Mansion Keluarga Raharja,
Jakarta, Indonesia Hari ini mansion keluarga Raharja terasa sangat sepi, Tuan dan Nyonya Besar Raharja—Sophie dan Hardian—tengah pergi ke luar negeri untuk melakukan perjalanan bisnis. Sedangkan Armand dan Nindi sendiri harus pergi ke luar kota untuk menghadiri sebuah pesta ulang tahun perusahaan milik keluarga konglomerat lainnya. Beruntung bagi Olivia karena hari ini dia seakan terbebas dari tekanan berat yang diberikan oleh anggota keluarga Raharja. Saat ini Olivia tengah berada di dapur, berkutat dengan berbagai macam bahan makanan yang akan menjadi menu makan malam hari ini bersama Bi Ira yang juga terlihat sibuk di sampingnya. Menghabiskan beberapa waktu bersama sang kepala pelayan membuat Olivia mengerti bahwa sebenarnya Bi Ira tidak benar-benar membencinya. Hanya saja wanita paruh baya itu memang memiliki karakter yang pendiam dan selalu serius di setiap waktu membuat Bi Ira terlihat sedikit mengintimidasi. Olivia tersenyum, cukup bersyukur karena ada satu orang yang setidaknya masih mau berinteraksi dengannya. Para pelayan yang lain terlihat sangat tidak menyukainya, mereka bahkan tidak segan mengejek dan mengucilkan Olivia. Pandangan Olivia teralih pada sepiring makanan beserta segelas air putih dan beberapa butir obat yang telah ditempatkan di sebuah nampan berwarna cokelat. "Makanan ini untuk siapa, bi?" tanya Olivia sembari mengerutkan alisnya. "Ini untuk Tuan Muda Reagan." jawab Bi Ira dengan raut datarnya. Olivia mengalihkan pandangannya sejenak sebelum kembali menatap Bi Ira dengan wajah ceria. "Untuk Reagan? Boleh aku yang mengantarkannya?" "Anda yakin, Nona? Saat ini Tuan Muda dalam keadaan yang cukup sensitif, semua orang bahkan tidak berani mengganggunya." ucap Bi Ira ragu-ragu, wajahnya yang sebelumnya datar kini terlihat sedikit cemas. Olivia mengangguk cepat, "Jangan khawatir bi, aku hanya akan mengantar makanan ini pada Reagan dan keluar dari kamarnya setelah itu." "Kalau begitu..." sahut Bi Ira tidak yakin, wanita paruh baya itu menghela napas sebelum menyerahkan nampan itu pada Olivia. "Silahkan, Nona." Olivia menerima nampan berisi makanan tersebut sembari tersenyum lebar. Dengan hati-hati ia berjalan menuju kamar Reagan, sebenarnya jauh di dalam lubuk hatinya, Olivia berharap dapat memperbaiki hubungannya dengan Reagan secara perlahan. Olivia sampai di depan kamar Reagan, dipandangnya pintu kamar yang masih tertutup rapat itu. Olivia mengetuk pintu tersebut dengan perlahan hingga terdengar suara Reagan yang menyuruhnya masuk membuat senyum kembali terbit di wajah Olivia. Gadis berkulit putih itu masuk ke dalam kamar Reagan, terlihat suasana kamar yang masih sama, sunyi dan sepi. Dapat Olivia lihat dari jauh Reagan yang berada di balkon tengah duduk di kursi rodanya dengan posisi menghadap ke luar. "Reagan?" panggil Olivia pelan, ditaruhnya nampan yang sejak tadi ia bawa ke atas nakas di samping tempat tidur. "Aku membawa makan malam untukmu, aku letakkan di nakas bersama dengan obatnya juga." Melihat Reagan yang tidak merespon sama sekali, Olivia mengerutkan alisnya. Karena takut sesuatu terjadi pada pria itu, Olivia berjalan menuju Reagan, berniat memeriksa kondisinya secara langsung. "Reagan?" panggil Olivia untuk yang kedua kalinya, kini posisinya sudah berada di belakang Reagan. "Pergilah." jawab Reagan dingin, pandangannya kosong, lurus ke depan dengan wajah tanpa ekspresi. Olivia mengulum bibirnya ragu, namun ia masih merasa tidak tega untuk meninggalkan pria itu sendirian. "Apa kau baik-baik saja?" "Bukankah aku sudah bilang untuk pergi?! Apa kau tuli?!" "Tapi, Reagan—" "Dengar Olivia! Jika aku bilang pergi maka pergilah dari sini!" teriak Reagan memutus ucapan Olivia. Olivia terperangah, bukan! Itu bukan karena Reagan yang terus menerus berteriak mengusirnya, tapi karena Reagan yang untuk pertama kalinya memanggil nama Olivia dengan benar! "Reagan, aku tahu bahwa sejak awal hubungan ini dilandasi keterpaksaan. Sama seperti kau yang tidak menginginkan pernikahan ini, aku pun juga merasakan hal yang sama. Tapi, apa salahnya jika kita mencoba menerima kenyataan ini?" Reagan tertawa sinis, ditolehkannya wajahnya ke arah Olivia, mata kosongnya terlihat lebih gelap dari sebelumnya. "Kita? Sepertinya kau berangan terlalu jauh! Aku tidak akan pernah menerima pernikahan sialan ini!" Sejenak sorot mata Olivia berpendar kecewa sebelum digantikan dengan seulas senyum lembut di wajahnya. "Aku tahu bahwa kau tidak akan menerimanya! Tapi, bagaimana jika kita memulainya dengan hubungan pertemanan? Mari berteman denganku, Reagan! Kita bisa memulainya perlahan! Dengan begitu hubungan ini tidak akan seburuk yang kau bayangkan." "Aku tidak tertarik untuk berteman denganmu! Aku juga sudah bilang padamu bahwa aku tidak membutuhkanmu, jadi lebih baik baik urus saja dirimu sendiri! Kau tidak perlu memperhatikan atau mengurusku!" seru Reagan keras kepala. Mendengar jawaban Reagan, Olivia hanya bisa menghela napas. Dengan sifat keras kepala yang Reagan miliki, sepertinya akan sangat sulit membangun hubungan baik dengan pria itu. Yang Olivia inginkan sebenarnya adalah kehidupan yang damai, bahkan meskipun ia san Reagan tidak saling mencintai, setidaknya hubungan mereka tidak saling mendorong satu sama lain seperti ini. "Baiklah, aku mengerti. Tapi, aku tidak akan menyerah Reagan! Aku akan terus mendekatimu sampai kau mau berteman denganku! Kau mengerti? Tidak masalah jika kita bukanlah pasangan seperti seharusnya, aku pun juga tidak menginginkan itu." jelas Olivia dengan sungguh-sungguh sebelum berjalan menjauh, meninggalkan Reagan di balkon sendirian dan keluar dari kamar pria itu. Reagan mendengus kasar, tidak menyangka bahwa ada gadis yang begitu gigih seperti Olivia. Reagan pikir dengan memperlakukan gadis itu dengan dingin dan selalu bersikap tajam padanya, Olivia akan menyerah begitu saja untuk mendekatinya. Namun, ternyata pemikiran Reagan salah. Olivia justru dengan sungguh-sungguh menyatakan akan terus mendekatinya sampai Reagan menerima gadis itu sebagai temannya. Apa gadis itu gila? Reagan benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikirannya! Kenapa dia begitu ingin berinteraksi dengannya? Apa karena Olivia kasihan pada kondisi Reagan yang cacat? Reagan terkekeh sinis, dalam hidupnya tidak pernah sekalipun ada seseorang yang mengasihani dirinya. Dia sejak kecil dibesarkan dengan sendok emas di mulutnya dan memiliki kehidupan yang sempurna. Hanya karena kecelakaan dan menjadi cacat, bukan berarti orang lain bisa memperlakukannya seperti orang lemah yang tidak bisa melakukan apa pun. Harga diri Reagan menolak untuk menerima hal itu! Mata hitam Reagan menatap lurus ke arah halaman luar mansion yang luas, "Dalam permainan ini, kita lihat saja siapa yang akan menang, Olivia Hermawan! Kau atau aku!"“Olivia, kau harus menuruti semua perintah Tuan Armand! Kalau tidak, nyawaku jadi taruhannya!”Olivia yang baru dibawa masuk ke sebuah ruang privat seketika membelalak melihat posisi ayahnya yang berlutut di lantai. Kedua sisi bahunya ditekan oleh dua pria berpakaian hitam."Ayah, apa yang terjadi?!” tanya Olivia panik saat melihat kondisi ayahnya yang babak belur. “Apa yang kalian lakukan pada ayahku?!” serunya pada semua orang yang ada di ruangan itu."Senang bertemu denganmu, Olivia Hermawan,” ujar sebuah suara, membuat Olivia segera menoleh. Seorang pria paruh baya duduk di kursi kebesarannya dengan wajah angkuh. “Aku Armand Raharja, Direktur Utama Raharja Group tempat ayahmu bekerja dan juga melakukan penggelapan uang.""A-apa?!" kedua mata Olivia membulat lebar. “Penggelapan uang?! Ayahku tidak mungkin melakukan hal itu!”"Itu semua benar, Oliv!” sela ayahnya. “Aku memberikanmu pada Tuan Armand sebagai penebus hutangku padanya. Yang perlu kau lakukan adalah menuruti semua perint
Olivia hanya bisa terduduk pasrah di dalam sebuah kamar tempatnya dikurung. Gadis itu tidak bisa kabur atau pun menghindar lagi sekarang. Pintu kamar itu dikunci dari luar, dan tidak ada jendela sama sekali di kamar itu. “Ya Tuhan … kenapa jadi begini?” lirihnya pada keheningan. Ayahnya dengan tega menjadikannya alat pelunas utang, dan Olivia tentu tak punya uang tiga miliar untuk menebusnya. Tidak ada yang bisa Olivia lakukan lagi selain menunggu dan menerima. Hari ini, ia akan menjadi istri dari pria yang tidak ia ketahui sama sekali seperti apa rupanya. Meski begitu, Olivia berharap bahwa calon suaminya bukanlah pria seburuk ayahnya. Gadis berusia 25 tahun itu tidak ingin hidup seperti ibunya yang tidak bahagia karena menikah dengan pria kasar seperti ayahnya. Sejak dulu impiannya adalah memiliki keluarga yang bisa mencintainya sepenuh hati dan menerima dirinya apa adanya. Namun, impian itu tampaknya terlalu muluk. Para pelayan tiba-tiba datang memasuki kamar Olivi
Mansion Keluarga Raharja,Jakarta, IndonesiaPagi telah tiba, matahari pun mulai memunculkan sinarnya yang terang. Pintu kamar Reagan tiba-tiba terbuka, ibu dari Reagan, Nindi Raharja masuk ke dalam kamar putranya bersama dengan dua pelayan di belakangnya. Dilihatnya gadis yang baru menikah dengan putranya itu tengah tertidur sendirian di atas ranjang milik Reagan. Nindi mendengus kesal, sejak awal ia tidak menyetujui ide Armand yang membawa gadis sialan ini masuk ke dalam rumah ini sebagai pengantin pengganti untuk Reagan. Namun, apa yang bisa ia lakukan? Kepergian Amelia membuatnya harus menerima gadis rendahan ini menikah dengan Reagan tepat di depan matanya.Dengan wajah angkuhnya, Nindi memberi isyarat pada salah satu pelayan dan diangguki oleh pelayan tersebut. Dengan tidak berperasaannya, pelayan tersebut menyiram Olivia yang sedang tidur dengan seember air tepat di wajahnya membuat gadis itu terbangun dengan gelagapan karena terkejut."Enak sekali jam segini masih tidur? Bang
Di sore harinya, setelah insiden tidak menyenangkan yang terjadi pagi tadi Olivia memilih berjalan-jalan di sekitar area taman belakang. Rumah keluarga Raharja memang terbilang sangat luas, jarak dari gerbang depan hingga ke pintu masuk utama harus ditempuh dengan kendaraan. Tak heran, sebagai rumah keluarga konglomerat, mansion keluarga Raharja juga memiliki taman belakang yang sangat luas dengan banyak jenis bunga yang ditanam di dalamnya. Olivia tersenyum senang, setidaknya untuk hal ini ia tidak dilarang oleh keluarga Raharja. Bi Ira, kepala pelayan keluarga Raharja mengatakan pada Olivia bahwa mulai hari ini kamarnya akan diletakkan terpisah dengan kamar Reagan. Olivia yang mengetahui hal itu merasa tidak masalah, gadis itu tahu bahwa sejak awal Reagan memang tidak menyukainya. Menatap ke sekelilingnya, pandangan Olivia tidak sengaja menemukan Reagan yang duduk di kursi rodanya di tengah hamparan bunga mawar merah yang mekar. 'Reagan? Apa yang sedang ia lakukan di sana?' bati
Di dalam kamar mereka, Armand menatap istrinya yang terlihat marah dengan ekspresi lelah. "Hentikan amarahmu yang tidak berguna itu, Nindi." "Bagaimana aku tidak marah, Armand! Sampai kapan aku harus terus melihat gadis rendahan itu menjadi istri putraku! Aku benar-benar membencinya!" sembur Nindi pada suaminya, Armand Raharja. "Aku tahu! Tapi, bertahanlah sebentar! Bukan hanya kau satu-satunya orang yang membencinya, aku juga! Jika bukan karena terpaksa aku juga tidak akan menjadikan gadis itu sebagai istri Reagan!" "Gadis tidak berguna itu selalu membuatku kesal! Kenapa kau tidak mencari yang lebih baik darinya hah?!" Perdebatan mereka terdengar sangat nyaring di dalam kamar tersebut, beruntung masing-masing kamar di rumah ini sengaja dibuat kedap suara, jadi tidak akan ada satu pun yang akan mendengar perdebatan mereka tentang Olivia. "Kau tenang saja, istriku! Secepatnya aku akan mencari cara untuk mengeluarkan gadis itu secara paksa dari rumah ini sebelum ibu semakin ka