkan kepalanya di pangkuan Azka."Tolong maafkan aku." Hanz terus memohon.Azka tidak menjawab,"Azka,.. baiklah, kamu boleh memasak sesuka hatimu. Kamu boleh belanja dan bersenang senang dengan para pelayanmu. Tapi maafkan aku..!!" Hanz mengiba."Kamu pasti bohong, kamu hanya sedang merayuku. Pergi sana, aku tidak mau mendengar mulut manismu. Besok kamu akan marah kembali jika aku menyentuh sayuran." ucap Azka."Sungguh Azka, aku janji tidak akan marah lagi. Kau boleh menyentuh sayuran, daging atau Pisau , golok sekalipun. Asal kamu berhenti mendiamkan aku.." kembali Hanz merengek sambil mendongak menatap wajah istrinya yang tertekuk itu."Bohong..!!""Tidak Azka.!!"Hanz langsung meraih tubuh Azka untuk mendekapnya."Tidak mau...!! Le
Kini Hanzero tidak lagi banyak menuntut istrinya, dan Azkayra bisa sedikit leluasa untuk sekedar memasak yang memang sudah menjadi impian nya itu. Ia pun sudah sering pergi belanja walau pun harus tetap dengan pengawalan yang super ketat.Namun setidak nya Azka bisa menikmati hari hari nya dengan keceriaan.Hanz pun tersenyum melihat senyum kebahagiaan istrinya yang selalu berkembang mengawali pagi nya dan menyambut nya pulang dari Kantor.Rasa cinta dan sayang nya pun semakin meluap pada istri nya.Waktu terasa cepat berjalan, bulan kini sudah berganti tahun .Tak terasa setahun sudah usia pernikahan mereka.Kebahagiaan dan masa tenang mereka pun kini terusik oleh perasaan khawatir Azka, karena ia tak juga kunjung hamil.Padahal program hamil sudah di lakukan dengan sempurna, belum lagi cara cara lain seperti terapi, ramuan penyubur kandungan bahkan Azka pernah pergi ke Mbah Mbah untuk meminta jampi jampi kuno yang di yakini bisa menolong nya tanpa sepengetahuan Hanz.Hingga akhirnya
Hanzero masih memeluk istrinya dengan erat, namun entah mengapa, perasaan Azkayra yang biasanya selalu damai jika berada di pelukan suaminya kini seperti tak di rasakannya.Gelisah, ya kata itu yang tepat untuk suasana hati Azkayra saat ini.Ide gila, hah.! Sungguh kah ia harus mengatakan itu pada Hanz.?Huh, berat rasanya Azka untuk memulai ucapannya. Tapi itulah satu-satunya caranya agar kegelisahannya berakhir.Apa Hanz akan setuju,? Apa Hanz akan menurutinya kali ini.? Benarkah jalan ini yang harus mereka tempuh.?Lagi-lagi Azka berperang dengan pikiran nya.Kembali Azka menimbang."Azka, katakan padaku apa yang ingin kamu bicarakan? Hari ini aku milikmu sepenuhnya. Waktuku akan kupersembahkan untukmu." ucap Hanz masih dalam posisi memeluk pinggang istrinya."Hanz , aku.. Em, kamu tidak akan marah jika aku mengatakannya.?""Tidak Azka, asal itu masuk akal. Katakan saja." jawab Hanz, sudah menangkap hal lain dari istrinya.Azka memutar tubuhnya, menatap dalam mata suaminya. Kedua t
Hanzero masih terus menggenggam tangan istrinya dan mengusap wajah Azkayra yang terlihat pucat itu. Sesekali melirik pintu."Kenapa Dokter Lisa lama sekali ya.?" gumamnya.Baru saja Hanz bergumam, Berlinda sudah membuka pintu dengan dokter Lisa di belakangnya. Dengan sedikit tergesa Dokter Lisa menghampiri ."Maaf Tuan, sedikit terlambat. Jalanan macet." ucap Dokter Lisa ."Tolong periksa Nona Azkayra, dia terus mual dan muntah." sahut Hanz tak ingin berbasa basi.Dokter Lisa menagangguk, sementara Hanz langsung beranjak menjauh.Dokter Lisa pun langsung memeriksa Azka.Hanz duduk menunggu dengan cemas, begitu juga dengan Berlinda, masih saja berdiri di sudut ruangan itu.Lama Dokter Lisa memeriksa Azka, dan akhirnya menghampiri Hanz."Tuan,""Bagaimana keadaan Nona, apa sakitnya parah?" tanya Hanz spontan saat mendengar Dokter Lisa memanggilnya.Dokter Lisa tersenyum."Nona Azkayra baik-baik saja Tuan,!""Baik-baik saja bagaimana.? Bahkan dia tadi sempat pingsan!" pekik Hanz ."Tuan,