Share

Tersesat Di Dunia Pendekar
Tersesat Di Dunia Pendekar
Penulis: Mangata

Terlempar Ke Yawadwipa

"Sial, apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Raka. 

Kepalanya terasa sakit setelah terbentur sesuatu. Pandangan dari kedua matanya masih memburam. Ia masih berusaha memfokuskan kedua matanya untuk melihat sekelilingnya. Raka merasa bila dirinya seperti baru saja menaiki wahana ekstrim di taman hiburan.

Ia masih menerka aroma yang ia cium dan apa yang ia sentuh dengan kedua tangannya. Semuanya seakan berbeda dari beberapa menit yang lalu. Rasa pusing yang menghinggapi kepalanya membuat Raka berpikir bila ia sedang bermimpi atau justru sedang berada di dunia lain..

Ketika tangannya menyentuh benda di sekitarnya, Raka merasa ada sesuatu benda yang basah, lembek dan sedikit berserabut. Tangannya terus meraba hingga akhirnya Ia memutuskan untuk menoleh ke arah bawah. 

"Tanah?" Raka merasa heran. 

Raka juga menoleh ke arah sekelilingnya. Ia dikejutkan dengan penampakan pepohonan yang rindang nan lebat. Ia juga melihat ada kumpulan semak-semak yang mengerubungi sekitarnya. Angin yang menerpa tubuhnya seakan menyapa dan membisikkan ucapan, "selamat datang."

Sungguh hal gila, ia sampai terbelalak saat meraba tanah yang ia duduki. Wajahnya merasa heran dan bingung. 

Pikirannya seakan disuruh memikirkan apa yang sebenarnya sedang terjadi. 

"Apa yang terjadi? Tanya Raka.

"Sumpah, sebenarnya ini di mana?!" Raka segera berdiri. Ia tampak bingung. Rasa panik langsung menyelubungi pikirannya.

Ia segera menyusuri tanah asing itu. Membelah jalan dengan menerobos semak-semak tinggi. Ia bahkan tidak bisa mengetahui apa yang menunggunya di depan sana. Hanya menerka semuanya dari permainan pikiran yang ia punya.

Langkahnya terus bergerak, satu demi satu pohon besar dan semak ia lewati. Dan ketika ia melihat ada bias cahaya matahari di depannya. Raka langsung berpikir bila ada sesuatu di ujung cahaya itu.

"Aku harap itu adalah pintu dari mimpi ini," pikir Raka. Ia masih berpikir bila semua ini adalah mimpi. 

HAH?!

Ia sangat terkejut ketika melihat pemandangan di depannya. Langit luas nan biru, dengan hamparan awan yang bergerak. Sebuah hutan lebat nan luas di bawah kakinya membentang sangat hijau. Ia tidak menyangka bisa berdiri di atas tebing batu, ujung dari hutan tempat ia terbangun tadi.

"Apa-apaan ini? Semuanya adalah hutan, lalu ke mana kotanya? Di mana gedung-gedung tinggnya? Apa yang terjadi? Ke mana jalan raya dan kendaraannya?" Pikir Raka. 

Di ujung dari hutan tersebut terdapat sebuah bangunan seperti komplek candi yang dikerumuni oleh beberapa dinding batu besar dan rumah-rumah yang terbuat dari kayu.

Raka menoleh ke atas dan melihat sang surya. Ia terkejut karena sepertinya ia baru saja melewatkan malam minggunya. Seharusnya ia sudah pulang ke rumah dan melanjutkan pergi bersama para sahabatnya untuk menonton film di bioskop. 

Tapi sepertinya ia harus melompati beberapa jam dan melihat matahari kembali. 

"Apa yang terjadi? Ke–, kenapa sudah pagi kembali? Ini di mana?!" Raka merasa bingung. Tidak ada orang lain yang bisa menjelaskan kepadanya. 

Ia bertekuk lutut dan menundukkan kepalanya. Kedua telapak tangannya bergetar hebat. Raka mengalami serangan panik. 

"Hei, anak muda. Apa yang sedang kau lakukan? Baju apa yang kau kenakan itu?" Tanya suara asing.

Raka langsung menoleh ke samping kiri. Ia melihat ada seorang pria tua sedang duduk bersila memandang ke arahnya dengan raut wajah yang bodoh. 

Ia mengenakan pakaian yang ditambal-tambal dengan kain. Tubuhnya terlihat lusuh dan kotor. Ia juga mengenakan topi caping dari bambu yang sudah terlihat usang. 

"Siapa kau? Apa kau pengemis?" Tanya Raka yang asal menebak.

"Tidak sopan! Siapa yang mengemis! Aku hanya meminta-minta ke orang yang lewat saja!" Balas pria tua itu. Ia malah menegaskan tindakannya.

"Itu sama saja!" Ucap Raka. Menatapnya dengan tatapan datar.

"Itu berbeda! Pokoknya itu berbeda! Dasar, anak ingusan!" Entah kenapa, tapi pria tua itu sepertinya memiliki sifat cepat marah yang justru malah menambah keanehan pada dirinya. 

"Are you okay?" Raka membalas dengan logat english.

"Hah? Ayu bokek?" Ucap pria tua itu. Ia merasa bingung.

"Bukan ayu bokek! Tapi, are you okay? Itu artinya apa kau baik-baik saja?!" Teriak Raka. 

Ia malah terpancing dan ikut emosi. Tangannya sudah mengepal keras. Ingin rasanya ia segera meninju pria tua itu. 

"Oh, maaf. Aku tidak mengerti bahasa gaul anak muda jaman sekarang. Mereka sering kali menambahkan beberapa kosakata yang aneh," pikir pria tua yang sambil tertawa. 

"Ini namanya bahasa Inggris!" Ucap Raka. 

"Ngomong-ngomong pakaian apa yang  kau kenakan? Kenapa pakaiannya terlihat berbeda? Kau berasal dari mana, hah?" Tanya pria tua itu.

Raka baru sadar bila ia masih mengenakan seragam kerjanya. Ia langsung menjelaskan bila yang ia kenakan adalah salah satu seragam di tempatnya bekerja. Namun sayangnya, otak pria tua itu malah menanggapinya berbeda.

Raka baru menyadari bila beberapa detik yang lalu, ia masih berada di tempat kerja. Namun tiba-tiba ia terlempar ke tempat aneh itu.

"Hah? Seragam? Apa itu? Sejenis serangga, 'kah?" Tanya pria tua yang terlihat kebingungan.

"Ah, sudahlah…, terserah kau saja!" Raka terlihat sudah kelelahan meladeni kebodohan si pria tua itu.

"Ngomong-ngomong, ini di mana? Maksudku, apa nama tempat ini? Raka menoleh ke arah pria tua.

"Hah? Kau tidak mengenal nama tempat ini? Astaga! Apa mungkin kepalamu habis terbentur sesuatu?!" Pria tua itu langsung berdiri dan bergerak cepat memeriksa apakah ada luka di kepala Raka atau tidak.

Dengan cepat Raka segera mengusir pria tua itu. Ia merasa risih saat kepalanya dipegang oleh sosok asing.

"Aku tidak sedang bercanda! Sudah katakan saja ini di mana!" Ucap Raka.

Ia menjadi tambah kesal. Emosinya terus saja dibuat naik-turun, seakan ia sedang menaiki roller coaster. 

"Temperamenmu itu sangat buruk sekali," ucap pria tua itu sambil mengembuskan napas.

"Itu juga karena dirimu, bukan!" Raka menunjuk tajam ke arah si pria tua. 

"Baiklah, karena aku merasa kasihan padamu. Aku akan memberitahukannya," ucapnya.

"Kenapa nada bicaranya seakan sedang mengasihani diriku," guman Raka dalam hati.

Pria tua itu berdiri dengan gagahnya. Ia mengangkat kedua tangannya. Dadanya membusung ke depan dan kepala menoleh ke atas sedikit. Ia bicara dengan berapi-api.

"Kau sedang berada di sebuah pulau besar yang bernama Yawadwipa. Dan daerah ini bernama Beji!" Teriak pria tua itu.

"Biji?"

"Beji!"

"Iya, Biji, 'kan?" Raka bingung.

"B-e-j-i…, Beji! Bukan biji!" Pria tua itu yang malah gantian emosi. Ia bahkan sampai mengejanya.

"Terserah kau sajalah!" Kakek itu akhirnya menyerah dan kembali duduk bersila lagi. 

Raka tidak mengetahui nama dari daerah itu. Ia hanya pernah membaca bila Yawadwipa adalah sebutan kuno bagi pulau Jawa. Namun, wilayah bernama Beji tidaklah asing baginya.

Ia mengenal satu nama tempat yang persis sama dengan nama tempat asing itu.

"Apa ini daerah Beji, Depok?" Pikir Raka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status