"Ma, aku sangat cepek menjalanin semua ini," ucap Indah dengan air mata yang jatuh berderai.Mama Reni mendekati Indah duduk di sofa dan menggenggam tangan menantunya sangat erat untuk menenangkannya. Tampak air mata juga menetes dari sudut matanya. Dia tidak tahan melihat menantunya seperti ini."Apa kamu mau liburan? Kita pergi bertiga dengan Nia?" tanya Mama Reni.Indah tak menjawab pertanyaan mama Reni hanya air mata yang terus membasahi pipinya, hanya air mata yang bisa gambarkan perasaannya saat ini. Melihat sang Mimi menangis, Nia ikut terisak."Mimi kenapa? Mimi sakit?" tanya Nia dengan terisak karena menahan tangis."Sayang, Mimi tak sakit. Hanya lelah saja, sayang," jawab Indah."Kalau Mimi lelah, biar aku pijat," ucap Nia. Dia lalu memijat lengan Indah."Indah, jika ada yang kurang kamu suka dari sikap putra Mama, kamu katakan saja. Biar Mama yang nasehati." Kata Mama Reni."Ma, aku mau tidur. Capek," ucap Indah. Dia masih belum mau membahas mengenai Rudi."Indah, Mama moho
"Jangan kurang ajar kamu Indah. Apa karena sekarang kamu sudah menikah dengan Rudi berani melawan Ibu. Ingat ... kamu itu dinikahi hanya untuk menggantikan posisi Mita. Jangan sombong!" ucap Ibu Rahma dengan sedikit emosi."Aku mau bertanya sama Ibu, apa aku ini anak kandungmu atau bukan? Di mana letaknya kurang ajarnya saya Ibu?. Mengenai posisi aku di rumah Rudi, aku juga sadar jika hanya sebagai baby sitter Nia. Aku sengaja ibu tumbalkan hanya untuk kepentingan dan kesenangan Ibu, tanpa berpikir perasaanku. Ibu hanya takut melepaskan keponakan kayamu itu!” ucap Indah dengan penuh penekanan.Mendengar kata-kata Indah, Ibu Rahma makin emosi. Dia mengangkat tangannya ingin menampar pipi gadis itu. Namun, tangannya ditahan Rudi. Ternyata pria itu dari tadi mendengar dan melihat semuanya. "Kenapa tak jadi? Tampar ... tampar aku seperti biasa Ibu lakukan sama aku sejak kecil. Apa Ibu malu di lihat Rudi perlakuan mu kepada aku? Kalian berdua sama saja. Kalian telah berhasil menghancurkan
Pada sore harinya Indah di ijinkan pulang oleh Dokter. Indah pulang bersama mama Reni dan Nia, mereka berempat pulang. Ibu Rahma akan di kabarin kalo Indah sudah mencampai rumah baru dikabarin kalo Indah sudah pulang dari rumah sakit.Mama Reni secara pribadi meminta Rudi untuk tidak mengabarin Ibu Rahma kalo Indah udah mau pulang dari rumah sakit setelah mendengar cerita dari Rudi tadi. Mama Reni tidak habis pikir, kenapa seorang ibu bisa setega itu berkata kasar pada putrinya yang sedang berduka dan sakit.Indah heran melihat perubahan di dalam rumah Rudi. Tak ada lagi foto pernikahan pria itu dengan Mita. Hanya ada foto Nia dan suaminya itu. Memasuki ruang keluarga terpasang foto pernikahan mereka. Walau tidak sebesar foto pernikahan Mita, tapi itu juga sangat indah untuk dilihat. Sederhana seperti yang Indah suka.Rudi langsung menggendong Indah dan mendudukkan di sofa. Nia langsung naik ke sofa dan duduk di samping miminya. Mengecup seluruh bagian di wajah gadis itu dengan semang
Di taman belakang rumah Rudi, Indah sedang berlatih berjalan seperti semulah sebelum kecelakaan. Dia telah bisa berjalan tanpa bantuan kursi roda lagi. Setelah lelah latihan melangkah, dia duduk di bangku biasanya dia melukis. Pandangan gadis itu tertuju ke taman bunga.Di sana dia melihat tak ada lagi bunga yang sempat dia tanam kembali. Telah berganti dengan bunga yang baru. Indah menarik napas dalam. Dia teringat kejadian malam itu. Air mata Indah kembali jatuh membasahi pipinya. Dia teringan akan Dikcy."Sekarang kau pasti bangga karena di bela Rudi," ucap Ibu Rahma. Entah sejak kapan ibu Rahma sampai di rumah itu. Dia tampak tidak baik-baik saja. Terlihat dari raut wajah yang cemberut.Indah hanya diam tak menjawab ucapan ibunya. Bukannya ingin menjadi anak durhaka. Justru dia takut akan mengeluarkan kata-kata pedas jika menjawab kata ibunya."Ingat Indah, jangan pernah lagi kau meminta cerai. Bersyukur Rudi mau menikahi gadis seperti kamu. Yang entah bagaimana kelakuan kamu sela
Sebelum Ibu Rahma memgatakan ini, Indah telah memikirkan ini sebelum ibunya mengatakan kebenaran, tapi tetap menyakitkan mendengar ucapan bahwa dia bukan anak kandung Ibu Rahma langsung dari mulut sang Ibu."Katakan sekali lagi, Bu. Jadi benar aku ini bukan anak kandungmu? Jadi selama ini kamu perlakukan aku seperti ini emang aku bukan anak kandung Ibu?" tanya Imdah dengan suara gemetar."Aku tak tahu ... kenapa kalian jadi menyerangku? Apa aku salah mempertahankan rumah ini? Bukankah Rudi membelinya untuk Mita? Bukanya Rudi membeli Rumah Ini untuk Mita?" Ibu rahma bertanya dengan nada sedikit emosi. Sepertinya dia berusaha mengalihkan pembicaraan."Rahma, apa maksud ucapanmu tadi? Jadi Indah ini bukan anak kandungmu? Jawab dengan jujur," tanya Mama Reni dengan suara pelan, sepertinya dia menahan emosinya."Kalian mau tahu juga kebenarannya? Dan kamu Indah, apa tidak akan menyesal setelah tahu semuanya?" tanya Ibu Rahma.Indah menarik napas berat. Dan membuangnya lagi. Dia mencoba men
Rudi masuk ke kamar setelah mamanya pamit pulang. Dia telah memutuskan akan tetap pindah dari rumah ini. Itu juga yang disarankan mama Reni. Jika memang Ibu Rahma tak mengizinkan rumah ini di jual, biar di carikan orang untuk menjaganya.Mama Reni dan Rudi tidak membahas mengenai kenyataan jika Indah hanya anak dari selingkuhan bapaknya yang merusak hubungan keluarganya Ibu Rahma, mereka tak mau menghakimi sebelum tahu semua kebenarannya.Rudi melihat istrinya yang tidur dengan posisi meringkuk. Dia naik ke ranjang dan melihat masih ada sisa air mata di pipi sang istri. Dia lalu menghapusnya. Entah mengapa dia merasa kasihan melihat Indah yang selalu saja menangis. Matanya selalu berlinang air mata.Tubuh Indah terlihat jauh lebih kurus dari pertama mereka menikah. Rudi memeluk pinggang istrinya itu agar merapat.Indah membuka matanya. Melihat Rudi, air matanya kembali menetes. Dia ingin berbagi kesedihan dengan suaminya. Tapi takut tidak ada tanggapan dari suaminya. Indah saat ini bu
Rudi meraih ponselnya dan menekan tombol biru untuk menerima pangilan. Menerima panggilan orang kepercayaannya itu. "Besok pagi kita bertemu di kafe biasanya. Aku sudah pulang ke rumah," jawab Rudi. Setelah itu ponsel kembali di tutupnya. Dia kembali fokus untuk menonton televisi menemani Indah dan Nia. Nia dan Indah begitu nikmatnya menyantap brownies yang dia beli. Mereka sambil bercanda dan nonton televisi. "Bagaimana kakinya kamu? Apa sudah bisa digerakkan secara normal?" tanya Rudi kepada Indah yang lagi asik makan brownies sambil bercanda sama Nia. "Sudah, Mas. Sudah jauh lebih baik. Aku sudah kuat berjalan walau belum sanggup laju seperti biasanya," jawab Indah yang masih asik makan brownies. "Syukurlah. Pasti sebentar lagi akan kembali normal," jawab Rudi. Indah memandangi suaminya dengan intens. Sepertinya ada yang ingin dia katakan kepada Rudi. Rudi yang merasa diperhatikan menatap balik sang istri. "Ada yang ingin kamu katakan?" tanya Rudi. "Mas, apa aku boleh ke ku
Rudi melangkah dengan perlahan menujuh kuburan sang istri tercinta, Mita. Saat dia melangkah dia menggendong Nia yang sudah berumur tiga tahun, kuburan sang istri berlokasih di pinggir kota, dan di kelilingi oleh perpohonan yang sangat rimbun. Sinar matahari susa masuk menyinari kuburan itu karena terhalang olah perpohonan di sekitar kuburan sang Istri. Dia berjalan sambil menahan rindu sama istri tercintahnya.Rudi menarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan diri saat sampai di makam Mita. la meletakkan bunga mawar putih di atas batu nisan yang terletak di tengah-tengah lapangan hijau dan tertutup oleh rimbunnya pohon. Nia memandangi makam tersebut dengan pandangan bingung di wajahnya. Nia masih belum mengerti apa dan dia belum perna bertemu sang ibunya secara langsung karena sang ibu meninggal sesaat melahirkanya.Indah juga ikut meletakan bunga yang dia beli tadi. Walau pun mereka kurang akur, dia tetap menyayangi kakaknya itu. Indah selalu mengangap sang kaka seperti kaka kandungn