Share

Bab 4

Clara mengerjapkan matanya beberapa kali, ia menggeliat dan meregangkan otot-ototnya yang kaku. Tidurnya kali ini terasa sangat nyenyak tidak seperti biasanya.

Tidur?' gumamnya dalam hati. Namun, sedetik kemudian ia refleks membuka matanya lebar-lebar.

Rasanya Clara ingin mengumpat. Bisa-bisanya ia tidur di mobil pria gila itu.

"Ini dimana?" Clara kebingungan, ia tidak berada di mobil saat ini. Padahal jelas-jelas tadi ia tertidur di dalam mobil. Bukan kamar.

"Sudah puas tidurnya, Nona?" Ares keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk yang melingkar di pinggangnya. Air juga masih menetes dari rambut menambah keseksiannya.

Seketika wajah Clara merah merona melihat pria yang ada dihadapannya. Ia segera memalingkan wajahnya untuk mengurangi rasa malunya.

"Lucu sekali." Ares berucap sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk lain yang ia bawa.

"Apa maksudmu?"

"Kamu sangat lucu atau pura-pura polos? Bukankah kamu sering melihat lebih dari ini." Ares meremehkan Clara. Ia akui, akting Clara sangat natural, jika ia tidak tahu apa pekerjaan Clara, mungkin ia akan tertipu dan mengira Clara gadis polos.

"Aku ingin pulang." Clara tidak menanggapi, ia malas berhubungan dengan pria gila.

"Tanda tangan dulu map itu, kamu baru boleh pulang." Ares menunjukkan map di atas nakas itu dengan dagunya.

"Apa itu?"

"Bacalah kemudian tanda tangani." Ares mengambil kaos di lemari pakaian dan kembali masuk kamar mandi.

Ragu-ragu, Clara mengambil map itu dan membacanya satu persatu. "Apa ini!" Mata Clara membulat sempurna setelah membacanya. "Pria itu benar-benar gila." Clara langsung meletakkan kembali map itu di atas nakas.

"Bagaimana?" Ares muncul dari balik pintu dengan tampilan santainya.

"Sepertinya Anda harus periksa kejiwaan."

Ares menaikkan sebelah alisnya."Kamu tahu? aku tidak suka penolakan."

"Carilah wanita lain, Tuan. Aku tidak berminat dan aku juga tidak setuju." Clara beranjak dari tempat tidur dan meraih tasnya yang tak jauh darinya.

"Kamu tidak bisa pergi kemana pun." Ares mendorong Clara hingga terjatuh kembali di atas ranjang.

"Kasar sekali Anda!" Clara protes, ia tidak suka mendapatkan perlakuan kasar seperti ini.

"Cepat tanda tangan! Aku akan memberikanmu hidup yang layak."

"Aku masih mampu untuk bertahan hidup tanpa harus menerima uang Anda."

Ares yang tak sabaran meraih map itu dan memaksa Clara untuk tanda tangan.

"Aku tidak mau." Clara menepis map itu.

"Jangan memaksaku untuk berbuat kasar!!" Ares yang memiliki kesabaran setipis tisu, membentak Clara supaya bersedia tanda tangan.

Entah apa yang terjadi padanya, Ares juga tidak mengerti. Saat ini, ia hanya ingin Clara setuju dengan rencana gila ini.

"Anda benar-benar gila." Clara berusaha bangun, ia ingin segera pergi secepat mungkin.

"Cepat tanda tangan. Setelah itu kamu bisa segera pergi." Ares menyodorkan kembali map berisi perjanjian itu tepat dihadapan Clara.

"Carilah wanita lain yang mau hamil anak Anda. Aku tidak mau."

Clara bersikeras untuk menolak. Ia tidak tergiur sama sekali dengan nominal yang tertera sebagai imbalan.

Mungkin jika Clara tidak memiliki hati, ia bisa saja menerimanya karena persyaratan sangat mudah. Ia harus bersedia mengandung anak pria itu. Setelah anaknya lahir, ia hanya perlu menyerahkannya dan mendapatkan imbalan. Namun, ia seorang wanita normal, ia tidak akan mungkin rela memberikan anaknya demi sejumlah uang meski ia hanya wanita rendahan.

"Baiklah mungkin kamu butuh waktu, aku akan berikan kamu waktu tiga hari."

"Terserah."

Clara malas menanggapi ia hanya berfikir ingin segera pergi. Namun, lagi-lagi ia di buat terkejut karena pria iti menahannya dan mencekal kedua tangannya ke atas lalu melumat bibirnya rakus.

Clara berusaha menutup mulutnya rapat-rapat dan memberontak supaya di lepaskan tapi pria itu seperti tidak mau menyerah hingga ia kesulitan bernapas.

"Aku tak ingin menunggu lama, datanglah kemari. Bawa barang-barang milikmu besok." Ares berbicara terengah-engah setengah melepaskan ciumannya secara terpaksa.

Clara tidak menjawab. Ia justru memilih untuk bangun dan segera pergi.

❄️❄️❄️

Mily mengemasi barang-barang yang akan ia bawa untuk pergi berlibur. Sungguh ia tertekan karena orang tua Ares terus menyingung bahkan terang-terangan menyatakan ketidaksukaannya di depan orang banyak. Ia sangat malu tapi ia harus bertahan demi Ares.

"Pesawat satu jam lagi." Jerry memberi tahu Milu. Entah kemana Ares saat ini, tiba-tiba saja setelah meeting dia menghilang dan tidak bisa di hubungi sampai saat ini.

Biasanya Ares tak pernah lupa tentang Mily sesibuk apa pun itu tapi kali ini dia bak hilang di telan bumi sehingga harus ia yang mengurus semua keperluan Mily sebelum berangkat.

"Kemana Ares?"

"Mana aku tahu."

Terdengar jelas nada tak suka dari jawaban Jerry. Andai Mily bukan istri Ares, mungkin ia tidak akan bersedia melakukan semua ini. Ia tidak menyukai Mily.

"Kamu asisten pribadinya? Kenapa bisa tidak tahu?"

"Ini sudah di luar jam kerja Nyonya Mily. Aku tidak punya tanggung jawab dua puluh empat jam penuh untuk membuntutinya."

"Aku tidak peduli, cepat telefon Ares." Mily memerintahkan Jerry seenaknya sendiri.

"Hmm." Jerry kesal. Namun, ia tetap mengikuti perintah nyonya bosnya.

Belum sempat Ares menelpon, Ares sudah muncul. "Untung kamu cepat datang, aku udah muak. Lagi pula ini di luar jam kerja. Ingat di hitung lembur." Jerry berbicara sembari berlalu pergi.

Ares tidak peduli dengan ucapan Jerry, ia langsung menghampiri Mily."Maaf terlambat, Sayang."

"Kemana saja, Sayang? Nanti aku telat." Mily merajuk saat Ares mendekat ke arahnya.

"Maaf, Sayang." Ares memeluk Mily dan berharap dimaafkan.

"Jangan ulangin, aku tidak suka." Mily membalas pelukan Ares. Namun, saat ia memeluk Ares, ia merasa ada yang berbeda, tubuh Ares bau sangat harum dan itu seperti parfum wanita. Ia ingin bertanya tapi ia urungkan niatnya karena tak ingin terjadi salah paham di antara mereka berdua.

Lagipula selama ini Ares setia padanya. Jadi tak mungkin Ares bermain dengan wanita lain pikir Mily.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status