Mansion Keluarga Raharja,
Jakarta, Indonesia Pagi telah tiba, matahari pun mulai memunculkan sinarnya yang terang. Pintu kamar Reagan tiba-tiba terbuka, ibu dari Reagan, Nindi Raharja masuk ke dalam kamar putranya bersama dengan dua pelayan di belakangnya. Dilihatnya gadis yang baru menikah dengan putranya itu tengah tertidur sendirian di atas ranjang milik Reagan. Nindi mendengus kesal, sejak awal ia tidak menyetujui ide Armand yang membawa gadis sialan ini masuk ke dalam rumah ini sebagai pengantin pengganti untuk Reagan. Namun, apa yang bisa ia lakukan? Kepergian Amelia membuatnya harus menerima gadis rendahan ini menikah dengan Reagan tepat di depan matanya. Dengan wajah angkuhnya, Nindi memberi isyarat pada salah satu pelayan dan diangguki oleh pelayan tersebut. Dengan tidak berperasaannya, pelayan tersebut menyiram Olivia yang sedang tidur dengan seember air tepat di wajahnya membuat gadis itu terbangun dengan gelagapan karena terkejut. "Enak sekali jam segini masih tidur? Bangun, dasar perempuan pemalas!" sembur Nindi dengan nada tajamnya membuat Olivia terduduk sembari menatap takut ke arah ibu mertuanya. "Ma-maafkan saya ibu, saya tidak akan mengulanginya lagi." ucap Olivia sedikit terbata, kepala dan tubuhnya terlihat basah karena air yang disiram oleh pelayan suruhan Nindi. "Siapa yang kau panggil ibu?! Dengar ya gadis rendahan! Meski kau sudah menikah dengan putraku, bukan berarti aku menerimamu sebagai menantuku! Kau mengerti?!" Perkataan Nindi membuat hati Olivia terasa sakit, sejak awal kedatangannya ke rumah ini, Olivia tahu bahwa ia tidak pernah diterima oleh seluruh anggota keluarga ini termasuk Reagan. Pria itu bersedia menikahinya hanya karena tidak ingin reputasi keluarga Raharja hancur karena batalnya acara pernikahan secara tiba-tiba. Olivia menundukkan kepalanya, pandangannya menatap sedih ke arah selimut yang kini basah oleh air. "Saya mengerti, Nyonya." "Baru satu hari, tapi kau sudah menyusahkanku dan membuatku harus pergi ke sini untuk membangunkanmu!" dengus Nindi dengan raut kesalnya. Kedua pelayan yang sejak tadi mengikuti Nindi hanya menunjukkan senyum mengejek, gadis yang menjadi istri dari Tuan Muda keluarga Raharja hanyalah seorang gadis yang bahkan jauh lebih rendah dari mereka yang sama sekali tidak diterima di rumah ini. "Ayo pergi! Biarkan pengantin baru itu mengurus dirinya sekarang!" ujar Nindi angkuh lalu berbalik dan berjalan keluar dari kamar Reagan diikuti kedua pelayan itu di belakangnya. Olivia menghela napas panjang, berusaha untuk tetap sabar meskipun perasaannya tidak baik-baik saja. Setelah memastikan bahwa ia merasa lebih baik, Olivia bangkit dari kasurnya dan bersiap-siap. Beberapa saat kemudian Olivia berjalan keluar dari kamar Reagan menuju ke ruang makan setelah sebelumnya bertanya pada salah satu pelayan yang lewat. Terlihat semua anggota keluarga Raharja telah berkumpul si ruang makan, melihat Olivia yang datang, semua orang kecuali Reagan Menatapnya dengan tatapan datar. Dengan gugup Olivia berjalan dan mendudukkan tubuhnya di samping Reagan, Olivia bahkan tidak berani menyapa semua orang yang ada di sana karena pandangan tidak bersahabat yang mereka tunjukkan padanya. Suasana yang hening membuat Olivia hanya bisa terdiam dengan canggung, diam-diam Olivia melirik ke arah Reagan, wajah dingin suaminya itu membuatnya semakin merasa tidak nyaman. Tanpa Olivia sadari, nenek Reagan, Sophie Raharja menatap Olivia dengan lekat. Wanita yang memasuki usia lanjut itu kerap kali memandang Olivia sembari memakan makanannya dengan anggun. "Makanlah, Olivia." ucapan singkat dari Sophie membuat Olivia tersentak kecil, tak menyangka bahwa nenek dari Reagan itu berbicara dengannya meski hanya dua kata. "I-iya, Nyonya Besar." entah mengapa Olivia justru semakin merasa gugup, tangannya yang berniat meraih makanan di depannya tiba-tiba justru bergerak tanpa sengaja menyenggol makanan lain yang ada di samping makanan tersebut hingga tumpah. Prang! Suara jatuhnya mangkuk terdengar nyaring bersamaan dengan tumpahnya isi yang ada di dalamnya hingga mengotori pakaian yang Olivia kenakan. Beberapa pelayan yang memang berada dibelakang mereka memekik keras karena terkejut, para anggota keluarga yang lain juga terlihat terkejut dengan apa yang terjadi saat ini. Mata Olivia terbelalak kaget, tidak menyangka jika ia akan seceroboh ini bahkan membuat kesalahan di hari pertama tinggal bersama keluarga Raharja. 'Astaga, bagaimana bisa jadi seperti ini?' "Apa yang kau lakukan?!" pekik Nindi, raut wajahnya terlihat sangat marah. "Maafkan aku!" Olivia dengan cepat berdiri, diikuti Nindi yang juga ikut berdiri dengan tatapan tajamnya. "Kau merusak sarapan kami yang berharga!" Hardian, Tuan Besar keluarga Raharja itu hanya menghela napas lelah, pria paling berkuasa di Raharja Group itu menatap tajam Olivia sebelum berdiri dan berjalan menghampiri sang istri. "Ayo Sophie, kita pergi!" Pria berusia lanjut itu menghentikan langkahnya sejenak dan menolehkan kepalanya pada istri dari Armand tersebut, "Nindi, urus menantumu itu!" "Aku tidak sudi menganggapnya sebagai menantuku!" Nindi bergumam dengan kesal, ditatapnya Armand yang duduk di sampingnya. "Lihat Armand! Perempuan seperti apa yang kau pilihkan untuk putraku!" Armand berdecak kesal, dalam hati ia sudah malas jika harus berdebat dengan istrinya, karena itu Armand lebih memilih untuk pergi dari sana meninggalkan Nindi dan Reagan yang masih berada si tempat itu. "Dasar kau gadis sialan! Haaa ... sudahlah, Nindi! Aku akan berangkat sekarang, tidak perlu mengantarku!" "Kau memang tidak pantas menjadi istriku!" timpal Reagan dingin pada Olivia sebelum menggeser kursi rodanya pergi dari ruang makan yang sudah kacau itu. Bi Ira, kepala pelayan keluarga Raharja dan orang kepercayaan Sophie dengan cepat berjalan menghampiri Nindi. "Nyonya, saya dan pelayan lain akan membersihkannya." "Tidak perlu! Dia yang akan membersihkannya!" tunjuk Nindi pada Olivia, pandangan kembali beralih pada Bi Ira. "Bawakan saja makanan untuk Reagan ke kamarnya!" "Baik, Nyonya." Bi Ira mengangguk dengan patuh. "Dan kau! Dengar ini baik-baik! Jangan pernah kau berpikir dapat diterima di keluarga ini! Karena kau itu tidak ada apa-apanya dibanding Amelia. Kau hanyalah seorang gadis rendahan yang beruntung masuk ke dalam keluarga ini!" ucap Nindi dengan pedas sebelum meninggalkan Olivia yang hanya bisa terpaku dengan kepala yang menunduk.Di sore harinya, setelah insiden tidak menyenangkan yang terjadi pagi tadi Olivia memilih berjalan-jalan di sekitar area taman belakang. Rumah keluarga Raharja memang terbilang sangat luas, jarak dari gerbang depan hingga ke pintu masuk utama harus ditempuh dengan kendaraan. Tak heran, sebagai rumah keluarga konglomerat, mansion keluarga Raharja juga memiliki taman belakang yang sangat luas dengan banyak jenis bunga yang ditanam di dalamnya. Olivia tersenyum senang, setidaknya untuk hal ini ia tidak dilarang oleh keluarga Raharja. Bi Ira, kepala pelayan keluarga Raharja mengatakan pada Olivia bahwa mulai hari ini kamarnya akan diletakkan terpisah dengan kamar Reagan. Olivia yang mengetahui hal itu merasa tidak masalah, gadis itu tahu bahwa sejak awal Reagan memang tidak menyukainya. Menatap ke sekelilingnya, pandangan Olivia tidak sengaja menemukan Reagan yang duduk di kursi rodanya di tengah hamparan bunga mawar merah yang mekar. 'Reagan? Apa yang sedang ia lakukan di sana?' bati
Di dalam kamar mereka, Armand menatap istrinya yang terlihat marah dengan ekspresi lelah. "Hentikan amarahmu yang tidak berguna itu, Nindi." "Bagaimana aku tidak marah, Armand! Sampai kapan aku harus terus melihat gadis rendahan itu menjadi istri putraku! Aku benar-benar membencinya!" sembur Nindi pada suaminya, Armand Raharja. "Aku tahu! Tapi, bertahanlah sebentar! Bukan hanya kau satu-satunya orang yang membencinya, aku juga! Jika bukan karena terpaksa aku juga tidak akan menjadikan gadis itu sebagai istri Reagan!" "Gadis tidak berguna itu selalu membuatku kesal! Kenapa kau tidak mencari yang lebih baik darinya hah?!" Perdebatan mereka terdengar sangat nyaring di dalam kamar tersebut, beruntung masing-masing kamar di rumah ini sengaja dibuat kedap suara, jadi tidak akan ada satu pun yang akan mendengar perdebatan mereka tentang Olivia. "Kau tenang saja, istriku! Secepatnya aku akan mencari cara untuk mengeluarkan gadis itu secara paksa dari rumah ini sebelum ibu semakin ka
Mansion Keluarga Raharja,Jakarta, IndonesiaHari ini mansion keluarga Raharja terasa sangat sepi, Tuan dan Nyonya Besar Raharja—Sophie dan Hardian—tengah pergi ke luar negeri untuk melakukan perjalanan bisnis. Sedangkan Armand dan Nindi sendiri harus pergi ke luar kota untuk menghadiri sebuah pesta ulang tahun perusahaan milik keluarga konglomerat lainnya.Beruntung bagi Olivia karena hari ini dia seakan terbebas dari tekanan berat yang diberikan oleh anggota keluarga Raharja. Saat ini Olivia tengah berada di dapur, berkutat dengan berbagai macam bahan makanan yang akan menjadi menu makan malam hari ini bersama Bi Ira yang juga terlihat sibuk di sampingnya.Menghabiskan beberapa waktu bersama sang kepala pelayan membuat Olivia mengerti bahwa sebenarnya Bi Ira tidak benar-benar membencinya. Hanya saja wanita paruh baya itu memang memiliki karakter yang pendiam dan selalu serius di setiap waktu membuat Bi Ira terlihat sedikit mengintimidasi.Olivia tersenyum, cukup bersyukur karena a
“Olivia, kau harus menuruti semua perintah Tuan Armand! Kalau tidak, nyawaku jadi taruhannya!”Olivia yang baru dibawa masuk ke sebuah ruang privat seketika membelalak melihat posisi ayahnya yang berlutut di lantai. Kedua sisi bahunya ditekan oleh dua pria berpakaian hitam."Ayah, apa yang terjadi?!” tanya Olivia panik saat melihat kondisi ayahnya yang babak belur. “Apa yang kalian lakukan pada ayahku?!” serunya pada semua orang yang ada di ruangan itu."Senang bertemu denganmu, Olivia Hermawan,” ujar sebuah suara, membuat Olivia segera menoleh. Seorang pria paruh baya duduk di kursi kebesarannya dengan wajah angkuh. “Aku Armand Raharja, Direktur Utama Raharja Group tempat ayahmu bekerja dan juga melakukan penggelapan uang.""A-apa?!" kedua mata Olivia membulat lebar. “Penggelapan uang?! Ayahku tidak mungkin melakukan hal itu!”"Itu semua benar, Oliv!” sela ayahnya. “Aku memberikanmu pada Tuan Armand sebagai penebus hutangku padanya. Yang perlu kau lakukan adalah menuruti semua perint
Olivia hanya bisa terduduk pasrah di dalam sebuah kamar tempatnya dikurung. Gadis itu tidak bisa kabur atau pun menghindar lagi sekarang. Pintu kamar itu dikunci dari luar, dan tidak ada jendela sama sekali di kamar itu. “Ya Tuhan … kenapa jadi begini?” lirihnya pada keheningan. Ayahnya dengan tega menjadikannya alat pelunas utang, dan Olivia tentu tak punya uang tiga miliar untuk menebusnya. Tidak ada yang bisa Olivia lakukan lagi selain menunggu dan menerima. Hari ini, ia akan menjadi istri dari pria yang tidak ia ketahui sama sekali seperti apa rupanya. Meski begitu, Olivia berharap bahwa calon suaminya bukanlah pria seburuk ayahnya. Gadis berusia 25 tahun itu tidak ingin hidup seperti ibunya yang tidak bahagia karena menikah dengan pria kasar seperti ayahnya. Sejak dulu impiannya adalah memiliki keluarga yang bisa mencintainya sepenuh hati dan menerima dirinya apa adanya. Namun, impian itu tampaknya terlalu muluk. Para pelayan tiba-tiba datang memasuki kamar Olivi