“What? Jadi besok kau dan paman tiri suamimu akan ke Chicago? Berdua saja? Maksudku tidak ada asisten kalian yang menemani?” Carol tampak terkejut kala Kimberly mengatakan akan pergi ke Chicago berdua dengan Damian.Kimberly menghela napas kasar. “Aku ke Chicago bersama dengan paman tiri suamiku, karena perusahaan ayahku bekerja sama dengan perusahaan Paman Damian. Aku tidak tahu Paman Damian akan membawa asisten atau tidak. Aku sendiri tidak membawa assitenku, karena Brisa mengurus perusahaanku di sini. Kau juga tidak apa-apa, kan aku tinggal sebentar? Aku hanya sekitar empat atau lima hari di Chicago. Tidak akan lama. Jika kau kewalahan mengurus perusahaan baru kita, kau bisa meminta bantuan Brisa. Nanti pasti Brisa akan membantumu.”Carol mengambil cangkir teh yang ada di atas meja, dan disesapnya perlahan. “Aku bisa menangani perusahaan baru kita. Kau tidak usah khawatir, Kim. Tapi yang aku bingung sejak kapan perusahaan ayahmu bekerja sama dengan perusahaan paman tiri suamimu it
Chicago, Illinois, USA. Pesawat yang membawa Damian dan Kimberly mendarat di Bandar Udara Internasional O’Hare, Chicago, Illionis, USA. Setelah menempuh perjalanan empat jam akhirnya mereka mendarat di bandara Chicago. Terlihat Damian tenang duduk di kursi penumpang dan masih tetap memakai seat belt kala pesawat baru saja mendarat. Pria itu segera mengambil ponselnya, dan menyalakan signal ponselnya dikala dia sudah yakin pesawat sudah aman.“Tuan Darrel,” sapa sang pramugari sopan.“Kimberly masih ada di dalam kamar?” tanya Damian dingin dan datar.Sekitar dua jam lalu, Kimberly memilih membaringkan tubuh di kamar yang ada di pesawat, karena wanita itu tak sanggup menahan kantuk. Padahal jarak Los Angeles ke Chicago tidaklah jauh.“Masih, Tuan. Nyonya Kimberly sepertinya kelelahan. Saya tidak berani membangunkan beliau,” jawab sang pramugari sopan.Damian mengangguk singkat. “Biar aku yang membangunkannya.”“Baik, Tuan.” Pramugari itu menundukkan kepalanya, kala Damian melangkahkan
Hampir dua jam lamanya Kimberly berada di kamar mandi. Entah sabun apa yang dipakainya sampai-sampai membuat wanita itu berada di dalam kamar mandi nyaris dua jam lamanya. Well, meski berjam-jam sekalipun, tapi Damian sama sekali tidak marah. Sejak tadi Damian duduk di sofa kamarnya seraya berkutat pada ponsel di tangannya. Pria tampan itu sama sekali tidak mengeluh Kimberly terlalu lama mandi.Suara pintu kamar mandi terbuka secara perlahan. Kimberly melangkahkan kakinya keluar dari kamar mandi. Tampak long dress berwarna putih model kemben membuatnya sangat cantik. Kulit putihnya selalu cocok memakai warna apa pun. Rambut cokelat terang diiikat messy bun, memperlihatkan leher jenjang dan indahnya. Polesan make up flawless menyempurnakan penampilannya. Biasanya dia menyukai make up bold, tapi kali ini, dia memilih menggunakan make up flawless agar terlihat jauh lebih segar.Langkah kaki Kimberly terhenti sebentar tepat tak jauh dari sofa di mana Damian duduk. Sejak tadi pria itu suda
Asap rokok yang terkena wajah Kimberly membuatnya sedikit terbatuk. Aroma tembakau yang kental bercampur dengan anggur mahal menyeruak ke indra penciumannya. Sejak tadi dia tak henti mengumpati Damian yang membawanya pergi ke salah satu klub malam mewah yang ada di Chicago.Kimberly mengembuskan napas panjang melihat ke sekelilingnya. Hampir sembilan puluh persen di sekelilingnya adalah pasangan yang bermesraan dan saling bercumbu. Bisa dikatakan hanya dia dan Damian yang saling duduk berseberangan. Sungguh, ini benar-benar menyebalkan. Dia malas berada di tengah-tengah lautan manusia yang bermesraan. Membuat dirinya benar-benar tampak bodoh.“Damian, beri tahu aku kenapa kau membawaku ke sini?” tanya Kimberly dingin dan ketus.“Kenapa kau harus bertanya? Bukankah kau sering pergi ke klub malam?” Damian menjawab pertanyaan Kimberly seraya menyesap wine di gelasnya.Kimberly mendengkus pelan. “Kata siapa aku sering pergi ke klub malam?”Damian mengangkat bahunya. “Aku hanya menduga saj
Cahaya sinar matahari menembus sela-sela jendela. Perlahan dia mengerjap beberapa kali kala silaunya cahaya mengenai wajahnya. Sayup-sayup, matanya mulai terbuka seraya memijat keningnya. Namun, di kala dia hendak bergerak tiba-tiba Kimberly merasakan tangan kokoh melingkar di pinggangnya.Kimberly langsung mengalihkan pandangannya ke samping, dan seketika raut wajahnya berubah melihat Damian terlelap di sampingnya seraya memeluk pinggangnya erat. Napasnya tercekat. Wajahnya memucat. Pancaran matanya menunjukkan jelas kepanikan.Kimberly hendak menyingkirkan tangan Damian, tetapi ingatannya langsung mengingat kejadian tadi malam. Kejadian di mana pria itu membelanya di klub malam. Pun Damian memintanya untuk tidur di kamar pria itu.Kimberly terdiam, menatap dalam wajah tampan Damian yang tertidur pulas. Dia tak menampik wajah Damian bagaikan pahatan Dewa Yunani yang sempurna. Rahang tegas. Hidung mancung menjulang melebihi bibir. Alis tebal. Bulu mata lentik. Kulit cokelat eksotis se
“Damian, kau mengajakku menonton pertandingan baseball?” Raut wajah Kimberly berubah kala dirinya dan Damian tiba di Wrigley Field—stadion baseball di Chicago yang merupakan tempat dari Chicago Clubs.Kimberly tak mengira Damian akan membawanya ke sini. Dalam benaknya Damian akan mengajaknya mungkin bertemu teman pria itu, atau mungkin juga menemani pria itu membeli sesuatu. Namun, ternyata apa yang ada dalam otak Kimberly salah besar. Damian membawanya ke tempat pertandingan baseball.“Jika sudah sampai di sini, aku tidak mungkin mengajakmu menonton bioskop kan?” Alih-alih menjawab, malah Damian membalikkan pertanyaan Kimberly.Bibir Kimberly tertekuk sebal mendengar ucapan Damian. “Aku bertanya memastikan, Damian. Memangnya salah kalau aku bertanya?”“Tidak, kau tidak salah. Lebih baik kita duduk sekarang. Pertandingan baseball akan segera dimulai.” Damian merengkuh bahu Kimberly, merapatkan tubuh Kimberly ke dalam dekapannya.Raut wajah Kimberly berubah kala mendapatkan pelukan dar
*Hari ini kita akan pergi pukul empat sore. Aku sekarang sedang video conference dengan beberapa rekan bisnisku. Jika sudah selesai, nanti aku akan ke kamarmu—Damian. D.* Kimberly mengembuskan napas panjang kala membaca pesan masuk dari Damian. Hari ini bisa dikatakan Damian sangat sibuk. Pria itu masih berada di dalam kamar hotelnya, karena sedang mengerjakan beberapa pekerjaan penting—yang mana Kimberly tak ingin mengganggu pekerjaannya. Hal itu kenapa Kimberly masih berada di dalam kamar hotelnya. Padahal rencananya hari ini Damian mengajaknya untuk pergi. Entah ke mana pria itu mengajaknya, tapi karena sekarang Damian sedang memiliki pekerjaan, jadi mau tak mau Kimberly harus menunggunya.Kimberly mengambil orange juice yang ada di atas meja, meminum perlahan dengan sorot mata yang lurus ke depan. Selama ini dia tak pernah merasa sebahagia ini. Bahkan hanya berada di dekat Damian saja dirinya benar-benar merasakan kebahagiaan dan kenyamanan. Sementara Fargo? Tak perlu lagi dita
Keheningan membentang dari dalam mobil. Baik Kimberly dan Damian masih diam tak mengeluarkan sepatah kata pun. Sejak tadi pria tampan itu fokus melajukan mobilnya. Sementara Kimberly memilih melihat ke luar jendela dengan raut wajah yang sedikit panik.Sesekali, Kimberly mencuri-curi melihat Damian yang sedang fokus melajukan mobil. Akan tetapi, itu hanya sebentar saja. Detik berikutnya, wanita itu kembali melihat ke luar jendela. Tak bisa dipungkiri kata-kata Damian tadi terus terngiang dalam benak Kimberly. Bahkan kata-kata itu sukses membuat darahnya seakan berdesir.“Kim,” panggil Damian yang sontak membuat Kimberly sedikit terkejut.“Hm?” Kimberly membuyarkan lamunannya, menatap Damian.“Aku lihat kau sangat membenci saudara tirimu,” ucap Damian memulai percakapan. “Aku tidak membencinya. Aku hanya kurang menyukainya saja,” jawab Kimberly dengan suara dingin dan tenang.“Kurang menyukai dan membenci adalah dua hal yang nyaris sama, Kim.”“Berbeda, Damian. Jangan disamakan.”“Kal