Seruan lain pun terjadi begitu mendengar teriakan panik Jeanne. Namun tidak ada yang beranjak dari tempat mereka berdiri.Itu malam hari yang dingin.Masuk ke dalam air dengan udara seperti ini, sama saja mencari mati. Mereka semua tidak punya nyali sebesar itu untuk masuk ke dalam air yang bisa membekukan mereka.Di dalam kolam, Elara dengan panik menggerakkan tubuhnya sekuat tenaga. Berusaha untuk mencapai ke permukaan.Namun tak peduli berapa kali ia mencoba, berapa kuat ia mengeluarkan tenaganya, tubuhnya tidak kunjung bergerak ke atas. Yang terjadi justru sebaliknya, permukaan kolam renang terlihat semakin jauh dari gapaian tangannya.Entah berapa banyak air tertelan. Kerongkongannya sakit, tenggorokannya perih, mata terasa amat pedih untuk terbuka. Setiap sendi dalam tubuhnya mulai terserang rasa nyeri dari temperatur rendah dan dingin yang menggigit.Elara mulai putus asa.Gerakan tangannya kian lemah dan tepat ketika ia nyaris kehilangan kesadarannya, ia melihat seseorang menye
Kedua mata Jeanne melebar dan tak berkedip, dengan mulut membuka.“Bukankah itu… orangnya…” gumam Jeanne takjub.Sosok tinggi dengan tubuh proporsional masuk ke dalam ruang perawatan. Ia hanya melirik sekilas pada Jeanne dan langsung menghampiri brankar tempat Elara terbaring.“Bagaimana keadaanmu?”“Ah…” Jeanne lagi-lagi mengesah tanpa sadar.Suara pria itu begitu dalam dengan tekanan berat namun memberikan sensualitas tinggi. Padahal itu hanya dua kata simpel.“Arion..” Elara memandang bingung pada pria yang baru datang itu.Jeanne mengerjap lalu beralih cepat pada sahabatnya. “Kalian saling mengenal? Kau mengenal orang yang menyelamatkanmu ini?” Ia benar-benar terkejut.Semalam, saat Elara diangkat keluar dari kolam dan dibopong pria itu, Jeanne dengan panik mengikuti dan terus bertanya dengan berisik.Pria itu lalu mengatakan akan membawa Elara ke rumah sakit terdekat, untuk menghentikan Jeanne lebih panik.Jeanne tidak bisa melihat dengan jelas rupa pria itu, karena saat itu wajah
“Selamat menikmati sarapan Anda, Nona Muda,” Seorang pelayan hotel membungkuk setelah mengatur penataan peralatan makan dan juga hidangan mewah untuk sarapan Isabelle.Isabelle mengulurkan tangannya dengan lembut sambil tersenyum ramah pada pelayan itu.Sang pelayan mengambil uang dari tangan Isabelle dan matanya sedikit membesar begitu melihat lembaran dolar yang diberikan nona muda kaya itu pada dirinya.Nona muda kaya itu memberi lima kali lipat dari tips yang biasa diberikan tamu lainnya. Betapa murah hatinya!Buru-buru pelayan itu membungkuk hormat dan penuh terima kasih.“Tidak apa. Saya suka pelayanan mu sejak kemarin,” ujar Isabelle dengan senyum menawannya lagi.“Terima kasih, Nona. Jika Nona Muda memerlukan bantuan saya, Nona bisa panggil saya.”“Tentu. Saya akan mencarimu jika membutuhkan sesuatu,” Isabelle mengangguk dan pelayan itu pun keluar dari suite yang ia tempati.
“Sudah semua?”“Ya. Aku tidak membawa barang apapun. Bahkan tidak sadar saat dibawa ke sini,” Elara menjawab pertanyaan Jeanne.Jeanne merapikan pakaian kotor Elara dan memasukkannya ke dalam tas kecil milik Jeanne. Elara memang telah diizinkan untuk keluar rumah sakit, karena tidak ada luka serius.“Apa kau yakin tidak menginap dulu di tempatku?” Jeanne menawarkan lagi bantuan pada Elara. “Atau aku menginap di tempatmu?”“Itu tidak perlu, J. Aku akan baik-baik saja. Selain terlalu banyak menelan air lewat hidung, tidak ada yang perlu dikhawatirkan sama sekali,” tolak Elara.Mana bisa ia membiarkan Jeanne menginap di tempatnya tinggal sekarang? Untuk memberi tahu tempatnya pun Elara sungguh tak mau. Ia belum siap Jeanne mengetahui dirinya telah menikah.“Tetap saja aku khawatir, El. Kalau kau enggan tidur di tempatku, biar aku menemanimu. Ok?”“Tidak per--”“Tidak perlu. Aku yang akan mengawasinya.” Ucapan Elara terpotong oleh suara berat dan rendah Arion.Pria itu masuk ke dalam ruan
“Apa maksudmu?” Elara mengernyit kesal.Ia sudah tidak ingin berurusan lagi dengan Dianne. Ia belum membuat perhitungan dengan mantan sepupunya itu, tapi Dianne sudah menghampirinya lagi.Tidak akan ada hal baik jika berurusan dengan gadis satu ini.Begitulah pikiran Elara.Dan mungkin ini hanya akal-akalan Dianne lagi untuk melakukan membuatnya mengalami kondisi sial.“Sudah dua hari ini aku diikuti dan semalam aku dihadang oleh mereka! Lihat!” Dianne menunjukkan lebam di sekitar tangan lalu lehernya.“Mereka menarikku dan mencekik leherku!” Elara memang bisa melihat rona kebiruan di sekitar pergelangan tangan kiri Dianne juga di leher gadis mantan sepupu tirinya itu.“Sebentar,” Elara menyipitkan matanya. “Bagaimana kau tahu orang itu berhubungan denganku?”“Mereka menyebutkan soal pemukulan Henry sebelumnya! Yang membuat putra keluarga Wycl
Elara mematikan ponsel dan menyimpannya kembali ke saku celana.Ia bergegas menghentikan taksi yang terlihat di depan dan memasukinya dengan tergesa.“Chiltern Road Pak,” tukas Elara begitu duduk di jok belakang supir.Taksi pun berlalu dengan kecepatan standar.Elara menghela napas dan melirik jam tangan. Ia lalu menyandarkan kepalanya. Semalam ia sengaja pulang larut, menghabiskan waktu di tempat Jeanne.Namun saat ia pulang, Arion ternyata belum kembali. Ia memang ingin menghindar dari Arion, sebelum ia bertemu Dianne dan mencari tahu soal kecelakaan neneknya tempo hari.Entah jam berapa, Elara mendengar Arion kembali ke apartemen dan itu sudah sangat larut. Ia memang mendengar suara ketukan di pintu kamarnya, namun Elara sengaja tidak menjawab.Arion pun kembali ke kamar, menyangka Elara telah terlelap.Pagi tadi, sebelum Elara keluar kamar, ia mendengar ketukan lainnya di pintu. Namun lagi-lagi Elara berpura ma
“Kenapa diam?” Rahang Elara terlihat mengeras.“Aku tidak ada kaitannya dengan itu.” Arion menjawab Elara. Nadanya masih terdengar santai --meski tubuhnya juga masih menegang.“Katakan dengan terus terang. Apa kau menipuku?”Arion tidak langsung menjawab. Ia berjalan melalui Elara dan duduk di sofa.“Jawab aku! Apa kau menipuku?!”Arion mengabaikan Elara. Tubuhnya yang bergerak karena beberapa langkah yang ia ambil, menjadikan pria tampan itu sedikit melepas ketegangan.“Kita bicara sambil duduk,” ujar Arion lalu menepuk bantalan sofa di sampingnya.Dengan enggan Elara mendekat, namun ia tidak duduk di samping Arion, melainkan mengambil tempat di sofa tunggal di sebelah sofa yang ditempati pria tampan tersebut.“Jarakmu terlalu jauh,” Arion sempat menggoda.Namun Elara tidak mengendurkan tatapan tajamnya pada sang pria. “Jawab saja pertanyaanku
Wajah Jeanne terlihat terkejut saat membuka pintu dan melihat sosok Elara di sana –dengan ransel di punggungnya lagi.“Apa yang terjadi?” Ia sungguh bingung melihat wajah kusut Elara. Tepatnya, terlihat memerah karena marah.“Apa koperku masih di sini?”“Ya tentu, aku simpan di kamar. Ada apa?” Jeanne membuntuti Elara menuju kamar dirinya. “Itu, di bawah ranjangku,” tunjuk Jeanne saat mereka tiba di dalam kamar.“Aku hanya butuh beberapa barang milikku di sana.” Elara meletakkan ransel di punggungnya ke atas karpet lantai, lalu membungkuk dan menarik koper miliknya yang ia titipkan di rumah Jeanne tempo hari.Ia memang belum mengambil koper itu, karena tidak berpikir akan tinggal lama bersama Arion.Terbukti saat ini, ia memang harus keluar dari apartemen itu.“Penipu!” desis Elara geram. Tangannya dengan kasar membolak balik lipatan pakaian di dalam koper.“Hah? Apa? Siapa yang penipu?” Tentu saja Jeanne kebingungan.Ia terus menatap sahabatnya dengan sorot mata meminta penjelasan. “A