"Aku baik-baik saja. Buktinya aku bisa mengangkat teleponmu sekarang. Kau tidak perlu mengadu pada Oliver karena walaupun kau keponakannya, aku ini istrinya. Tentu dia lebih percaya padaku," sergah Lena.
Hubungan Paman dan keponakan antara Oliver dan Vincent tidak sedekat itu. Ada sebuah sekat tak kasat mata membatasi mereka berdua. Terlebih mengingat apa yang pernah terjadi di masa lalu."Oh ya? Kau tahu seprotektif apa Oliver, sekalipun orang itu membual, jika menyangkut keselamatanmu Oliver pasti akan percaya."Lena menggigit bibir bawahnya cemas. Mau tidak mau, dia setuju dengan ucapan Vincent karena sudah banyak buktinya.Oliver adalah tipe lelaki yang akan melindungi wanitanya secara ugal-ugalan jika ada sesuatu yang buruk terjadi. Termasuk rela meninggalkan pekerjaan dan yang lain."Jangan bermain denganku, Vincent. Urus saja urusanmu sendiri!"Suara Lena bergetar karena geram. Berurusan lagi dengan Vincent adalah hal tePikiran Oliver menjadi tidak fokus sejak perubahan sikap Lena. Biasanya istrinya itu selalu ceria dan banyak bicara, tapi semalam Lena lebih memilih diam. Entah mengapa ia merasa ada sesuatu hal yang salah sedang terjadi. Saat sedang bekerja di kantor saja, pikiran Oliver selalu tertuju pada Lena. Hatinya selalu cemas sebab takut ada hal buruk yang akan menimpa istrinya. Tadi pagi ketika ingin berangkat ke kantor pun ia sedikit enggan, tapi ia tetap harus pergi karena masih memiliki tanggung jawab atas pekerjaannya. "Ck! Mungkin hanya pikiranku saja," gumam Oliver seraya menghela napas lirih. "Apa ada yang salah, Tuan?" tanya Sarah. Sejak tadi ia memperhatikan Oliver yang tampak gelisah dan tidak fokus dengan pekerjaan."Tidak ada," dalih Oliver. Sarah tak begitu saja percaya dengan perkataan Oliver. Ia menerka-nerka hal yang sedang dipikirkan oleh atasannya itu. Tiba-tiba tersemat sebuah senyum samar di bibirnya. 'Mungkinka
Setelah berhasil mengelabuhi para pengawal, kini Lena melajukan mobilnya menuju lokasi yang sudah dikirim Vincent. Wanita itu melajukan mobilnya cukup cepat, untung saja jalanan malam ini tidak terlalu ramai. Dengan begini dia bisa lebih cepat untuk sampai dan para pengawal tidak akan bisa mengikuti jejaknya.Lena harus fokus antara jalanan dan juga maps lokasi yang harus dia tuju. Dia sedikit menggerutu karena lokasi yang dikirim Vincent lumayan jauh, itu juga wilayah yang kurang dia tahu. Kelemahan seorang wanita adalah membaca maps, dan kali ini Lena harus mengalami hal itu.Dia yang terbiasa disupiri dan tinggal duduk manis, kini harus bersusah payah memahani jalur-jalur berliku yang ada di layar maps. “Ah, persimpangan! Aku harus ke mana ini,” gerutu Lena. Yang pada akhirnya dia memilih belok kanan, karena dia memiliki feeling kalau itu jalan yang benar.Tanpa ragu, Lena menyusuri jalan itu dengan tetap fokus dengan maps. Akan tetapi saat dia berjalan cukup jauh, Lena merasa kal
Vincent!!! Apa maksudmu melakukan hal itu, ha?!” Lena berteriak kencang hingga urat lehernya mencuat keluar. Matanya mendelik ke arah pria itu. Lena bangkit dan berlari ke arah pembatas kapal pesiar, berharap ia bisa membatalkan apa yang terjadi barusan. Namun, sia-sia belaka. Laut telah menenggelamkan ponselnya. Tidak ada sedikit pun jejaknya. Lena membalikkan tubuhnya dan melihat ke arah Vincent lagi dengan napas terengah-engah menahan amarah. “Apa yang aku lakukan? Aku tidak melakukan apa pun.” Vincent menjawab sambil menaikkan pundak tidak peduli. Suara dan wajahnya dibuat sepolos mungkin, seperti tidak ada rasa bersalah sedikit pun. Aksi Vincent itu justru membuat Lena murka. Wajah Lena sudah merah padam seperti kepiting rebus. Meski demikian, Lena mencoba menenangkan diri dengan menghirup napas panjang, membiarkan udara laut yang beraroma amis itu masuk ke dalam paru-paru lalu mengembuskannya perlahan. “Kamu membuang
Vincent kontan tertawa hingga kedua bahunya berguncang. Ditatapinya wajah Lena yang kala itu memerah murka."Aku tidak percaya kau begitu mudah dibodohi," ejek Vincent setelah tawanya mereda."Kau benar-benar sialan!" hardik Lena. Telunjuknya mengacung ke arah Vincent.Wanita itu marah dan kesal lebih kepada dirinya sendiri karena dengan mudah masuk perangkap. Seharusnya, dia menuruti rasa curiganya dari awal dan tidak memilih untuk datang sendiri ke sini. Kalau sudah begini, apa yang bisa Lena lakukan? Mengharap bantuan Oliver pun tidak mungkin mengingat sang suami tidak tahu ke mana perginya."Sudahlah, Lena. Mumpung kau sudah di sini, lebih baik nikmati saja apa yang ada," ujar Vincent. Berusaha mengajak Lena untuk duduk kembali.Namun, tentu saja Lena menolak. Wanita itu kukuh dengan posisinya sekarang."Tidak ada satu pun hal yang bisa kunikmati denganmu," decih Lena sinis."Ucapanmu sungguh menyakitiku."
Lena berteriak kencang saat pipi mulusnya mendapatkan tamparan dari Vincent. Pria bejat itu tak puas menampar Lena satu kali dan terus menerus melayangkan tangan besarnya. Sorot mata Vincent sangat menakutkan seolah siap mencabik-cabik tubuh Lena. "Wanita jalang sialan! Kau meremehkanku, HAH?!" Vincent tidak terima karena Lena meludahi wajahnya. Baginya itu seperti sebuah penghinaan. Dua belah pipi Lena memerah akibat tamparan kencang dari Vincent, tapi Lena sama sekali tak dapat mengeluarkan air matanya meski rasanya menyakitkan. Ia terus menatap tajam mata Vincent dengan penuh kebencian. "Berani-beraninya kau menatapku begitu? Apa kau sama sekali tidak takut padaku?" tanya Vincent tak habis pikir. "Untuk apa aku harus takut padamu? Dasar kau bajingan rendah," maki Lena. Ada penekanan intonasi di bagian kalimat akhirnya. "Bajingan rendah?" Vincent tiba-tiba saja tertawa terbahak-bahak setelah mendengar kata makian Lena. Ia geleng-ge
Oliver melajukan mobilnya dengan cepat, sebenarnya dia sendiri bingung harus mencari Lena ke mana. Lokasi istrinya sama sekali tidak bisa dia temukan, Oliver juga tidak mempunyai tebakan ke mana perginya Lena. Dalam hatinya, semoga saja Lena tidak pergi ke tempat yang membahayakan baginya dan juga calon bayi mereka.Karena pikirannya sudah sangat kalut, Oliver memilih untuk pulang terlebih dahulu. Dia ingin memastikan lebih dulu kalau Lena benar-benar tidak ada di rumah, siapa tahu saja istrinya itu sedang bermain-main dan bersembunyi disuatu tempat yang membuat semua orang tidak bisa menemukannya.Pria itu memacu mobilnya dengan cepat, dia tidak ingin membuang waktu lagi. Saat ini tujuannya harus bisa menemukan Lena dengan secepat mungkin.Sesampainya di rumah, Oliver memarkirkan mobilnya secara acak dan langsung berlari ke dalam rumah. “Lena!” teriaknya dengan lantang.Detik itu juga semua pengawal dan juga pembantu keluar, mereka berkumpul di r
Oliver berlari seperti kesetanan ke arah kapal pesiar setelah menemukan mobil Lena terparkir dekat sana. Ia yakin istrinya itu pasti ada di sekitaran tempat tersebut. “Kita berpencar sekarang! Temukan Lena secepatnya! Perintah Oliver kepada semua anak buahnya yang berjumlah sepuluh orang tersebut. Entah mengapa Oliver memiliki firasat yang tidak enak mengenai Lena sekarang. Dia harus lekas menemukan istrinya itu sebelum terlambat. Begitu Oliver memberikan perintah kepada anak buahnya, mereka langsung membagi diri menjadi dua tim. Satu tim pergi ke arah kanan sedangkan tim lain bersama Oliver pergi ke sisi sebaliknya. “Lena! Lena!” Oliver berteriak kencang memanggil istrinya. Berharap Lena mendengarnya dan memberikan balasan. Satu persatu ruangan di kapal pesiar tersebut digeledah oleh Oliver dan pengawalnya, tetapi semuanya sepi. “Ke mana penghuni kapal ini? Mengapa seperti tidak berpenghuni? Bukankah ini aneh, Tuan?” sahut
Sesampainya di rumah sakit, Lena langsung mendapat penanganan dari dokter dan perawat yang bertugas. Selama itu pula, tidak sedikit pun Oliver beranjak.Lelaki itu meremas tangannya dengan kalut. Mondar mandir di depan ruangan sembari menunggu hasil pemeriksaan. Lima menit menjadi terasa seperti lima tahun dalam kondisi tersebut.Ponsel yang disimpan Oliver di saku celana mendadak bergetar. Telepon masuk dari Esme pada saat yang tepat."Halo, Esme," panggil Oliver."Oliver, apa yang terjadi? Aku baru saja datang ke rumahmu dan pelayan bilang Lena hilang. Apa kau sudah berhasil menemukannya? Bagaimana keadaannya sekarang?" tanya Esme tanpa basa-basi. Dari cara bicaranya yang cepat dan terburu-buru, Oliver tahu wanita itu juga tidak kalah khawatir."Vincent pelakunya. Saat ini aku sedang berada di rumah sakit dekat pantai. Lena tidak sadarkan diri. Apa kau bisa ke sini sekarang, Esme?" tanya Oliver penuh harap."Bisa. Kebetulan ak