Kimberly memuntahkan semua makanan yang baru saja masuk ke dalam perutnya. Entah pagi ini sudah berapa kali dia ke kamar mandi. Tubuhnya benar-benar terasa lemah dan lemas. Bahkan kepalanya sejak tadi sudah berputar. Jika saja tak ada Damian di sampingnya, mungkin saja dia sudah ambruk.Pria tampan itu begitu cekatan memegang rambut Kimberly. Tak hanya itu saja, tapi sekarang Damian juga yang memutar keran warstafel, membasuh bibir Kimberly dengan air bersih. Tampak Kimberly sangat patuh kala Damian mengambil peran membantunya. Pasalnya memang Kimberly begitu lemah tak bisa untuk melawan. Meskipun Kimberly masih marah padanya, tapi dia memilih menyingkirkan ego dalam hal seperti ini.“Apa sudah lebih baik?” Damian menyeka bibir Kimberly yang basah menggunakan tisu.Kimberly menganggukkan kepalanya. Raut wajah Kimberly benar-benar lemah. Kehamilan kerap membuat Kimberly enggan untuk melakukan sesuatu. Seperti sekarang ini, setelah mual hebat yang dia inginkan hanya beristirahat.“Maaf
Kimberly menyimak dengan baik laporan dari Brisa tentang kondisi perusahaan. Asisten pribadi Kimberly itu bukan hanya melaporkan tentang perusahaan pribadi miliknya saja, tapi perusahaan milik Kimberly, bersama dengan Carol. Beruntung laporan yang dia dapatkan adalah laporan baik—yang mana semuanya tak memiliki masalah.“Nyonya Kimberly, ada lagi yang ingin saya laporkan pada Anda,” ujar Brisa penuh rasa sopan.Kimberly menatap Brisa. “Katakan, hal apa yang ingin kau laporkan?”“Begini, Nyonya, pengacara Anda mengatakan minggu ini jadwal sidang rasanya tidak memungkinkan, kecuali kondisinya Tuan Fargo tidak menghalangi perceraian ini. Semua terhambat karena Tuan Fargo selalu saja menunda-nunda,” kata Brisa melaporkan—dan langsung membuat Kimberly meloloskan umpatan pelan.“Sampai kapan pria berengsek itu menunda perceraian?!” geram Kimberly kesal. Dia sudah tak sabar ingin berpisah dengan Fargo. Terlebih kondisinya sekarang sedang mengandung anak Damian. Akan lebih baik jika dirinya b
Damian duduk di kursi kebesarannya seraya menatap grafik saham milik perusahaan Fargo di pasar saham. Aura wajah dingin dan terselimuti ketegasan itu memberikan tatapan yang begitu lekat ke grafik saham perusahaan Fargo. Sore ini tujuannya ke kantor karena memeriksa dokumen penting yang harus segera disetujui. Sekarang setelah Damian memeriksa beberapa pekerjaannya, dia langsung melihat posisi perusahaan Fargo.“Tuan, apa yang akan Anda lakukan sekarang?” tanya Freddy yang berdiri tepat di hadapan Damian.“Perusahaan Fargo meski sedang terpuruk, tapi tidak akan langsung bangkrut dengan mudah. Biarkan saja dulu seperti itu. Aku ingin sekarang kau melakukan sesuatu,” jawab Damian dengan begitu serius. Ada alasan khusus dia tak langsung membantu Fargo. Lagi pula Fargo belum di ujung tanduk.“Apa yang Anda butuhkan, Tuan?” tanya Freddy sopan.Damian menggerakan gelas berkaki tinggi di tangannya. “Sampai detik ini, Fargo selalu menolak bercerai, kau selidiki alasan kuat kenapa Fargo tidak
Suara kicauan burung saling bersahutan menyambut mentari pagi. Perlahan, Kimberly yang tertidur pulas pun mulai terbangun. Wanita cantik itu merentangkan kedua tangannya—menggeliat, dan menguap. Saat matanya sudah terbuka, tatapannya menoleh ke samping—mendapati ranjang di sampingnya sudah kosong.Kimberly mengendarkan pandangannya ke sekeliling kamar, mencari keberadaan Damian. Namun, Kimberly tak menemukan sama sekali keberadaan pria tampan itu. Rasanya tak mungkin Damian pergi ke kantor tanpa berpamitan dengannya. Dia sangat mengenal sang kekasih yang pasti akan berpamitan jika pergi ke mana pun, tapi ke mana Damian pergi?Kimberly memasang telinga dengan baik, memastikan bahwa tak ada suara gemericik air di kamar mandi. Benar saja! Tak ada suara apa pun. Semua sunyi senyap. Tidak biasanya Damian pergi tanpa pamit. Apa Damian menjawab telepon? Banyak terkaan muncul dalam otak Kimberly saat ini.“Ck! Ke mana Damian pergi?” Kimberly mulai kesal, karena Damian pergi tanpa membangunkan
Suara Damian berseru dengan lantang, dan penuh ketegasan. Raut wajah Damian menunjukkan jelas aura emosi dan amarah tertahan. Kilat mata cokelat gelapnya terus menatap Fargo tajam. Rahangnya mengetat. Tangannya terkepal begitu kuat. Dia tak peduli pada apa pun. Sebab pada akhirnya semua akan terbongkar. Tubuh Deston dan Olsen mematung menatap Damian tajam. Pancaran mata mereka menunjukkan jelas tatapan terkejut, tapi tak percaya begitu saja. Ruang meeting itu semakin mencekam akibat tatapan tajam semua orang. Fargo yang berdiri tak jauh dari Damian—memberikan tatapan tajam yang terselimuti kemarahan membara.“Jangan main-main dengan ucapanmu, Damian!” bentak Deston keras, dan menggelegar. “Damian, kau jangan gila! Ucapanmu itu konyol! Kami mengenal Kimberly dengan baik!” seru Olsen dengan nada tinggi penuh amarah.Damian masih bergeming di tempatnya dengan tatapan yang masih dan terus menatap tajam Fargo. Aura wajahnya menunjukkan jelas keseriusan dan ketegasan. Tak ada sedikit pun
Kimberly duduk di ranjang kamar hotelnya seraya menatap ke layar ponsel miliknya. Sampai detik ini Damian belum menghubungi, ataupun mengirimkan pesan singkat padanya. Padahal biasanya Damian selalu mengirimkan telepon ataupun pesan singkat. Namun, kenapa malah sekarang tidak sama sekali? Tadi pagi memang Damian menuliskan note untuknya, tapi itu hanya sekedar note. Dia tetap masih kesal pada Damian yang pergi ke kantor tanpa membangunkannya.Apa Damian benar-benar sibuk dengan pekerjaannya? Atau malah Damian bertemu dengan Keiza? Sungguh, hati Kimberly menjadi cemas tak menentu. Yang muncul dalam pikiran Kimberly adalah Damian bertemu dengan Keiza. Dia yakin pasti Keiza masih berada di Los Angeles. Entah kenapa dia memiliki keyakinan seperti ini. Walaupun Damian mengatakan hubungannya dengan Keiza sudah berakhir, tapi tetap saja kecemburan dan marah masih ada. Ditambah hormon kehamilan membuatnya jauh lebih sensitive.Kimberly berusaha keras menepis pikiran negative-nya, dia bangkit
“Berengsek!” Fargo mengumpat kasar seraya menyentuh luka lebam di wajahnya yang baru saja diobati oleh pelayan. Luka di wajah Fargo cukup parah akibat pukulan Damian. Tak memungkiri pukulan Damian sangat keras. Beruntung pelipisnya tak sampai robek. Fargo memejamkan mata singkat mengatur napasnya. Amarah dan emosi dalam dirinya benar-benar membuatnya nyaris meledak. Sungguh, dia tak pernah mengira Damian memiliki keberanian mengungkap segalanya di hadapan Deston dan Olsen. Sempat terbesit dalam pikirannya Damian akan berbelit mencari alasan, tetapi ternyata apa yang Fargo pikirkan salah. Damian dengan lugas mengakui memiliki hubungan dengan Kimberly. Bahkan pamannya itu mengakui sekarang Kimberly sedang megandung.“Tuan.” Gene melangkah menghampiri Fargo seraya menundukkan kepalanya.“Ada apa kau ke sini?!” seru Fargo menatap dingin dan tajam asistennya itu.“Maaf mengganggu Anda, Tuan, tapi ada hal penting yang ingin saya sampaikan pada Anda,” ujar Gene yang tenang, dan serius.Farg
Kimberly baru saja selesai melakukan panggilan telepon dari Carol. Dia mendapatkan informasi bahwa ayahnya mencarinya. Tak ada respon banyak dari Kimberly, dia hanya menanggapi ucapan Carol tentang dirinya yang masih sibuk dan ingin menyendiri. Meskipun Carol adalah sahabat baiknya, tapi dia tak cerita pada Carol mengenai ayahnya.Kimberly duduk di sofa seraya meminum orange juice, tapi tiba-tiba terdengar dering ponsel Damian. Kekasihnya itu sedang keluar kamar, merokok di luar, dan tak membawa ponsel. Detik itu juga Kimberly mengambil ponsel Damian—dan menatap ke layar ponsel sang kekasih ternyata nomor asing dengan kode negara Yunani muncul di layar.“Nomor ini bukannya yang dulu pernah aku jawab?” Kimberly menatap lekat nomor asing di hadapannya. Nomor itu tak disimpan di kontak ponsel Damian. Dia mengingat dulu dirinya pernah menjawab telepon Damian, tapi kala itu sang kekasih marah padanya.Tanpa lagi banyak berpikir, Kimberly menggeser tombol hijau yang ada layar ponsel Damian,