Mila dalam posisi duduk di kursi dengan dua kaki terangkat dan menyesap susu kotak yang diberi sedotan kecil. Ia berputar pelan di atas kursi eksekutifnya seraya mencari ide untuk bab selanjutnya. Kemarin rencana menulis gagal total karena mengurus Diaz makan dan minum.
"Eh, Diaz. Lo gak BAB?" Mila tidak lihat Diaz masuk kamar mandi kemarin, dia terus berbaring sepanjang hari.
"Udah, semalam."
Mila mengangguk mengerti, mungkin ia sudah tidur lalu Diaz ke toilet. Baguslah, tidak ada yang membuat pikiran Mila terganggu lagi. Ia juga sudah menyuapi dan memberi Diaz obat seperti kemarin, demamnya sudah turun dan keringat cukup deras keluar dari tubuhnya. Beruntungnya lagi, keringat Diaz tidak beraroma yang aneh-aneh, justru harum seperti jeruk. Mungkin karena pengharum ruangan, wanginya memengaruhi.
"Kamu gak pusing berputar terus?"
Mila berhenti tepat menghadap Diaz lalu menurunkan kakinya. Susu kotaknya sampai mengempis karena terisap pad
Mila masih bergidik apa yang terjadi beberapa saat lalu. Tangan kotor itu telah menyentuh tangan suci Mila. Sangat tidak tahu diri, batinnya. Saat petang, Diaz sudah lebih baik karena bisa berjalan ke kamar mandi tanpa terhuyung-huyung. Mila memperhatikan dia lebih lama agar bisa memastikan kondisinya telah pulih. Diaz bahkan bisa mandi sebab kemarin mengatakan tubuhnya merasa dingin hingga tidak ingin mandi. "Udah mendingan lo?" Mila melupakan sejenak apa yang dilakukan pria gila tadi di ruang tamu dan bertanya kondisi Diaz. Diaz tersenyum lebar, wajahnya bercahaya ditambah cahaya senja dari kaca jendela yang terbuka setengah. Mila geleng-geleng kepala melihat efek luar biasa cahaya matahari terbenam untuk mendukung rupa Diaz. "Kerja bagus, Mila." Ia memuji dirinya yang telah menjaga Diaz. "Saya bilang juga apa, kamu istri terbaik." Diaz menggosokkan minyak rambut di depan cermin, memberi senyuman lagi karena Mila menengok
Diaz memakirkan mobilnya di basement, tak disangka-sangka Sekretaris Bayu juga baru sampai.Diaz menunggu Bayu turun dari mobilnya. Setelah dihampiri, Diaz menyapanya. "Kamu kelihatan gak sehat. Pekerjaan kemarin banyak yang saya tinggal ya?"Sekretaris Bayu menggeleng tidak enak ditanya soal pekerjaan yang kemarin tertinggal oleh Bosnya. "Istri saya masih sakit, jadi sedikit kewalahan habis pulang dari kantor. Hari ini saya belum bisa lembur karena anak saya juga kram perut."Diaz prihatin dengan kondisi keluarga sekretarisnya. "Gak masalah, kamu jaga istri dan anak kamu. Saya juga jarang lembur karena urus istri di rumah. Saya paham perasaan kamu."Mereka pekerja keras yang tidak lupa kewajiban sebagai suami di rumah. Diaz meringankan karyawannya jika tidak bisa lembur diwajibkan izin agar ada rekan yang menggantikan. Tidak semua orang selalu lancar dalam rumah tangga, kondisi tubuh juga adakalanya sakit.Seingat Diaz, Bay
"Satu!"Mila menahan sikap kuda-kuda dan menggerakkan pukulan setiap hitungan yang Diaz intruksikan."Dua!"Mila melihat Diaz yang berdiri di depannya dengan melipat tangan di depan dada. Raut wajahnya persis pelatih taekwondo yang pernah ia lihat di lapangan belakang rumah bundanya."Tiga!"Mila mengikuti gerakan pukulan yang Diaz contohkan terakhir kali, penuh tenaga dan menganggap yang berdiri di hadapannya adalah musuh. Kenyataanya tidak salah juga."Empat!"Mila berdiri sempurna karena lelah menahan kaki lalu bertanya, "Lo gak nyuruh gue ngelakuin pukulan seribu bayangan kayak yang terakhir lo contohin, kan?"Diaz yang tersenyum penuh arti diamati oleh Mila. Selain niat mengusili Mila, Diaz membuatnya bergerak lebih aktif daripada rebahan mentang-mentang sedang datang bulan setelah dengar cerita dari sekretarisnya."Angkat tangan kamu ke depan," suruh Diaz.Mila mengangkat kedua tangannya ke
"Kamu habis dari mana?" Diaz lihat Mila datang dari sisi kanan, sedangkan kamar mereka di sisi kiri setelah tangga. "kamar Vio?" lanjutnya bertanya dengan kaki melangkah ke dapur untuk isi ulang botol.Mila tidak jadi menjawab karena Diaz jalan terus. Ia masuk kamar lalu mandi. Setelah itu Mila akan mencuci pakaian di bawah, kalau tidak, Diaz seperti ibu kos. Berisik.Usai isi ulang botol, Diaz menyegarkan tubuh dengan kopi hitam. Acara televisi mudah membosankan, Diaz lebih sering menonton film tipe horor atau misteri lewat situs.Mila meluruskan tangan kanannya, sesekali kebas kalau sering beraktivitas. Ia tidak mengeluh pada Diaz karena dia pasti menyarankan untuk periksa. Kalau disuruh pakai deker, Mila enggan.Mila mengangkat keranjang berisi pakaian kotornya dan Diaz. Awal-awal mencuci pakaian orang lain, Mila merasa asing atau lebih tepatnya geli. Jika bukan karena Diaz sibuk, Mila akan membeli satu keranjang lagi agar pakaian kotor mereka di
"Diaz. Stephen mau ke sini, boleh gak?" Tiba-tiba saja Mila dapat pesan singkat dari Stephen, dia bilang ingin main ke rumah mereka."Udah malam," jawab Diaz menunjuk jam tangannya yang dipakai dari pagi hingga malam."Masih sore, belum jam 9." Masalahnya Mila mau minta saran cara merayu laki-laki, Stephen lebih berpikiran luas darinya."Gak boleh, besok lagi kalau mau ke sini." Diaz memakan kacang bawang, tatapannya lurus ke layar televisi yang menayangkan film horor season 2 lanjutan tadi siang. Tontonan tertunda sejenak karena ada rapat online melalui panggilan video selama 2 jam.Mila duduk mendekat pada Diaz, namun Diaz menggeser tubuhnya. "Please... ""Ini kamu ngapain mepet-mepet duduknya ke saya." Diaz pindah duduk di sofa tunggal atau bisa terhimpit Mila.Mila mengeluarkan ponselnya untuk membalas pesan Stephen. "Diaz gak izinin, katanya besok aja. Lo sih, ngapain malem-malem ke rumah orang." Setelah pesan terkirim, Mila
"Mila, kamu gak perlu cang- "Mila menutup telinganya dengan dua tangan. "Gue gak mau denger apa-apa, diem aja sampai rumah." Telinga Mila panas mendengar ucapannya sendiri.Diaz paham. "Iya, saya diam." Dia dengan patuhnya mengulum bibir agar tidak bicara apa pun. Terus terang saja Diaz menahan sudut bibirnya agar tertarik tidak membentuk senyuman.Mila melirik Diaz lalu memelototinya. "Ketawa lagi, lo!" pekiknya tidak terima. "gak usah senyum-senyum. Gue tadi ... Tadi itu cu-cuma keceplosan. Mulut gue kan emang serampangan!" Ia menepuk mulutnya lagi.Diaz tidak jadi senyum karena dilarang. "Saya gak senyum, ini buktinya."Mila melihat Diaz cukup lama, membuktikan kalau dia tidak senyum selama mengemudi.Diaz menutupi wajah Mila dengan satu tangan. "Kamu jangan liatin saya. Saya jadi mau ketawa."Mila menurunkan tangan Diaz lalu mengambil ponsel untuk berkaca. "Emang muka gue kenapa? Kok lo ketawa?" Tidak ada apa-ap
Diaz merentangkan tangannya, mengulet setelah tidur pulas dan langsung menarik tangan sebab ingat ada Mila yang tidur di sebelahnya.Namun saat dilihat, Mila tidak ada. Selimutnya sudah dilipat dengan rapi beserta bantal dan guling yang tertata. Ke mana dia jam segini sudah bangun? Biasanya setelah bangun tidur, Mila lanjut tidur atau menghadap komputer untuk menulis novel.Diaz menyibak selimutnya lalu memeriksa kamar mandi, ternyata kosong. Pencariannya berlanjut ke lantai bawah barangkali Mila coba-coba masak dengan Meida, tetapi ibunya sedang masak seorang diri di dapur."Mah! Mama liat Mila?" teriak Diaz dari ruang tamu sambil menyisiri sudut lain."Mila? Dia pagi-pagi ke luar, mungkin keliling, olahraga jalan kaki gitu."Diaz menyangkal, "Mana mungkin, Mah. Mama yang benar aja. Mama tanya Mila langsung?" Bukannya Diaz tidak percaya Mila bangun pagi untuk olahraga. Tapi memang, agaknya tak mungkin kalau mengingat kebiasaannya
Vio mengunci diri di dalam kamar karena Diaz mendengar ucapannya. Kenapa bisa jadi seperti ini? Mila adalah orang yang pernah dia bully saat SMP. Vio kira setelah dia keluar dari sekolah tidak akan terjadi apa-apa. Tapi apa-apaan ini? Mila datang ke rumahnya dengan status sebagai istri dari Diaz, kakaknya sendiri.***Fila mendengarkan penjelasan dr. Rio, yaitu spesialis kedokteran jiwa (Sp.KJ) yang menangani Mila dari konseling hingga terapi. "Mila butuh penanganan ke depannya kalau kambuh lagi. Dia teringat kejadian itu karena ada ucapan yang terngiang-ngiang di kepalanya." Fila mengangguk. "Mila, ketakutan tiap dia menangis. Dia bilang ada suara aneh." dr. Rio mengangguk ingat. "Saya ingat, dulu Mila juga pernah mengulang kalimat, saya gak salah dan saya gak tau. Mungkin itu pemicu serangan panik yang terjadi tadi. Mungkin ada salah satu di antara kalian yang menyinggung kalimat itu? Menangani Mila butuh mengelola ucapan. Serangan