Sesampai di kantor Gilang, lelaki bertubuh atletis itu ternyata sudah menunggu di lobby.Melihat Risa datang, lelaki yang Risa damba yang hari itu mengenakan setelan formal berwarna hitam kombinasi biru langsung berdiri menyambutnya. Seperti biasa, Gilang akan langsung menggenggam tangan Risa, menggiring langkah perempuan itu untuk mengikutinya, dan seperti biasa juga, tidak pernah Risa utarakan keberatan untuk perlakuan suaminya itu."Kenapa kamu lama sekali, Sayang?" bisik Gilang."Aku ...." "Siap-siap menerima hukuman dariku.""Hah?" Risa setengah berlari mengikuti langkah lebar Gilang, tapi dia bahagia karena setiap kali Gilang menggenggam tangannya, ia tahu seseorang sudah pasti akan melindunginya dengan usaha terbaiknya. Risa yakin Gilang akan melindunginya dari bahaya apapun.Untuk kesekian kalinya Risa mendatangi kantor Gilang. Tapi, ia tidak pernah berhenti mengagumi bangunan megah itu. Bangunan yang menurutnya sangat keren, tapi ia hanya bisa menyimpan kekagumannya di dala
Suara adzan berkumandang, Risa menggeliat perlahan, menatap wajah tampan Gilang yang tidur di sampingnya dan memeluknya sepanjang malam.Risa melepaskan diri dari pelukan Gilang dengan perlahan. Dia takut mengusik tidur suaminya. Risa kemudian keluar dari kamarnya lalu berjalan ke arah dapur dan berpapasan dengan Bik Jum."Nyonya tidak apa-apa?" tanya Bik Jum menatap Risa heran."Aku tidak apa-apa, memangnya kenapa?" Risa bertanya balik pada Bik Jum dengan sedikit rasa penasaran."Nyonya terlihat pucat dan lemah," jawab Bik Jum mengambil air hangat dan menyodorkannya pada Risa."Aku baik-baik saja, Bik," jawab Risa singkat.Risa pun melanjutkan pekerjaannya, membuat sarapan untuk Amira dan membuat kopi untuk Gilang."Bunda ..." Suara Gadis kecil memanggil dengan wajah ceria."Selamat pagi, sayang Bunda, hari ini sekolah?" tanya Risa kepada Amira. Disertai anggukan oleh gadis kecil itu seraya memeluk Risa dengan erat."Nanti Amira diantar sama Pak Sapto aja, ya! Ayah lagi demam, jadi,
Risa semakin gelisah, tidak sabar rasanya ia menunggu Gilang pulang.Disaat Risa kalut dengan perasaan cemas, ia medengar suara deru mesin mobil Gilang. Setengah berlari, ia menyambut Gilang dan segera mengambil tas dari tangan suaminya itu."Kakak istirahat dulu, ya. Aku buatkan jus jeruk suapaya segar." Risa menuntun langkah Gilang menuju kamar.Gilang berhenti di depan kamar Amira. Risa merasa semakin cemas, bagaimana jika Gilang menanyakan Amira?"Amira sudah pulang?" tanya Gilang berlalu dari depan kamar Amira dan membuka pintu kamar mereka.Risa hanya menganggukkan kepala. Ia membantu Gilang duduk di sisi ranjang, lalu melepas sepatu dan kaos kaki suaminya itu. Lalu kemudian Risa membantu Gilang mengganti pakaiannya.Ketika Gilang telah istirahat sejenak, Rida duduk dihadapan Gilang dan menggenggam erat tangannya."Kak, aku mau bicara sesuatu." ucap Risa menatap wajah Gilang dengan serius."Katakan saja," sahut Gilang singkat."Tadi Pak Sapto menjemput Amira di sekolah, tapi men
Plakkk"Cukup, Gilang!" Nyonya Adiguna melayangkan tanganya di wajah Gilang.Gilang membelalakkan matanya."Mama menamparku hanya karena membela pelacur ini?" Plakkk"Kurang ajar, kamu, Gilang!" Nyonya Adiguna kembali hendak menampar Gilang. Namun, terlebih dahulu disambut oleh Gilang."Mama akan menyesal jika mengetahui kebusukan hati perempuan iblis ini. Dia hanya menutupi profesinya sebagai pelacur dengan menjadi model terkenal!" ujar Gilang menghempaskan tangan ibunya."Alea, jangan pernah bermimpi untuk memilikiku! Karena jangankan menyentuhmu, melihatmu saja, aku jijik!" Gilang menggenggam erat tangan Risa dan membawanya berlalu meninggalkan rumah yang seperti istana itu.Sepanjang perjalanan, Gilang terlihat sangat gelisah. Sesekali menarik napas, lalu membuangnya dengan berat. Risa tidak berani bertanya atau pun membuka percakapan, karena ia takut akan membuat Gilang semakin marah.Gilang menepikan mobilnya di sebuah Cafe bernuansa Klasik. Lalu melangkahkan kaki memasuki Cafe
"Kak,Amira benar-benar berada di dalam gua ini," bisik Risa di telinga Gilang.Mereka semakin mempercepat langkah untuk semakin memasuki gua tersebut. Risa terus berpegangan dengan tangan Gilang.Tiba-tiba, seseorang berada di hadapan mereka dengan menyeringai. Laki-laki tersebut memegang sebuah pisau dan mengacungkannya pada Gilang. Dengan kuda-kuda yang tentunya siap menyerang Gilang dan Risa.Gilang menyembunyikan Risa dibalik tubuh kekarnya. Risa sangat ketakutan. Tempat itu sangat gelap. Tidak mungkin jika Gilang bertarung dengan lelaki bersenjata tajam itu."Kak, dia bersenjata tajam.""Kamu tenang saja. Kakak pasti bisa menghadapinya."Gilang meminta Risa untuk mundur dan mencari tempat yang aman karena dia akan bersiap menghadapi lelaki tersebut.Risa pun menurut. Ia bersembunyi dibalik dinding gua. Ia melihat Gilang bertarung dengan laki-laki itu dengan sengit. Risa berpikir untuk menghubungi Gio, tapi ternyata di dalam gua itu tidak ada jaringan.Risa masih terpaku melihat p
Gilang melepas kecupan bibirnya. Air mata Risa luruh begitu saja. Mengungkapkan cinta kepada suami yang sudah membersamainya selama beberapa bulan itu. Risa tidak peduli jika Gilang menganggap dia perempuan murahan. Karena menyatakan cinta kepada lelaki. Tapi laki-laki itu adalah Gilang, suaminya. Risa merasa tidak ada salahnya jika dia mengungkapkan perasaannya kepada lelaki yang berstatus suaminya itu."Aku juga mencintaimu!" sahut Gilang tiba-tiba.Risa terkejut. Seakan tidak percaya. Risa yakin dia salah mendengar. Tidak mungkin Gilang mengucapkan kata-kata itu."Aku mencintaimu, sejak penyatuan malam itu. Aku selalu ingin berada di dekatmu, memelukmu, menciummu, dan menggenggam erat tanganmu!" Gilang menangkup wajah Risa dengan tangannya."Aku tidak pernah mengucapkan kata cinta kepada siapa pun di dunia ini. Aku pernah mencintai Mega, tapi sampai Mega mati pun, aku tidak mengungkapkan perasaanku padanya. Itu karena aku tidak yakin, bahwa aku akan mencintainya selamanya!" Gilang
"Apa yang harus kita lakukan? Kak Gilang terluka!" Risa menunjuk luka sabetan di perut Gilang."Kita cari tempat yang aman terlebih dahulu. Gue akan obati luka Kak Gilang!" Gio mengisyaratkan Amira untuk naik ke atas punggungnya.Risa pun memapah Gilang dengan hati-hati. Karena Gilang terlihat sangat lelah.Gio membawa mereka ke sebuah lorong yang lebih kering. Mereka pun beristirahat di sana.Gio membuka ransel yang dibawanya dan mengeluarkan kotak P3K."Gue sengaja membawa obat-obatan karena gue yakin, para penculik itu akan melukai kita. Selain itu, gue tahu di dalam gua ini banyak binatang berbisa.Gio membersihkan luka Gilang dan membalutnya dengan kain kasa.Risa tidak menyangka, ternyata Gio mengerti cara menangani luka tusukan seperti itu."Bagaimana caranya Lo bisa mendapatkan Amira?" Gilang mengulangi pertanyaannya."Gue melihat Amira dijaga oleh dua orang penculik. Yang satunya tampak tertidur dan yang satunya seperti ketakutan. Gue sengaja membawa rekaman suara menyeramkan
Risa terbangun ketika mendengar suara Gio dan Gilang berdebat. Pagi itu kedua kakak beradik itu berdebat. Entah membicarakan apa.Untung saja, Amira masih terlelap di pangkuan Risa."Kita harus tetap menanti Alan di sini, Kak. Gue yakin Alan segera menemukan kita!" Gio berkata seraya menoleh ke arah Gilang."Sampai kapan? Sampai kita akan menjadi santapan ular berbisa?" Gilang menyunggingkan senyumannya."Lo nggak percaya sama teman gue?" tanya Gio yang terlihat terpancing emosi."Karena gue tahu, teman Lo itu cuma biang rusuh!" jawab Gilang tak kalah emosi."Lo bakalan nyesal ngomong kayak gini, Kak!" Gio beranjak dari tempat duduknya."Kak! Gio! Cukup!" Dengan setengah berteriak, Risa menghentikan debat kedua saudara itu."Risa ...!" Gilang menoleh ke arah perempuan itu dengan tatapan tajam."Apa salahnya kita menunggu teman Gio. Jika sampai siang tidak juga kunjung datang, kita akan mencari jalan keluar sendiri!" Risa mencoba memberi jalan tengah pada kedua saudara itu."Gue setuju