Nyonya Rose harus dilarikan ke rumah sakit malam itu karena mengalami collapse. Wanita tua itu dirawat di ICU karena koma. Akhirnya, setiap hari setelah pulang kuliah, dia menunggui wanita yang sudah dia anggap sebagai neneknya sendiri itu dan malam hari dia baru pulang. Namun hari itu, saat dia pulang, dia melintasi ruangan kerja Shaka dan tidak sengaja mendengar sesuatu yang membuat jantungnya berdebar kencang. Di dalam ruangan itu ada Rima dan Shaka. Mereka sedang terlibat pembicaraan serius. Kinan menempelkan punggung di dinding sambil mendengarkan pembicaraan mereka. "Tidak ada pilihan lain, Shaka. Perusahaan keluarga ini sedang dalam bahaya runtuh kalau tidak segera diselamatkan. Dan satu-satunya cara untuk menyelamatkannya adalah dengan bantuan papanya Nikita.""Tapi kenapa harus dengan jalan itu? Apa tidak ada cara lain, Ma? Aku bisa mengusahakan investor lain." Rima menggeleng. "Kalau memang ada investor lain, silahkan saja, Shaka." "Beri aku waktu untuk menyelesaikan mas
Kinan duduk di atas jok sofa, matanya terus memandang lurus ke depan. Hatinya tak bisa menghentikan laju detak yang semakin cepat. Tadi sore, dia telah menyaksikan Shaka, suaminya, di mal bersama mantan pacarnya, Nikita. Perasaan campur aduk melanda dirinya. Kinan berusaha keras untuk tegar dan tidak membahas hal itu dengan Shaka malam ini.Mereka duduk bersebelahan seperti biasa di ruang tamu mereka yang nyaman. Kinan merasakan kehadiran Shaka, tapi hanya diam membisu dan memilih tidak menatapnya. Sikap Kinan yang dingin itu begitu mencolok. Namun, Shaka tampaknya acuh tak acuh dengan respons Kinan tersebut."Malam ini ada apa, Kinan?" tanya Shaka dengan raut wajah polosnya, seolah-olah tak menyadarinya.Kinan menatapnya sejenak, mencoba menumpahkan perasaannya tapi kalimat itu terjebak di tenggorokannya. Dia menggeleng pelan dan memilih untuk tetap diam. Dalam hatinya, Kinan berharap Shaka akan menyadari bahwa sesuatu bukanlah hal yang biasa-biasa saja.Shaka lalu melanjutkan kegiat
"Bapak dan Ibu kerabat pasien yang kecelakaan?"Arka gunawan dan Kemala sontak berdiri saat dokter datang menemui mereka. Arka mengangguk, "Iya, Dok. Bagaimana keadaannya?" "Pasien kehilangan banyak darah dan membutuhkan transfusi segera. Cuma yang jadi masalah, kami tidak punya stok golongan darah yang cocok dengan pasien.""Apa golongan darahnya, Dok?" "B, Pak."Arka mengangguk-angguk. "Kebetulan golongan darah saya juga B, Dok. Saya bisa jadi pendonor." Arka menyahut tanpa ragu-ragu. Sementara Kemala pun mengangguk setuju. "Oh, bagus sekali kalau seperti itu. Mari, Pak, ikut saya." Arka mengikuti langkah dokter setelah sebelumnya meminta Kemala untuk tetap menunggu di ruang tunggu. Setelah melalui sederatan tes sebagai pendonor, Arka akhirnya selesai menyumbangkan darahnya. Dokter di ruangan ICU kini sedang mentranfusi darah ke tubuh Kinan. Sementara Arka dan Kemala menunggu dengan harap-harap cemas. "Pa, mama kok khawatir sekali dengan gadis itu, ya? Mama ingat putri kita." K
Beberapa hari ini Shaka tidak pulang. Selain untuk mengusahakan perbaikan pada perusahaannya, dia juga ingin mengambil waktu untuk berpikir. Masalah ini begitu berat baginya. Dia sudah terlanjur mencintai Kinan dan tidak ingin melepaskan gadis itu. Namun, saat dia pulang, dia tidak menemukan Kinan di mana-mana. Dia merasa bersalah akan sikapnya yang sedikit dingin pada gadis itu beberapan hari ini. Bukan apa-apa. Shaka hanya merasa bingung dan juga kasihan pada Kinan. "Tun, Kinan ke mana?" tanya Shaka saat bertemu dengan asisten rumah tangganya di dapur.Wajah Atun tampak cemas dan bingung. "Anu, Tuan ... Mbak Kinan sudah beberapa hari nggak di rumah." Jawab Atun.Shaka menyugar rambutnya dengan kasar. Kinan pergi dari rumah ini. Dadanya bergemuruh marah. Ini pasti ulah mamanya. Lalu dengan amarah yang tak bisa dibendung, Shaka menemui Rima yang sedang berada di ruang kerjanya."Ma, mama lakuin apa ke Kinan?" tanyanya dengan wajah memerah."Apa maksud kamu?" Rima menatap putranya
Shaka pergi mencari Kinan ke kampus keesokan harinya. Namun, dia tidak menemukan Kinan di sana. Dari keterangan pihak kampus, sudah beberapa hari gadis itu tidak masuk kuliah. Shaka merasa begitu khawatir. Ke mana Kinan, bukankah dia tidak punya tempat untuk tinggal. Bahkan ATM dan buku rekening pun dia tinggalkan di rumah.Jalan satu-satunya adalah menemui Rena. Kebetulan gadis itu baru selesai kelasnya, dan Shaka pun segera mencegatnya. Rena tentu terkejut melihat kedatangan Shaka di kampus. Dia yakin Shaka sedang mencari Kinan dan akan menginterogasinya."Kinan di mana, Ren?" tanya Shaka tanpa basa-basi."Saya juga nggak tahu, Mas. Sumpah," timpal Rena. Dia memang tidak tahu di mana Kinan. Dia pun sangat mengkhawatirkan sahabatnya itu. "Jangan bohong kamu, Ren. Nggak mungkin lah kamu nggak tahu di mana Kinan. Kamu kan sahabat dekatnya." "Beneran, Mas Shaka. Saya nggak tahu Kinan di mana. Sudah beberapa hari dia nggak masuk kuliah. Saya pun khawatir banget dengan keadaan Kinan, Ma
Nikita masuk ke dalam ruangan Shaka dengan langkah anggun nang angkuh. Dia merasa berada di atas angin sekarang. Shaka berada dalam kendalinya. Dia yakin Shaka tidak punya pilihan lain selain menerima penawaran dari perusahaan ayahnya. "Shaka, papaku menunggu keputusan kamu segera. Perusahan kamu ini nggak bisa nunggu lama sebelum benar-benar kolaps." Nikita berucap dengan angkuhnya. Shaka tersenyum mendengar ucapan Nikita. "Maaf, Niki ... aku rasa perusahaan Adiwiguna akan baik-baik saja."Nikita mengerutkan kening keheranan. "Kenapa kamu bisa bilang kaya gitu?""Karena aku sudah punya solusi lain. Kebetulan kamu ke sini, aku mau bilang kalau aku menolak tawaran dari papamu." Shaka menarik sudut bibirnya. "Dan aku juga harus menghentikan kerjasama degan papamu untuk proyek sebelum-sebelumnya, juga yang akan datang.""Apa?" Nikita melongo. Dia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Nggak mungkin!" sangkalnya."Kenyataannya memang seperti itu. Jadi, Niki ... aku mohon
"Gimana penampilanku, Ma?" Kinan memutar badannya, memperlihatkan gaun mahal nan elegan yang melekat. "Kamu cantik sekali, Sayang." Kemala menatap sang putri penuh kekaguman."Mama juga cantik. Sepertinya kecantikan mama menurun padaku," puji Kinan. Keduanya saling berpelukan. "Eh, ayo cepat, Kinan. Kasihan papa lama menunggu."Kinan mengangguk. Malam itu Arka mengajak anak istrinya menghadiri pesta ulang tahun perkawinan salah satu kolega bisnisnya. Dia berniat untuk memperkenalkan Kinan sebagai putri tunggal dan pewaris dari keluarga Gunawan. "Istri dan putri papa sungguh cantik-cantik sekali," ucap Arka penuh kekaguman, saat melihat Kinan dan Kemala menuruni tangga. Senyum bahagia terus tersungging di bibirnya. "Maaf, ya, Pa ... lama nunggunya aku sama mama dandan," kata Kinan seraya bergelayut manja di lengan Arka."Tidak apa-apa, Sayang. Kita berangkat sekarang?" tanya Arka disambut anggukan kepala Kemala. Ketiganya keluar dari rumah mewah mereka dan masuk ke dalam mobil yan
Rena bersorak gembira saat berangkat pagi itu ke kampus dan mendapati sosok Kinan yang muncul di kampus. Hanya saja, Rena merasa heran karena Kinan diantar oleh sopir dan mobil mewah yang berbeda dari sebelumnya. Namun dia memutuskan untuk tidak menanyakan hal itu pada Kinan. Rena lebih ingin mengekspresikan kebahagiaannya bisa melihat sahabatnya itu kembali. "Ya, ampun, Kinan ... aku kangen banget, tahu?" Rena memeluk Kinan erat-erat sampai-sampai Kinan sesak napas. "Jahat banget kamu, Kinan. Nggak ngabarin aku selama berhari-hari. Aku tuh khawatir, tahu. Mana suami kamu nuduh aku sengaja nggak mau kasih info kamu di mana lagi," gerutunya. "Mas Shaka nyari aku?" tanya Kinan begitu Rena menyebut suaminya. "Iya, dia sampai nyari kamu ke kampus loh. Trus mendesak aku kasih info kamu di mana. Aku kan emang nggak tahu kamu di mana. Masa dia nggak percaya."Kinan terdiam sejenak. Untuk apa Shaka mencarinya. Apa dia ingin mengatakan kalau dia sudah memutuskan untuk berpisah dengan diriny