Fargo membanting kasar pintu mobilnya, lalu melangkah masuk ke dalam lobby apartemen dengan raut wajah dipenuhi amarah yang nyaris meledak. Kilat mata tajamnya seolah menyapu banyak orang di lobby apartemen mewah itu. Rahangnya mengetat. Tangannya mengepal kuat. Sorot mata tajam begitu terhunus menunjukkan amarah yang berkobar.Hingga ketika Fargo sudah tiba di unit yang dituju, dia segera memasukan password apartemen, dan langsung masuk ke dalam apartemen itu. Aura wajah kemarahan tak bisa lagi tertutupi. Terlebih Fargo mengingat dengan jelas berita skandal Damian dan Kimberly. Yang membuat amarah Fargo semakin terpancing bukan hanya rentang berita itu saja, tapi foto-foto yang bersebar di media adalah foto hasil penyelidikan asistennya.“Gilda! Gilda!” teriak Fargo begitu keras dan menggelegar kala memasuki apartemen Gilda. Ya, sekarang Fargo mendatangi apartemen Gilda. Satu nama pencuri yang Fargo yakini adalah Gilda. Pasalnya yang terakhir masuk ke dalam ruang kerjanya adalah Gild
Raut wajah dingin dan penuh geraman kemarahan menyelimuti Damian, kala pria tampan itu mendengar langsung dari sang asisten siapa pelaku yang telah menyebarkan foto-fotonya dan Kimberly. Kilat mata cokelat gelapnya begitu tajam, memendung emosi yang nyaris meledakan seluruh isi ruangan. Yang paling Damian benci adalah orang berani bermain-main dengannya.“Siapa yang membantu Gilda dalam menyebarkan berita ini?” tanya Damian dengan nada geraman emosi kemarahan tertahan.“Taya, manager beliau yang membantu menyebarkan berita ini. Awalnya saya sempat berpikir Tuan Fargo yang menyebarkan berita ini, tapi setelah saya selidiki ternyata bukan Tuan Fargo yang menyebarkan berita ini,” jawab Freddy memberi tahu dengan sopan.Damian mengambil whisky di hadapannya, menyesap minumannya itu perlahan. Sorot pandangnya menatap lurus ke depan, tangannya mencengkram kuat gelas sloki di tangannya. “Perusahaan mana saja yang memakai Gilda sebagai model?”“Sebenarnya belakangan ini Nona Gilda Olaf sedang
Alunan musik biola menyelimuti kemegahan restoran Perancis yang ada di pusat kota Los Angeles. Aroma lavender sebagai pengharum ruangan begitu menyejukan. Tak banyak pengunjung yang datang ke restoran ini. Hanya beberapa meja terisi. Suara percakapan pun nyaris tak terdengar.Tampak dua wanita cantik duduk dengan anggun di kursi dekat jendela. Mereka bisa melihat keindahan kota Los Angeles dari jendela besar, tinggi, dan megah itu. Mereka berdua belum ada percakapan apa pun. Hanya saja tatapan mata mereka saling terlempar dingin satu sama lain. Tatapan yang mengisyaratkan tak ada keramahan di sana.“Kenapa kau mengajakku bertemu, Keiza? Hal penting apa yang ingin kau katakan padaku?” tanya Kimberly dingin, dan datar serta sorot mata tegas.“Aku tidak menyangka kau istri dari Fargo Jerald, keponakan tiri Damian.” Keiza menjeda sebentar, lalu mengambil wine yang ada di hadapannya, dan menyesap wine perlahaan. Nada bicara Keiza anggun, dan tersirat penuh sindiran.Kimberly mengambil teh
“Berengsek! Apa-apaan ini, Taya! Kenapa banyak perusahaan yang membatalkan kontrak sepihak, hah?!” Suara Gilda berseru dengan nada keras, dan menggelegar memenuhi apartemen megahnya. Kemarahan begitu membakar Gilda kala mendapati laporan hampir semua perusahaan yang bekerja sama dengannya, membatalkan kontrak begitu saja. Sialnya tidak ada punishment bagi pihak perusahaan, jika ingin membatalkan kontrak. Itu yang benar-benar membuat Gilda murka. Semua merugikan dirinya.Taya menghela napas dalam. “Yang melakukan ini Damian Darrel. Dia yang meminta semua perusahaan yang bekerja sama denganmu harus membatalkan kontrak. Jika tidak, Damian Darrel tidak akan pernah mau bekerja sama dengan perusahaan yang mengontrakmu. Aku benar-benar tidak menyangka Damian Darrel akan melakukan hal seperti ini.”“Sialan!” Gilda membanting semua dokumen yang ada di tangannya ke atas meja. Kemarahan dalam dirinya tak bisa terkendali. Dia meminta Taya untuk menyelidiki tentang Kimberly agar bisa mempermalukan
“Kau sudah gila, Gilda! Kau mau membawaku ke mana?!” bentak Kimberly keras, dan kuat seraya menatap Gilda yang melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Sorot mata Kimberly menatap penuh amarah Gilda yang berani menculiknya. Andai saja tadi Gilda tak menodongkan pisau ke pinggangnya, maka tak mungkin dia ikut dengannya.“Kau yang menghasut Damian untuk menghancurkan karirku, kan?” Gilda menginjak pedal gas kuat-kuat. Benak Gilda bekerja pasti Kimberly turut andil membujuk Damian dalam menghancurkan karirnya.“Menghancurkan karirmu? Apa maksud ucapanmu?” Kening Kimberly mengerut dalam, menatap bingung Gilda.“Kau jangan berbohong, Kimberly! Aku tahu kau yang membujuk Damian untuk menghancurkanku! Kau benar-benar licik, Kimberly! Kau memperalat Damian yang memiliki kekuasaan agar bisa menghancurkanku!” seru Gilda dengan nada tinggi, dan penuh kebencian.“Kau sudah kehilangan akal sehatmu, Gilda! Apa alasan aku membujuk Damian demi bisa menghancurkanmu?!” Kimberly membalikkan ucapan gil
Damian menatap hangat Kimberly yang tertidur pulas setelah minum obat. Dokter masih belum mengizinkan Kimberly untuk pulang. Namun, meski demikian dokter mengatakan kondisi Kimberly baik-baik saja. Begitu pun dengan kandungan Kimberly yang sehat dan kuat. Walau tak dipungkiri rasa sedikit cemas masih tetap ada. Hal itu kenapa Damian masih belum beranjak pergi dari ruang rawat Kimberly.Tangan kokoh Damian membelai pipi Kimberly lembut. Mengecupi seluruh wajah sang kekasih. Hatinya tenang kala merasakan embusan napas halus Kimberly menerpa punggung tangannya. Sejak tadi yang Damian lakukan terus mengecupi wajah Kimberly dan memeriksa napas Kimberly.Dalam hidup, ini pertama kali Damian merasakan ketakutan. Melihat dengan mata kepalanya sendiri mobil yang membawa Kimberly jatuh ke jurang, membuat jantung Damian nyaris berhenti berdetak. Entah, dia tak bisa memikirkan bagaimana dirinya, jika tanpa Kimberly.Kimberly bukan cinta pertamanya, tapi Damian tak mengerti kenapa dirinya takut ke
“Damian, aku sudah keyang.” Kimberly hendak menyudahi makanan yang disuapi oleh sang kekasih. Pagi menyapa, Damian sudah menyuapi banyak makanan untuk Kimberly. Dalam keadaan sakit seperti ini, Damian selalu meminta Kimberly serta memaksa untuk banyak makan. Mengingat Kimberly sedang hamil muda, itu yang membuat Damian overprotective.“Kim, makan sedikit lagi.” Damian memaksa Kimberly lagi untuk menghabiskan makanan yang dia suapkan pada Kimberly.Kimberly mengembuskan napas panjang. Tanpa membantah, akhirnya dia kembali menerima suapan dari Damian. Menghindari pertengkaran adalah jalan yang terbaik. Dia tak mau bertengkar hal kecil dengan Damian.“Damian, aku sudah kenyang. Jangan minta aku makan lagi.” Kimberly mengerutkan bibirnya sebal.Damian mengulum senyumannya, dan mengangkup kedua pipi Kimberly, mengecupi bibir sang kekasih yang mengerut itu. “Kau sedang hamil, Kim. Wanita hamil wajib untuk banyak makan. Kau bukan hanya makan untuk dirimu saja, tapi anak kita juga makan.”“Da
Sayup-sayup mata Maisie mulai terbuka. Cahaya putih yang menyorot menangkap ke matanya. Tepat di kala mata Maisie sudah terbuka, tatapannya teralih pada Ernest yang begitu setia duduk di tepi ranjang, menunggu dirinya. Detik itu juga ingatannya langsung mengingat dirinya dirawat di rumah sakit.“Kau sudah bangun? Apa kau ingin makan sesuatu?” tanya Ernest menawarkan seraya membelai pipi Maisie lembut. Tatapan pria paruh baya itu menatap hangat sang istri—yang begitu pucat. Beruntung dokter mengatakan kandungan Maisie baik-baik saja. Walau cukup lemah, tapi selama ini sang istri selalu rajin mengonsumsi obat penguat kandungan. Itu yang sangat membantu, ketika istrinya dalam keadaan benar-benar drop.“Aku belum lapar. Nanti saja aku makan. Apa Gilda sudah siuman?” Fokus Maisie hanya pada putrinya.“Belum. Gilda belum siuman.” Ernest membelai lembut pipi Maisie.“Lalu bagaimana dengan Kimberly?” Lepas dari rasa khawatir pada Gilda, tentu saja Maisie tetap merasa bersalah pada Kimberly. B