Rucita merasa Steve benar-benar tidak waras. Gadis itu syok bukan main saat pria bule dewasa memintanya untuk jadi istri kedua. Sampai pukul dua belas malam, Rucita tak juga bisa terlelap. Pertanyaan Steve begitu mengganggunya.
Ia sudah memiliki pacar, bukan sekedar pacar, tetapi calon suami dan tiga puluh delapan hari lagi akan segera menjadi suami sahnya. Lalu haruskah perkataan Steve mengganggunya? Apakah ini yang dinamakan ujian sebelum menikah? Rucita menatap ponselnya yang sepi hari ini. Arnan belum membalas pesan WA-nya sejak tadi pagi.
Entah apa yang terjadi dengan pacarnya itu, sehingga seharian ini ia tak disapa. Hal yang belum pernah dilakukan Arnan bahkan sejak awal mereka kenal.
Rucita memilih keluar dari kamar untuk mengambil air minum. Ekor matanya melirik kamar Steve yang sepi. Mungkin saja pria itu sudah tidur karena memang belum terlalu sehat.
Rucita meneruskan langkahnya ke dapur untuk mengambil air minum. Samar-samar
"Saya menganggap ucapan Pak Steve ini hanya lelucon," balas Tangguh sambil tertawa. Steve menoleh pada Rucita yang wajahnya menunduk malu. Gadis itu meremas tangannya dengan kuat karena begitu gugup."Saya serius dengan ucapan saya," kata Steve lagi dengan suara tegas. Bukannya merasa khawatir atau takut, Tangguh malah tertawa semakin keras. Pemuda itu menertawakan kekenyolan Steve yang ingin memperistri adiknya yang jelas-jelas akan menikah dengan orang lain sebentar lagi.Belum lagi masalah kejantanan Steve yang hitungan detik itu, pastilah Tangguh merasa ini adalah lawak yang paling membuatnya tak tahan untuk tidak tertawa."Kamu menertawakan ku, Tangguh? Aku rasa itu tidak sopan!" tegur Steve serius. Tangguh menghentikan tawanya, lalu menelan ludah dalam begitu mendengar suara Steve yang berat dan sangat serius."Maaf sebelumnya, Pak. Menurut saya ini lucu. Pak Steve sudah menikah. Istri Pak Steve juga cantik dan saya rasa tidak ada
"Mau sampai kapan Papa mau di kampung Tangguh? Kenapa tidak ingat pulang? Janji hanya dua hari dan ini hampir seminggu.""Aku sakit. Hari ini mungkin pulang. Tunggu saja.""Terserah deh!"Linda menutup ponselnya, lalu melemparkannya dengan kesal ke atas tempat tidur. Ia memejamkan mata sambil merasakan air mata yang mengalir perlahan di atas pipinya. Entah kenapa ia sangat kesal dengan Steve dan ingin sekali berteriak pada suaminya itu. Belum pernah Steve selama ini meninggalkannya di rumah hanya sendirian saja.Suaminya juga tidak mengirimkan kabar apapun jika ia tidak bertanya melalui pesan WhatsApp. Untunglah ada Tangguh yang menghibur dirinya yang kesepian. Hari ini seharusnya Tangguh dan Steve sudah dalam perjalanan pulang, tetapi karena Tangguh ada urusan sebentar, sehingga mereka baru kembali dari Garut lebih siang.Linda sudah menyiapkan makan sore untuk suaminya dan Tangguh, tapi sepertinya makanan itu akan terbuang
Tepat pukul sebelas malam, Steve dan Tangguh sampai di rumah. Perjalanan lebih lama karena macet cukup panjang di tol dikarenakan adanya truk pengangkut sayuran yang terbalik. Mereka juga sempat singgah di rest area untuk satu jam karena Tangguh mengeluh mengantuk.Linda membukakan pintu untuk suaminya sambil tersenyum manis. Steve membalas senyuman istrinya dengan enggan, lalu melayangkan satu kecupan di kening Linda.Ekor mata Linda melirik ke teras rumah, maksud hati mencari keberadaan Tangguh, tetapi pemuda itu sudah tak nampak di sana. Tangguh pasti sudah berjalan ke rumahnya.Linda masih harus bersabar satu hari lagi untuk dapat bercumbu dengan Tanggung. Sekarang ia harus fokus pada suaminya."Papa sudah makan?" tanya Linda berbasa-basi ketika Steve mengunci pintu rumah."Sudah, mau langsung mandi dan tidur," jawab Steve enteng. Pria itu masuk ke dalam kamar dan langsung menuju kamar mandi. Ia sama sekali tidak m
Ini sudah pukul lima sore, Tangguh belum juga pulang. Rumah dalam keadaan sepi karena Steve sedang ke kandang kuda. Linda uring-uringan karena ponsel Tangguh sedari siang tidak bisa ia hubungi.Ia sudah menyibukkan diri dengan memasak kue, membereskan rumah, bermain media sosial, tetapi tetap saja tidak bisa mengusir kesal dan sedih karena tidak bisa bertemu Tangguh. Ia merindukan pemuda itu, tetapi ia tidak bisa bertemu dengannya.Suara pagar dibuka, Linda berlari ke jendela berharap Tangguh-lah yang pulang, tetapi harapannya pupus, saat yang kembali adalah Steve dan juga Darwis; teman baik suaminya yang biasa membeli mobil rongsokan suaminya yang telah diperbaiki."Linda, ada Darwis, tolong buatkan kopi," seru Steve dari teras."Ya, sebentar," jawab Linda sambil memutar bola mata malasnya. Dengan gerakan lemas, Linda membuatkan kopi yang diminta suaminya. Setelah selesai ia langsung mengantarnya ke teras rumah."Apa kabar
Tangguh sudah ada di kota Bandung. Ia pergi ke sebuah toko onderdil mobil terlengkap di sana, sesuai dengan arahan Steve. Bertemu satu orang, kemudian dioper kepada orang lain lagi. Begitu terus hingga langit kembali petang.Pemuda itu terlihat kelelahan karena dua hari sudah ia berputar-putar mencari barang yang diinginkan Steve. Tangguh beristirahat sejenak di sebuah warung kopi di dekat terminal sambil menunggu mobil travel menjemputnya pulang.Bep! Bep!"Halo, Pak, maaf, barang yang dicari tidak ada. Wah, saya udah keliling Bandung, tapi gak juga ketemu.""Ya sudah, kamu pulang saja dulu. Besok baru cari lagi ke daerah Tanjung Priok. Kata teman saya di sana ada.""Oh, baik, Pak, saya sedang menunggu mobil travel sampai."Tangguh meremas ponselnya. Baru kali ini ia merasa Steve seperti sedang mengerjainya. Diminta ke sana-kemari tetapi barang yang dicari tidak jelas. Tangguh ingin sekali menelepon Linda, tetapi ia tidak berani
Tangguh terus bergerak cepat di atas tubuh kekasihnya, dengan tempo sama dan menggebu-gebu. Tenaganya seakan tak pernah habis, padahal ini sudah ronde kedua dan pemuda itu tidak sedang mengonsumsi obat kuat apapun.Tubuh keduanya sudah basah bagaikan diguyur hujan. Linda tak hentinya menjerit saat lagi-lagi ia mencapai puncak kenikmatan yang selalu disuguhkan oleh Tangguh lebih dulu. Ia selalu terpuaskan bahkan amat sangat terpuaskan.Tangguh mengambil napas panjang, mengentikan gerakan liarnya saat ia merasa Linda akan kembali sampai. Dengan tisu basah ia membersihkan Organ intim kekasihnya, lalu ia melemparkan tisu itu begitu saja di lantai.Tangguh bergerak naik. Kali ini bibirnya menyentuh puncak payudara kiri Linda yang sudah mengeras dan basah sejak daritadi. Ia mengulum seperti bayi yang kehausan. Membiarkan Linda menggumamkan namanya berkali-kali karena kenikmatan yang selalu mampu diberikan pemuda itu padanya.Payudara yan
"Heh, lantas, apa aku harus percaya ucapanmu?" Linda tertawa remeh. Ia tidak sangka sebuah pernyataan yang keluar dari mulut Tangguh membuatnya sangat merasa konyol."Apa saya pernah berbohong? Untuk apa? Sebentar." Tangguh turun dari tempat tidur. Berjalan dengan tubuh berotot polos untuk mengambil ponsel yang ada di dalam ranselnya. Ia membuka bagian galeri, lalu memberikannya pada Linda."Ini, mungkin dengan ini kamu bisa percaya, Sayang. Namun aku mohon, kamu jangan cemburu, atau aku akan benar-benar pergi!" Tangguh mengelak saat Linda hendak merampas ponselnya."Aku harus melihatnya, baru aku putuskan harus melakukan apa pada Steve." Tangguh memberikan ponselnya pada Linda. Wanita itu mendelik melihat sebuah foto di mana Steve dan wanita yang bernama Rucita tengah berciuman di dekat keranjang cucian."Jadi, Rucita menggoda suamiku?" Linda tertawa pendek, lalu menyerahkan kembali ponsel itu pada Tangguh."Sepertiny
Linda terbangun dari tidurnya yang sangat lelap. Tubuhnya masih terasa sangat lelah karena pertempuran sangat luar biasa semalam. Matanya terbuka, lalu kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri. Linda mencari sosok Tangguh di sampingnya, berharap pemuda itu memberikan ciuman selamat pagi dalam pelukannya. Namun hal itu tidak kesampaian.Di atas bantal tempat Tangguh semalam berbaring, Linda menemukan secarik kertas bertuliskan tangan. Wanita itu tersenyum saat tahu Tangguh yang meninggalkan pesan untuknya.Sayang, saya pulang ya. Pak Steve bisa khawatir dan curiga jika malam ini saya tidak pulang ke rumah. Lagi,n besok saya harus ke Tanjung Priok dan berangkat pagi. Semoga ada waktu bisa kembali berduaan walau diam-diam. Sepulang dari Tanjung Priok, saya akan ke hotel lagi. Tunggu ya.Linda tersenyum dengan sangat lebar. Ia bergerak turun dengan perlahan. Menikmati pagi hari yang bisa bermalas-malasan. Jika saat ini di rumah, pastilah ia sedang sibuk di