Amel tidak memahami maksud kata-kata Dimas itu. Amel berpikir bahwa maksud Dimas adalah Amel sudah mengenal tempat itu.Namun, hal tersebut wajar juga. Dimas baru saja tiba di kota ini dan langsung menikahi Amel. Kemudian, Dimas mulai bekerja untuk menghidupi keluarga. Oleh karena itu, dia sama sekali tidak punya kesempatan untuk keluar.Memikirkan hal tersebut, tiba-tiba saja Amel merasa sedikit bersalah.Amel berjalan ke sisi Dimas. Kemudian, dia meraih tangan Dimas dan berkata, "Ayo ikut aku membeli beberapa kebutuhan sehari-hari. Aku tahu ada tempat yang cukup luas, di mana kita bisa berbelanja sebentar."Amel mengajak Dimas pergi ke sebuah gedung pusat perbelanjaan terdekat, yang menjual berbagai macam barang.Yang terpenting adalah, kualitas barang-barang di sana sangat bagus.Amel ingin membeli barang kebutuhan sehari-hari untuk Dimas. Tentu saja mereka tidak boleh membeli barang dengan kualitas yang buruk.Sepuluh menit kemudian, Dimas berhenti di depan gedung pusat perbelanjaa
Untuk memastikan jika yang dilihatnya itu sungguhan, Yunita mengulurkan tangannya dan mencubit lengan Irfan."Ah!"Irfan berteriak."Kenapa mencubit saya?"Yunita bertanya pada Irfan, "Sakit, ya?"Irfan mengangguk dengan sedih.Yunita menjadi makin terkejut. "Ternyata bukan mimpi. Dia benar-benar sepupuku. Apa Keluarga Cahyadi sudah bangkrut? Nggak punya uang sampai sejauh ini, hingga meminta diskon 200 ribu?"Meskipun Yunita bercanda, jelas terlihat jika diskon yang diminta Dimas itu bukan untuk main-main. Dimas benar-benar melakukannya.Memikirkan hubungan antara bosnya dengan Amel, Irfan pun bertanya dengan wajah polos, "Nona Yunita. kenapa Nona datang kemari?"Yunita menatap Dimas dan Amel, kemudian berkata dengan acuh tak acuh, "Aku mencarimu, agar bisa menemukan sepupuku. Hanya kamu yang tahu di mana sepupuku, 'kan?"Meskipun yang dikatakan Yunita itu benar, Irfan hanya bertemu dengan Dimas pada saat dia melakukan inspeksi rutin pada toko-toko di dalam mal.Begitu tiba di Kota Na
Amel pertama kalinya melihat gaya belanja seperti ini.Baiklah, cukup ini saja dulu. Yunita melambaikan tangannya yang besar, meraih tangan Amel, lalu bergegas pergi ke kasir.Begitu alat pemindai kode batang berbunyi "tit-tit-tit", harga yang tertera di sana juga terus melonjak hingga ratusan juta.Melihat meja yang penuh dengan pakaian, Amel pun terdiam untuk sesaat.Harganya sangat mahal.Harga pakaian-pakaian itu cukup untuk menggaji Amel selama setahun."Halo, kamu ingin menggunakan kartu kredit atau memindai kode?" Melihat pelanggannya tersebut adalah orang kaya, kasir itu pun bertanya dengan lebih ramah."Sudah membeli begitu banyak pakaian. Tolong berikan potongan harga."Tanpa sadar, Amel langsung berkata seperti itu. Hal tersebut karena kebiasaan belanja Amel yang sudah bertahun-tahun, sehingga membuatnya terbiasa menawar.Senyum di wajah kasir itu membeku untuk sesaat. "Maaf, harga yang tertera pada semua barang di toko ini sudah jelas. Nggak bisa didiskon."Yunita sendiri j
"Lomba kekompakan pasangan ini sepertinya menarik."Pada saat itulah, Yunita memperhatikan Dimas.Dimas tinggi dan kurus. Saat ini, kepala Dimas tampak menjulur keluar di tengah-tengah kerumunan orang-orang, sehingga dia bisa melihat dengan jelas kegiatan di atas panggung.Papan reklame itu usang dan pembawa acara itu terlihat dadakan. Pembawa acara dadakan itu juga mengenakan pakaian yang mencolok.Dimas tampak marah dan kesal melihat semua itu.Semua itu terlalu asal-asalan menurut Dimas.Pada saat ini, Irfan, yang berada dalam bahaya, bersembunyi di belakang panggung. Dia menyeka keringat dingin di dahinya dengan hati-hati.Meskipun waktu yang diberikan Dimas sangat singkat, Irfan tetap mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik. Dimas pasti akan memujinya ketika melihatnya nanti.Di atas panggung, setelah musik yang meriah dimainkan, tiba-tiba saja pembawa acara mengangkat sebuah roda keberuntungan."Untuk merayakan Hari Valentine yang akan segera tiba, kami memutuskan untuk menggela
Amel tidak melihat kalimat yang diucapkan Dimas dengan jelas. Namun, dia menduga jika Dimas sepertinya mengatakan tentang kemenangan.Amel mengangguk dengan yakin.Tiba-tiba Amel memiliki kepercayaan diri.Saat suara pembawa acara terdengar, Amel membuka kartu pertama.Kue ulang tahun?Amel memberi isyarat yang sesuai dan Dimas dapat menebaknya dengan mudah.Babak kedua, babak ketiga ....Lima belas pertanyaan dan Dimas menjawab semuanya.Semuanya dijawab dengan tepat.Amel sendiri juga terkejut. Dia tidak menyangka jika mereka berdua ternyata begitu kompak.Setelah lomba kekompakan pasangan itu berakhir, Dimas berjalan ke sisi Amel. Saat ini, semua kontestan lain di atas panggung telah tersingkir. Semua orang menatap mereka berdua.Langkah selanjutnya adalah memutar roda keberuntungan.Saat Amel berjalan menghampiri roda keberuntungan, tiba-tiba saja pembawa acara mengeluarkan sebuah kotak undian dan berkata, "Silakan Ibu mengambil satu bola pingpong dari sini."Amel mengulurkan tanga
Kepala pusat perbelanjaan merasa sedikit terkejut. Dia menatap Irfan yang ada di depannya, lalu kembali mengalihkan tatapannya ke arah Dimas, "Pak Dimas, bukan apa-apa. Aku hanya berpikir ....""Sekarang adalah waktu pribadi dan ini juga bukan tempat yang sesuai untuk berbicara. Kalau ada yang ingin dibicarakan, kamu bisa mengirim pesan nanti. Aku adalah asisten Pak Dimas, tapi bukan berarti kita bisa membicarakan bisnis setiap saat."Sikap Irfan sangat serius. Kepala pusat perbelanjaan melihat Dimas yang ada di samping sama sekali tidak bicara, jadi dia tidak bisa melanjutkan pembicaraan.Dia tersenyum canggung, lalu mengangguk-angguk sambil menjawab, "Ya, benar."Amel merasa tertarik oleh percakapan mereka. Sekarang dia baru menyadari bahwa Irfan sudah berdiri di samping Dimas sejak tadi. Dia berpikir bahwa kepala pusat perbelanjaan seharusnya berbicara dengan Irfan.Amel langsung membagi bonus itu menjadi dua begitu dia menerimanya.Dimas pun bertanya dengan kebingungan, "Untuk apa?
Yunita jelas tidak mau menjadi pengganggu sendirian. Dia harus membawa Irfan juga.Saat mendengar ini, mulut Dimas berkedut.Setelah beberapa saat, sekelompok orang itu berjalan ke pasar. Tepat ketika Yunita ingin menarik Amel masuk, tiba-tiba Dimas meraih kerah baju Yunita dan langsung menarik wanita itu ke sampingnya.Amel menghentikan langkahnya. Dia menatap Yunita yang tiba-tiba berhenti dengan bingung.Dimas menatap Amel sambil tersenyum, lalu berkata dengan menggertakkan giginya, "Aku dan sepupuku akan pergi membeli camilan. Dia suka makan camilan.""Aku nggak suka!"Yunita segera membantah. Pengalaman selama bertahun-tahun memberi tahu Yunita bahwa mengikuti kakak iparnya adalah keputusan yang paling benar."Benarkah, desainer hebat Yunita?"Tiba-tiba, Yunita merasa bulu kuduk di punggungnya meremang.Yunita menggelengkan kepala dengan ekspresi putus asa sambil berkata, "Kak Ipar, aku bercanda. Kamu masuklah dulu, aku akan pergi bersama Kak Dimas untuk membeli camilan."Setelah
Pada saat ini, Dimas yang sedang dibicarakan tidak mengetahui hal ini. Dia bersama dengan Amel berkeliling pasar, melakukan tawar-menawar, lalu keluar dari pasar dengan membawa banyak tas belanja.Dimas menenteng semua barang belanjaan, sementara Amel berjalan di belakangnya sambil mengingat-ingat apakah ada barang yang belum mereka beli.Mereka keluar dari pasar secara beriringan, terlihat sangat harmonis.Yunita dan Irfan yang belum pernah melihat Dimas seperti ini sebelumnya, terlihat sedikit terkejut. Setelah Dimas dan Amel keluar dari pasar, Yunita dan Irfan mengikuti dari belakang.Saat Dimas tidak memperhatikan, Yunita mendekati Irfan, lalu bertanya, "Apa ... Kak Dimas selalu seperti ini akhir-akhir ini?"Irfan tidak mengikuti Dimas setiap hari. Selain itu, dia juga tidak memahami masalah pernikahan kedua orang itu. Dia menggelengkan kepalanya dengan ekspresi sedih di wajahnya sambil menjawab, "Aku nggak tahu, tapi Pak Dimas kelihatan menikmatinya."Melihat senyuman di wajah Dim