"Benar, Tuan Putri. Seperti tradisi kita selama ini dalam menerima anggota baru maka ia baru dikatakan layak bergabung saat berhasil bertahan dari serangan kami," sambung yang lainnya."Tidak perlu. Dia bukan anggota baru. Dia suamiku. Perkenalkan. Namanya adalah Sagara Rihanda."Demi mendengar ucapan Bella seluruh anggota mafia Hell Devil langsung membungkuk hormat pada Gara.Gara menjadi bingung karena mendadak begitu dihormati oleh orang-orang yang sebagian besar terlihat seram ini."Maafkan kelancangan kami Tuan Muda. Kami benar-benar tidak tahu jika Tuan Muda adalah suami Tuan Putri.""Ah, sudahlah jangan minta maaf seperti itu," Gara jadi tidak enak dan canggung.Perlahan para anggota mafia itu menegakkan tubuhnya. Mereka tidak lagi memandang Gara dengan tatapan nyalang."Baiklah, Pak Freddy, aku ingin tahu sejauh mana perkembangan sengketa lahan anggur antara keluarga Hyuugo dengan keluarga Rudolf?""Sepertinya keluarga Rudolf akan segera kalah. Mereka tidak bisa menunjukkan bu
"Kau sampe kapan mau marah terus Bel?" Tanya Gara."Sampe aku lupa dengan kata-katamu yang menyakitkan.""Kamu jangan marah lama-lama Bel. Pipimu jadi merah loh," goda Gara."Mana ada." Bella mengusap pipinya yang dikatai merah oleh Gara."Ada. Itu buktinya merah.""Sudahlah Ra. Tidak usah berisik. Aku lagi nggak mau ngomong sama kamu."Bella manarik baju seragam ganti di jok belakang. Ia langsung turun dari mobil Gara.Blam!Gadis itu membanting pintu mobil Gara dengan keras. Agaknya ia benar-benar kesal dengan Gara. Sedangkan si pemilik mobil hanya menghembuskan nafas pasrah. Lagi-lagi mereka bertengkar dengan masalah yang sama.Keadaan sekolah sudah ramai saat Gara turun dari mobil. Bahkan sebagian siswa sudah turun ke lapangan untuk senam bersama."Ra!" Panggil Edo begitu Gara memasuki lantai dasar gedung A.Gara berhenti melangkah demi menunggu sahabatnya."Muka bonyok masih berangkat sekolah?" Ledek Edo sambil terkekeh."Kayak mukamu lebih mulus aja Do. Itu kelompak mata masih bi
Bella kembali ke toilet di gedung B dengan wajah murung. Ia masih memegang seragam Gara di tangannya."Bel, kenapa?" Selidik Vanilla yang melihat kedatangan Bella seperti separuh kesadaran dirinya tertinggal."Nggak apa-apa kok La. Aku ganti baju dulu ya.""Nih rokmu Bel." Vanilla menyodorkan rok di tangannya yang langsung diterima Bella dengan diam.Gadis itu tidak bicara apapun lagi hingga saat dia selesai mengganti seragamnya."Loh, Bel. Seragamnya belum dituker?" Tanya Vanilla begitu melihat nama Gara di seragam itu saat Bella keluar dari toilet. Ukuran seragam itu juga tampak kebesaran di badan Bella."Nggak. Kak Gara lagi nggak ada di kelas." Bella beralasan."Ditelpon kan bisa.""Udahlah biarin. Nanti juga dia kelabakan kalau sadar seragamnya ketuker.""Biarin mampus sekalian. Kesel deh aku," batin Bella.Bella dan Vanilla kembali ke kelas. Mereka memulai pelajaran pertama nyaris tanpa suatu kejadian yang berarti. Semua lancar dan normal kecuali saat mata pelajaran jam pertama
"Bel, kantin yok!" Ajak Vanilla."Kalian aja deh. Aku nggak laper," tolak Bella.Ia bukannya tidak lapar. Ia hanya malas menyaksikan Gara duduk sebangku dengan Sabia lalu gadis itu mepet-mepet suaminya sok ngasih perhatian."Yakin?" Tanya Vano."Titip beliin sesuatu nggak? Nanti kamu laper loh. Mumpung Vano lagi banyak uang nih katanya mau beliin kamu.""Iya ngomong aja Bel mau apa nanti aku beliin." Vano menimpali.Bella menggeleng. Ia malah merebahkan kepalanya di atas tumpukan tangan yang dilipat di atas meja."Nggak perlu. Kalian nikmati aja makan siangnya.""Yaudah kita tinggal ke kantin dulu ya," pamit Vanilla."Ya," jawab Bella singkat.Kedua teman akrabnya itu pun meninggalkan Bella seorang diri di dalam kelas. Mereka turun berdua saja.Setibanya di kantin Vano dan Vanilla melihat Gara duduk dengan Sabia dan juga Edo. Gara langsung bangkit mendekti Vano dan Vanilla begitu keduanya sedang mencari bangku kosong."Bella mana?" Tanya Gara."Di kelas Kak," jawab Vanilla."Nggak iku
Bella latihan tari hingga sore. Karena sebentar lagi dia dan anak-anak seni tari lainnya akan perform untuk memeriahkan acara hari ulang tahun sekolah.Sepulang dari sekolah Bella langsung mandi dan tidur. Bahkan ia tidur masih menggunakan handuk kimono tanpa berganti baju lebih dahulu. Sepertinya Bella terlalu letih.Gara sengaja tidak membangunkannya. Ia menyusul Bella tidur saat hari telah malam. Karena sepi juga jika Bella sudah tidur. Gara merapikan selimut Bella dan memeluknya sebelum ia terlelap.Beberapa saat lamanya Gara tidur Bella justru terbangun."Ra... Ra..." Panggil Bella sambil mengguncang bahu Gara."Hmmm..." Gara hanya bergumam. Terlalu mengantuk untuk bangun."Ih, bangun dong Ra."Gara merapatkan pelukannya untuk melanjutkan tidur. Benar-benar mengantuk."Sagara Rihandaaaa!!! Bangguuunnnn!!!" Bella berteriak keras di telinga Gara. Cara itu sukses membuat Gara langsung bangun."Ngapain sih Bel?" Tanya Gara dengan wajah merengut. Ia sepertinya marah karena dibangunkan
Gara dan Bella baru datang ke rumah sakit saat Edo tertunduk lesu bersama Mamanya Revan."Tante," panggil Gara. Bocah itu kemudian menyalami Mamanya Revan bergantian dengan Bella.Gara memperhatikan kondisi Revan yang masih terpejam erat."Gimana dengan Revan, Do?"Edo menggeleng sambil meremas rambutnya."Tidak terlalu baik Ra."Mamanya Revan tertunduk. Air matanya bercucuran. Sementara Bella berusaha menenangkan Mamanya Revan.Gara tidak menyangka penganiayaan itu berakibat sefatal ini."Revan, aku mohon bertahanlah," batin Gara.Kemudian datang beberapa perawat bersama dokter"Mohon maaf adek-adek semuanya bisa tunggu di luar sebentar? Pasien akan dipiksa terlebih dahulu," ucap seorang perawat wanita itu dengan sopan.Tiga bocah itu langsung keluar meninggalkan Mamanya Revan bersama para perawat dan dokter. Lama sekali para perawat dan dokter itu tidak kunjung keluar. Edo sampai gelisah menunggunya. Kentara sekali jika ia sangat khawatir dengan Revan."Duduk sini dulu kenapa sih Do
Gara, Edo, Bella dan keluarga Revan menjadi orang yang paling akhir meninggalkan pemakaman. Rasanya mereka masih tidak percaya jika jasad yang baru saja dikebumikan itu adalah Revan.Ribuan tetes air mata mengiringi kepergiannya. Tak perduli bahkan jika mata telah menjadi sembab karenanya. Seolah tangis saja tidak cukup untuk menyatakan betapa mereka sangat kehilangan sosok Revan."Ra..." Bella mengusap bahu Gara untuk menenangkan begitu mereka sudah berada di dalam mobil.Grep!Gara menarik Bella ke dalam pelukannya. Sekarang ia merasa berhutang janji pada Revan untuk menjaga Bella."Yang tabah Ra. Kak Revan pasti nggak mau lihat kita kayak gini.""Bel, aku akan mempertaruhkan apapun untuk menjagamu. Aku tidak mau lagi kehilangan orang-orang yang aku sayangi dalam hidupku."Bella tahu jika Gara terlalu emosional. Kehilangan Revan pasti membuatnya sadar jika sesuatu baru terasa berarti keberadaannya saat ia sudah pergi."Kau tahu aku lebih hebat darimu. Jadi jangan khawatir Ra.""Aku
"Raa!" Panggil Sabia.Gara menoleh. Ia berhenti di tangga. Sabia buru-buru berlari mengejarnya dengan wajah ceria.Grep!Sabia menggandeng lengan Gara tapi Gara buru-buru melepaskannya."Ra, kita sore ini latihan untuk peragaan busana ya."Gara sengaja menciptakan jarak agak jauh dari Sabia."Aku nggak bisa Bi. Aku harus ke rumah Revan." Gara beralasan."Revan lagi? Kan dia udah dimakamkan juga ngapain sih repot-repot kesana?"Gara melotot."Kamu nggak ada sedih-sedihnya Revan meninggal?" Tanya Gara."Ya kenapa harus sedih sih? Kan momen itu udah lewat. Harusnya kamu pun udah nggak sedih lagi Ra. Kamu tau nggak justru sekarang tu waktunya kita seneng. Akhirnya penghalang kita untuk bersatu telah hilang.""Bi...""Ya Ra?" Sabia tersenyum senang karena dipanggil Gara."Kamu waras nggak sih sebenarnya?" Kata Gara dengan nada tajam. Setelahnya laki-laki itu pergi meninggalkan Sabia yang syok dengan ucapan Gara."Ra, sekarang apa lagi sih alasanmu?" Sabia mengejar Gara."Revan udah nggak a