Lysia tersenyum canggung, dia langsung meraih tangan itu dan menjabatnya. "Saya Lysia, terima kasih atas bantuannya," ucap Lysia dan masih merasakan betapa mual perutnya. Rasanya seperti dikocok-kocok. Huwek … huwek …. Akhirnya Lysia pun tidak bisa menahannya lagi dan sampai muntah di hadapan Irfan. Irfan begitu terkejut dengan hal ini, dia pun merasa jijik dan yang lebih menyebalkan lagi adalah pakaiannya yang kotor terkena cairan menjijikan itu. Rasanya Irfan ingin murka, tapi dia menahannya dan tetap bersikap manis. Irfan memaksakan tersenyum, "saya rasa kamu tidak baik-baik saja, ayo biar saya bantu," ucap Irfan langsung saja menarik tangan Lysia. Lysia tidak ingin membiarkan Irfan menyentuhnya, dia pun mencoba untuk melepaskan genggaman tangan Irfan. "Ayo, biar aku bawa kamu ke rumah sakit," jelas Irfan sedikit memaksa. Lysia mulai merasa pusing dan pandangannya kabur. Akhirnya dia pun tidak bisa mempertahankan kesadarannya dan mulai lemas tidak sadarkan diri. "Target pi
"Aku tidak enak kalau harus tinggal disini," jelas Lysia. Mereka baru saja bertemu, mana mungkin Lysia akan membebaninya begitu saja. Tiba-tiba saja masuk pria yang mengenakan kemeja hitam dan jeans. Dia masuk tanpa mengetuk pintu dan membuat Irfan menatapnya dengan tajam. "Darry, ada keperluan apa?" tanya Irfan. Sebenarnya Irfan tahu apa maksud kedatangan Darry yang ingin menyampaikan misinya. Namun, dia berusaha untuk memberikan kode bahwa jangan berbicara hal itu di hadapan Lysia. Belum sempat Darry menjawab, Irfan pun langsung memperkenalkan Lysia. "Kenalkan dia Lysia, dia teman baikku," jelas Irfan. Memberikan kode kalau Darry harus bersikap ramah dan santai. "Oh, iya," Darry langsung saja menyodorkan tangannya, "kenalkan aku Darry, temannya Irfan."Lysia tersenyum dan mengangguk. "Eumpt Lysia, aku dan Darry akan keluar untuk menyelesaikan urusan, tolong kamu istirahatlah dulu jangan pergi kemana pun," suruh Irfan tersenyum, lalu beranjak dari tempatnya. Mereka berdua pun l
Garry sampai di sebuah tempat elit. Dia tiba di depan rumah mewah yang memang terkenal dengan keluarga terhormat. Garry mendengar kabar bahwa rumah mewah dan megah ini milik keturunan keluarga Brixian Dxel. Keluarga elit kelas satu yang ada di kota Larkspur. Garry pun mencoba untuk menuruni mobilnya sambil menggenggam ponsel. Ini memang titik terakhir IP address yang telah dia lacak. Garry pun menghela nafas gusar, "apa yang harus aku lakukan sekarang? " Garry tahu tidak akan mudah untuk memasuki rumah mewah itu. Dia pun yakin kalau sampai dia berbuat masalah dengan keturunan Brixian Dxel maka hidupnya akan hancur. Akan tetapi, dia ingin mengejar cintanya itu. Yaitu … Felysia Kirania. Walaupun dia sudah menikah, ada sesuatu yang meyakinkan Garry bahwa Lysia tidak betah dengan pernikahannya. "Lysia!" akhirnya Garry memutuskan untuk berteriak. Dia pun memberanikan diri untuk memencet bel pintu. Dia hanya akan mengecek kondisi Lysia saja, andai memang Lysia baik-baik saja maka itu
Bi Surti menyesal, kenapa dia malah membiarkan Lysia pergi sendiri tadi. Walaupun Lysia tidak pernah kabur, tapi akhirnya itu terjadi juga. Dan yang lebih mirisnya lagi, hal itu terjadi disaat Ivander menyerahkan tanggung jawab itu terhadapnya.Bi Surti pun merasa pusing, dia sedang bersama dengan kelompok bawahan Ivander untuk mencari Lysia keseluruhan kota. Namun, apa yang terjadi? Rupanya Bi Surti tidak menemukan petunjuk. "Bagaimana, Bi? Kita akan mencarinya kemana lagi?" tanya Devan. Bi Surti memandang keluar jendela, andai dia memberitahukan kepada Ivander tentang Lysia yang tidak ada. Mungkin Ivander bisa menemukannya dengan cepat. Namun, dia masih memikirkan konsekuensi yang akan dia dapat. "Kita akan mencari ke bandara saja," gumam Bi Surti tidak yakin. Mungkinkah Lysia sudah pergi ke bandara? Devan pun hanya bisa mengangguk, dia pun sama cemasnya dengan Bi Surti. Mereka tahu bagaimana keegoisan seorang Ivander. Dia pasti akan menghukum semua orang yang ada untuk melampia
Ivander sampai di rumah, dan dia duduk dengan kaki yang ditumpangkan. Dia bersandar serta menyesap sebuah nikotin yang dia rasa bisa membuat dirinya sedikit terhibur. Lalu, dia pun membuang puntung rokok itu dan menginjaknya di depan mata Bi Surti dan Devan yang tengah berlutut. Ivander tidak menghukum mereka berdua dan malah ingin mengintrogasi mereka sekarang. "Ceritakan bagaimana kejadiannya," perinta Ivander dengan suara yang mendominasi. Sedangkan David, dia sedang berdiri di belakang Ivander."Nyonya Lysia pergi pagi-pagi sekali dengan pakaian yang begitu rapi. Dia mengatakan bahwa dia akan pergi ke dokter untuk cek kesehatan seperti biasanya. Namun, dia rupanya tidak pulang sampai saat ini dan saya yakin kalau dia telah melarikan diri," terang Bi Surti dengan tubuh yang bergetar. Selama ini dia tidak pernah melakukan kesalahan dan selalu berhasil untuk hal apapun. Namun, dia sungguh takut Ivander akan murka karena Bi Surti sering sekali melihat Ivander menghukum orang yang
Dokter Fahmi menunjukan rekaman waktu hari ini. Memang tidak ada Lysia yang memasuki ruangannya. Namun, Ivander meminta agar Dokter Fahmi menunjukan rekaman dari arah pintu utama. "Dokter Fahmi, coba tunjukan saja rekaman seminggu ini dari pintu utama. Saya merasa aneh kalau rupanya dari Minggu lalu dia tidak datang kemari. Pasalnya saya juga melihat laporan medis yang dia bawa di rumah sakit ini," jelas Ivander sambil menatap layar monitor. Ivander memang melihat amplop pemeriksaan Minggu lalu, dia tidak berniat untuk melihatnya dan tidak peduli itu. Jadi, dia pun membiarkannya. Padahal andai Ivander melihatnya, maka dia akan tahu kalau Lysia sedang mengandung sekarang. Dokter Fahmi pun menuruti ucapan Ivander. Setelah beberapa saat, mereka bertiga pun melihat ada sosok Lysia yang memang memasuki rumah sakit ini. Ivander langsung saja melotot tajam ke arah Dokter Fahmi. Sedangkan dokter Fahmi begitu terkejut. Dia tidak mengira kalau memang Lysia rupanya pernah datang kemari, ata
Mereka semua pergi ke ruangan dokter Max dan duduk di mejanya. Dokter Max sudah kembali mengenakan pakaian jas putih dan berada di depan mereka. "Dokter Max, saya ingin menanyakan tentang pasien yang bernama Felysia Kirania, kenapa dia pergi menemui Anda?" tanya Ivander dengan terburu-buru. Dia begitu tidak sabar menantikan jawaban dari pertanyaannya. "Tuan Ivander, ada apa ini?" tanya Dokter Max, dia belum mengetahui kalau pasiennya adalah istri dari seorang yang berpengaruh di kota ini. "Dokter Max, tolong katakan saja yang sebenarnya!" tekan Ivander. David berdehem dan langsung menyambung pembicaraan. Dia tahu kalau tuannya ini tidak sabaran dan selalu bersikap arogan, "begini Dokter Max, nyonya Lysia adalah istri dari Tuan Ivander Brxian Dxel. Kami tidak tahu kalau dia sering datang kemari untuk memeriksa kandungan," jelas David. Pertanyaan Ivander sampai ambigu seperti itu gara-gara kepanikan yang terjadi di dalam dirinya dan David bisa melihat itu.Dokter Max tercengang, ru
Ivander begitu tidak sabaran. Dia segera merogoh saku celananya dan menatap layar ponsel yang ada di dalam genggaman. Matanya membola melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Kenapa harus saat ini Kylie menghubungi nomornya? Ivander pun akhirnya mengangkatnya dengan helaan nafas yang berat. "Ya ada apa, Mam?" tanya Ivander. Kylie pun terlihat begitu berbinar ketika mendengar suara sang putra. "Ivander, Mami tiba-tiba saja kangen dengan menantu. Dimana dia sekarang?" tanya Kylie. Ivander mengurut keningnya yang merasa pusing. Entah mengapa ibunya ini tepat sekali saat ingin menghubunginya? Firasat macam apa itu yang sampai tepat begini. "Mam, apaan sih? Langsung saja hubungi nomornya. Ivan lelah," jawab Ivander. "Kamu ini apaan sih Van kamu itu kok gitu. Ya sudah Mana nomornya?" tanya Kylie. Ivander terdiam, mana mungkin dia memberikan nomor ponsel Lysia yang sudah jelas ada ditangannya. "Mam Ivander beneran ngantuk. Lelah sekali diri ini Mah. Jadi, sudah dulu ya."Ivande