Olivia hanya bisa terduduk pasrah di dalam sebuah kamar tempatnya dikurung. Gadis itu tidak bisa kabur atau pun menghindar lagi sekarang. Pintu kamar itu dikunci dari luar, dan tidak ada jendela sama sekali di kamar itu.
“Ya Tuhan … kenapa jadi begini?” lirihnya pada keheningan. Ayahnya dengan tega menjadikannya alat pelunas utang, dan Olivia tentu tak punya uang tiga miliar untuk menebusnya. Tidak ada yang bisa Olivia lakukan lagi selain menunggu dan menerima. Hari ini, ia akan menjadi istri dari pria yang tidak ia ketahui sama sekali seperti apa rupanya. Meski begitu, Olivia berharap bahwa calon suaminya bukanlah pria seburuk ayahnya. Gadis berusia 25 tahun itu tidak ingin hidup seperti ibunya yang tidak bahagia karena menikah dengan pria kasar seperti ayahnya. Sejak dulu impiannya adalah memiliki keluarga yang bisa mencintainya sepenuh hati dan menerima dirinya apa adanya. Namun, impian itu tampaknya terlalu muluk. Para pelayan tiba-tiba datang memasuki kamar Olivia, dan tanpa basa basi mereka dengan segera menyiapkan semua keperluan yang akan Olivia gunakan selama acara pernikahan berlangsung. "Nyonya, gadis itu ada di dalam kamar ini." Ucapan itu membuat Olivia menoleh pada seorang wanita yang baru saja masuk ke dalam kamar. Suasana langsung hening dan terasa mencekam, membuat Olivia merasa gugup. Wanita dengan penampilan anggun dan angkuh ini pastilah Nyonya Besar. “Jadi kau yang akan menjadi menantuku?” tanya Nindi dengan nada sinis. Raut wajahnya tampak jijik melihat Olivia yang tengah dirias. “Sa-saya Olivia ….” Nindi berdecak kesal, lalu dengan segera keluar dari kamar itu tanpa membiarkan Olivia berbicara lebih banyak. "Menyedihkan! Aku tidak sudi mengantarmu ke gereja!” Olivia hanya bisa menunduk dan memandang kepergian Nindi dengan hati terenyuh. Bagaimana kehidupan pernikahannya nanti … Olivia tidak bisa membayangkannya. Apa gunanya menikah apabila tak ada yang menerimanya di keluarga ini? Tak berapa lama kemudian, Olivia sudah siap dengan gaun pengantin berwarna putih. Dandanannya sederhana, tapi gadis itu tampak menawan. Kini Olivia siap untuk menikah dan diikat dalam janji pernikahan bersama dengan seorang pria yang Olivia ketahui bernama Reagan Raharja itu. Memasuki mobil sedan hitam yang mewah, Olivia dibawa masuk ke dalam sebuah gereja dengan altar besar. Pendeta sudah berdiri dengan seorang pria berjas hitam dan kemeja putih yang memakai kursi roda berada di depan altar. Wajah Olivia yang tertutup veil terlihat sangat terkejut dengan pemandangan yang ada di depannya. ‘Jadi … aku akan menikah dengan seorang pria lumpuh?’ Olivia bertanya dalam hati. Gadis itu tidak menyangka bahwa pria yang akan menjadi suaminya ternyata lumpuh. Dalam hati Olivia hanya bisa tertawa hambar menertawakan hidupnya yang semakin menyedihkan ini. Kedua mata Olivia memanas, sekuat tenaga dia berusaha menahan dirinya untuk tidak menangis. Olivia merasa marah, tapi dia tidak tahu harus marah kepada siapa! Pada ayahnya yang tega menjualnya? Pada dirinya sendiri yang menyerahkan diri? Atau pada Armand Raharja yang membuat hidupnya menjadi semakin menyedihkan seperti ini? Olivia menarik napas dalam-dalam, layaknya seorang pengantin wanita pada umumnya, gadis itu berjalan dengan perlahan hingga ia sampai dan berdiri tepat di samping Reagan. Mata hitam Olivia menatap ke arah Reagan yang menatap ke depan dengan tatapan kosong. Tidak terlihat sama sekali binar kehidupan di dalam mata hitam kelamnya. ‘Selain lumpuh, ternyata dia juga … buta?’ "Baik, karena kedua mempelai sudah hadir, saya akan memulai upacara pernikahannya!" **** Acara pernikahan yang dilangsungkan sejak pagi tadi berakhir di malam hari. Olivia sudah resmi berstatus sebagai istri dari Reagan Raharja, pewaris sekaligus CEO dari Raharja Group yang ternyata lumpuh dan buta karena mengalami kecelakaan beberapa minggu sebelum hari pernikahannya. Sepertinya hal ini pula yang membuat tunangannya, Amelia, memilih kabur karena tidak ingin menikah dengan Reagan yang sudah tidak lagi sempurna seperti dulu. Olivia masuk ke dalam sebuah kamar yang diarahkan oleh seorang pelayan dengan gugup. Kamar itu terlihat sudah dihias sedemikian rupa dengan dekorasi ala pengantin baru. Gadis itu tidak menyangka akan tiba hari di mana ia resmi menjadi istri dari seseorang, Olivia merasa gelisah. "Astaga, apa yang harus aku lakukan sekarang?" Namun, di tengah kegelisahannya tentang malam pertama yang akan ia lalui, suara pintu kamar mandi terbuka, menampilkan seorang pria berwajah tampan dengan bathrobe yang masih terpasang rapi di tubuh atletisnya. Tetesan-tetesan air terlihat berjatuhan dari rambut hitam legam milik Reagan membuat Olivia tanpa sadar terpesona akan pemandangan yang terlihat di depannya. Menyadari bahwa ia melakukan hal yang tak pantas, Olivia dengan cepat menggelengkan kepalanya, berusaha menyadarkan dirinya sendiri. "Reagan?" Reagan yang buta dengan cepat menoleh ke arah suara, terkejut saat mendengar suara seorang perempuan di dalam kamarnya. "Kau! Apa yang kau lakukan di kamarku?!" "Maaf Reagan, aku tidak tahu harus tidur di mana dan pelayan mengarahkanku untuk masuk ke kamar ini." jelas Olivia membuat Reagan mengerutkan alisnya tajam tanda bahwa ia sedang kesal. Memutuskan untuk tidak menjawab Olivia, Reagan mengarahkan kursi rodanya ke sebuah lemari, kedua tangannya mencoba meraba gagang pintu lemari dan membukanya. Pria tampan itu dengan asal meraih pakaian yang memang sudah ditata sedemikian rupa dalam bentuk satu set agar ia tidak kesusahan untuk mencari satu per satu pakaiannya. Tanpa memedulikan Olivia yang berada tak jauh darinya, Reagan mulai melepaskan bathrobe yang terpasang di tubuhnya, berniat untuk mengganti pakaiannya. Olivia yang melihat Reagan merasa ingin membantu, biar bagaimana pun dengan kondisi Reagan yang seperti itu, memakai pakaian adalah hal yang sulit. Gadis itu dengan cepat berjalan mendekat ke arah Reagan, disentuhnya lengan Reagan yang tidak tertutup sehelai kain pun dengan lembut. "Biarkan aku membantumu." Reagan yang merasakan hal itu tersentak kaget, dia dengan segera menepis tangan Olivia yang memegang lengannya dengan kasar. "Apa yang kau lakukan?! Beraninya kau menyentuh tubuhku?!" Olivia yang mendengar itu terkejut, tanpa sadar ia berucap dengan terbata, "A-aku hanya ingin membantumu! Kau terlihat kesusahan memakainya, jadi aku—" Reagan tersenyum sinis, kedua matanya yang gelap memandang kosong ke arah yang ia yakini tempat Olivia berdiri. "Kau pikir aku akan mempercayaimu?"Olivia terdiam, tidak tahu bagaimana harus membela diri.
Reagan meletakkan pakaian yang baru saja akan ia pakai itu di atas pangkuannya, lalu mendorong kursi rodanya ke arah pintu kamar.Namun, sebelum benar-benar meninggalkan Olivia yang masih terpaku, Reagan berkata dengan nada dingin, "Dengar, Olivia atau siapapun namamu! Sampai kapanpun aku tidak akan menerimamu sebagai istriku!"
Mansion Keluarga Raharja,Jakarta, IndonesiaPagi telah tiba, matahari pun mulai memunculkan sinarnya yang terang. Pintu kamar Reagan tiba-tiba terbuka, ibu dari Reagan, Nindi Raharja masuk ke dalam kamar putranya bersama dengan dua pelayan di belakangnya. Dilihatnya gadis yang baru menikah dengan putranya itu tengah tertidur sendirian di atas ranjang milik Reagan. Nindi mendengus kesal, sejak awal ia tidak menyetujui ide Armand yang membawa gadis sialan ini masuk ke dalam rumah ini sebagai pengantin pengganti untuk Reagan. Namun, apa yang bisa ia lakukan? Kepergian Amelia membuatnya harus menerima gadis rendahan ini menikah dengan Reagan tepat di depan matanya.Dengan wajah angkuhnya, Nindi memberi isyarat pada salah satu pelayan dan diangguki oleh pelayan tersebut. Dengan tidak berperasaannya, pelayan tersebut menyiram Olivia yang sedang tidur dengan seember air tepat di wajahnya membuat gadis itu terbangun dengan gelagapan karena terkejut."Enak sekali jam segini masih tidur? Bang
Di sore harinya, setelah insiden tidak menyenangkan yang terjadi pagi tadi Olivia memilih berjalan-jalan di sekitar area taman belakang. Rumah keluarga Raharja memang terbilang sangat luas, jarak dari gerbang depan hingga ke pintu masuk utama harus ditempuh dengan kendaraan. Tak heran, sebagai rumah keluarga konglomerat, mansion keluarga Raharja juga memiliki taman belakang yang sangat luas dengan banyak jenis bunga yang ditanam di dalamnya. Olivia tersenyum senang, setidaknya untuk hal ini ia tidak dilarang oleh keluarga Raharja. Bi Ira, kepala pelayan keluarga Raharja mengatakan pada Olivia bahwa mulai hari ini kamarnya akan diletakkan terpisah dengan kamar Reagan. Olivia yang mengetahui hal itu merasa tidak masalah, gadis itu tahu bahwa sejak awal Reagan memang tidak menyukainya. Menatap ke sekelilingnya, pandangan Olivia tidak sengaja menemukan Reagan yang duduk di kursi rodanya di tengah hamparan bunga mawar merah yang mekar. 'Reagan? Apa yang sedang ia lakukan di sana?' bati
Di dalam kamar mereka, Armand menatap istrinya yang terlihat marah dengan ekspresi lelah. "Hentikan amarahmu yang tidak berguna itu, Nindi." "Bagaimana aku tidak marah, Armand! Sampai kapan aku harus terus melihat gadis rendahan itu menjadi istri putraku! Aku benar-benar membencinya!" sembur Nindi pada suaminya, Armand Raharja. "Aku tahu! Tapi, bertahanlah sebentar! Bukan hanya kau satu-satunya orang yang membencinya, aku juga! Jika bukan karena terpaksa aku juga tidak akan menjadikan gadis itu sebagai istri Reagan!" "Gadis tidak berguna itu selalu membuatku kesal! Kenapa kau tidak mencari yang lebih baik darinya hah?!" Perdebatan mereka terdengar sangat nyaring di dalam kamar tersebut, beruntung masing-masing kamar di rumah ini sengaja dibuat kedap suara, jadi tidak akan ada satu pun yang akan mendengar perdebatan mereka tentang Olivia. "Kau tenang saja, istriku! Secepatnya aku akan mencari cara untuk mengeluarkan gadis itu secara paksa dari rumah ini sebelum ibu semakin ka
Mansion Keluarga Raharja,Jakarta, IndonesiaHari ini mansion keluarga Raharja terasa sangat sepi, Tuan dan Nyonya Besar Raharja—Sophie dan Hardian—tengah pergi ke luar negeri untuk melakukan perjalanan bisnis. Sedangkan Armand dan Nindi sendiri harus pergi ke luar kota untuk menghadiri sebuah pesta ulang tahun perusahaan milik keluarga konglomerat lainnya.Beruntung bagi Olivia karena hari ini dia seakan terbebas dari tekanan berat yang diberikan oleh anggota keluarga Raharja. Saat ini Olivia tengah berada di dapur, berkutat dengan berbagai macam bahan makanan yang akan menjadi menu makan malam hari ini bersama Bi Ira yang juga terlihat sibuk di sampingnya.Menghabiskan beberapa waktu bersama sang kepala pelayan membuat Olivia mengerti bahwa sebenarnya Bi Ira tidak benar-benar membencinya. Hanya saja wanita paruh baya itu memang memiliki karakter yang pendiam dan selalu serius di setiap waktu membuat Bi Ira terlihat sedikit mengintimidasi.Olivia tersenyum, cukup bersyukur karena a
“Olivia, kau harus menuruti semua perintah Tuan Armand! Kalau tidak, nyawaku jadi taruhannya!”Olivia yang baru dibawa masuk ke sebuah ruang privat seketika membelalak melihat posisi ayahnya yang berlutut di lantai. Kedua sisi bahunya ditekan oleh dua pria berpakaian hitam."Ayah, apa yang terjadi?!” tanya Olivia panik saat melihat kondisi ayahnya yang babak belur. “Apa yang kalian lakukan pada ayahku?!” serunya pada semua orang yang ada di ruangan itu."Senang bertemu denganmu, Olivia Hermawan,” ujar sebuah suara, membuat Olivia segera menoleh. Seorang pria paruh baya duduk di kursi kebesarannya dengan wajah angkuh. “Aku Armand Raharja, Direktur Utama Raharja Group tempat ayahmu bekerja dan juga melakukan penggelapan uang.""A-apa?!" kedua mata Olivia membulat lebar. “Penggelapan uang?! Ayahku tidak mungkin melakukan hal itu!”"Itu semua benar, Oliv!” sela ayahnya. “Aku memberikanmu pada Tuan Armand sebagai penebus hutangku padanya. Yang perlu kau lakukan adalah menuruti semua perint