Share

Terkabulnya Doa Istri Pertama

Terkabulnya Doa Istri Pertama

Bab 3

Digerebek

"Sar, Mbak boleh minta tolong?" Sarah membuka obrolan setelah Sabrina menyelesaikan sholat Maghribnya.

"Katakan saja, Mbak! In Syaa Allah, aku siap." Sarah pun menceritakan tentang provokasinya pada ibu-ibu di sekitar rumah Hendrik.

"Mbak boleh tolong gak, kamu ke sana untuk memastikan penggerebekan itu. Mbak gak mungkin ke sana." Dengan penuh harap, Sarah memberikan alamat dan nomor orang-orang yang sekiranya diperlukan dalam misi kali ini.

****

Malam telah datang menjelma menjadi kegelapan. Sabrina pergi ke komplek tempat tinggal Hendrik menggunakan tunggangan roda empat mewah hasil kerja kerasnya selama bertahun-tahun dari Negeri Ginseng.

Dengan langkah mantap, matang dan licik, ia mendatangi RT setempat. Laporan penuh bumbu provokasi pun ia sertakan agar bisa memberikan hukuman pada musuhnya kali ini.

"Hah, yang betul, Mbak? Mbak jangan bohong apalagi sampai fitnah orang. Itu gak baik, Mbak!" sanggah Pak RT tidak percaya dengan laporan Sabrina.

"Saya tidak bohong, Pak! Apakah wajah saya ini ada tampang tukang fitnah dan bohong?" Pak RT terdiam mengikuti instruksi Sabrina.

"Selain itu saya punya bukti pengakuan istri sahnya. Orang-orang pun sudah tahu hal itu." Sabrina sodorkan HP canggih terbaru miliknya.

Pak RT pun mendengarkan dengan seksama pengakuan Sarah yang penuh kesedihan dan kekecewaan serta menyayat hati bagi siapapun yang melihatnya.

"Kalau bapak masih tidak percaya juga, silakan buktikan omongan saya ini. Mereka pasti saat ini sedang melakukan hal yang iya-iya. Apakah bapak ingin komplek ini menjadi kotor dan kena bala?" Sabrina kembali menyakinkan Pak RT, sekilas Pak RT menghela napasnya. Sungging senyum pun hiasi wajah Sabrina, sedikit lagi umpannya berhasil.

"Mbak tenang saja! Kami juga tidak ingin itu terjadi."

Pertemuan itu pun selesai, keduanya berpisah. Sabrina pun menemui ibu-ibu yang sempat diprovokasi oleh Sarah.

Sedangkan Pak RT akan memulai eksekusi dengan mengumpulkan orang banyak. Sebelum penggerebekan terjadi, Pak RT bersama dua orang lainnya mengintai rumah Hendrik untuk mengkonfirmasi apakah benar yang dikatakan oleh Sabrina.

"Ssshhhh!! Enghhh" Desahan demi desahan serta lenguhan sangat menodai telinga Pak RT dan dua orang lainnya begitu sampai di depan rumah Hendrik.

"Gila! Bener kata Mbak itu tadi. Bisa-bisanya dia melakukan hal tak berguna macam ini. Ayo kita tunggu yang lainnya, setelah mereka datang kita gerebek." Pak RT pun merogoh celananya untuk mengambil HP miliknya lalu menghubungi orang-orang untuk segera datang.

Tak berselang lama, orang-orang suruhan Pak RT pun datang. Mereka berbondong-bondong dengan penuh amarah, kesal, sekaligus benci. Nampak di wajah mereka merah membara.

Dok! Dok! Dok!

"Hendrik! Keluar kamu, Hendrik!" Tanpa aba-aba, salah seorang warga menggedor-gedor pintu rumah seraya berteriak kencang.

Sementara di luar penuh kemarahan, di dalam Hendrik begitu menikmati kegiatannya sehingga sama sekali tidak mendengar apapun yang terjadi. Bahkan, mereka berdua semakin menjadi.

"Gila malah makin menjadi aja tuh kebo," kesal salah satu warga. Mereka kesal karena gedoran dan teriakan pertama sama sekali tidak membuahkan hasil, malah harus mendengarkan hal yang semakin menjijikkan.

"Udah dobrak aja! Nunggu dia dengar malah udah kelar. Kita gak punya bukti ntar," ucap Pak RT menengahi.

Keramaian yang tercipta mengundang perhatian tetangga sekitar. Mereka yang tidak disuruh Pak RT untuk datang pun menjadi berduyun-duyun penasaran apa yang terjadi.

"Satu, dua, tiga!" Brakkkk!!!!!

Seperti sudah profesional dan terorganisir padahal serba mendadak, warga bergerak cepat mendobrak lalu masuk rumah Hendrik dengan mengendap-endap. Mereka bersiap untuk berpencar menyisir setiap ruangan. Tak lupa, di setiap rombongan ada kamera yang siap merekam.

Namun, belum sempat berpencar, aksi dua manusia tak bersehelai benang itu tertonton nyata di depan mata warga. Kedatangan mereka yang mendadak, membuat Hendrik dan Novi gelagapan serta kalang kabut.

Spontan, mereka berdua menghentikan aksinya dan segera memunguti pakaian yang berserakan di ruang tengah. Mereka menyambar apa saja agar bisa menutupi tubuh polos masing-masing.

"Arak kebo ini! Permalukan mereka!" Belum sempat menutupi tubuh, masing-masing tangan Hendrik dan Novi sudah dicekal warga di sisi kanan dan kirinya

"Apa-apaan kalian ini! Siapa kalian yang seenaknya masuk rumahku? Lepas!" Hendrik berontak, berusaha melepaskan cekalan warga di lengannya. Langkahnya itu diikuti Novi. Warga yang tak mau rugi, semakin mempererat cekalan itu.

"Diam, kamu Hendrik! Kamu yang apa-apaan? Ngapain kamu berzina di rumah ini dan di mana Sarah?" Pak RT yang diam sejak pintu didobrak, akhirnya buka suara.

"Aku gak berzina, Pak! Dia istriku dan aku sudah menceraikan Sarah," jawab Hendrik seraya kembali berusaha melepaskan cekalan. "Lepas! Kalian tidak bisa seenaknya main masuk rumah orang. Mau ku laporkan polisi? Hah! Dan apa kamu rekam-rekam?" Hendrik murka untuk menutupi rasa malunya.

"Bohong! Jangan percaya, Pak RT! Itu hanya akal-akalannya saja biar gak diarak. Kalau benar, mana buktinya?" sahut warga lain yang mulai tak sabar. Ditanya bukti, Hendrik tiba-tiba berwajah pias. Lidahnya menjadi kelu dan kaku tak bisa menjawab.

"Iya, betul itu! Mana buktinya? Udah, gak usah lama-lama, langsung diarak saja!" tuntutan warga lainnya itu membuat lutut Hendrik lemas, kemurkaan yang tadi sempat menguasai dirinya kini telah hilang.

"Tunggu! Aku punya buktinya. Lepaskan!" Novi yang tak punya malu dan diam sedari tadi , akhirnya bersuara. "Lepaskan! Bagaimana aku bisa mengambilnya?" Warga dengan tak rela melepaskan cekalan di tangan Novi.

Lepas dari cekalan, Novi tak segera beranjak. Ia memungut pakaiannya terlebih dahulu. Lalu, masuk ke kamarnya diikuti dua orang yang tadi mencekalnya.

"Ini kan yang kalian cari? Aku punya dan tolong keluar dari rumah kami!" Novi menyerahkan HP pada Pak RT dan warga segera melihatnya.

"Haha! Hanya ini?" tanya remeh salah satu warga yang sedari awal paling getol, Novi mengangguk dengan tangan bersedekap bangga.

"Kalian pikir kami percaya? Bisa jadi ini editan, agar kalian leluasa berzina. Udah, gak usah pikir panjang. Segera arak sekarang!" Kebanggaan Novi lenyap, ia tak menyangka jika warga tidak percaya dengan foto pernikahannya.

Warga pun segera berbondong-bondong menggiring Hendrik dan Novi ke jalanan. Warga yang sudah menyiapkan kalung tali rafia berbandul kardus bertuliskan "Aku Pezina" segera mengalungkan ke leher Hendrik dan Novi.

Bersyukur, warga masih punya hati untuk memakaikan celana bokser untuk Hendrik. Sepanjang jalan, walaupun Hendrik tercekal di sisi kiri dan kanan, ia sama sekali tidak terima. Ia meledak-ledak penuh kemarahan dan sumpah serapah serta umpatan dilontarkan kepada siapapun yang sudah berani mempermalukan dirinya dan Novi.

"Udah, gak usah marah gitu. B ajalah! Orang salah kok gak mau mengakuinya. Ah, aku lupa. Begitulah kalau pezina." Ledekan salah satu warga yang melayani umpatan dan kemarahan Hendrik mendapatkan dukungan dan sorak sorai dari warga lain.

"Bagus, aku suka cara kerjamu!"

"Haha, masalah kecil ini mah!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status