Gareth Moultens begitu kesakitan dengan wajah terluka tergeletak di atas trotoar di depan minimarket. Asistennya Duke yang selama kontak senjata itu tak berani menolong, baru berlari ke arah bosnya setelah semua orang-orang itu pergi. Duke menolong Gareth dan memapahnya untuk masuk ke dalam mobil.
“Kita harus pergi sebelum Polisi datang!” ucap Duke sambil memapah Gareth. Gareth yang mengerang begitu kesakitan karena dipukuli hanya bisa menurut sambil terus memanggil nama Venus.
“Venus ... Venus ... aahhkk!” Gareth separuh berbaring di jok belakang sambil terus memegangi perutnya.
“Sabar, Pak! Kita akan sampai ke rumah sakit ...”
“Panggil dokter saja! Aaahkkk!” erang Gareth lagi menolak untuk dibawa ke rumah sakit. Duke hanya mengangguk menuruti permintaan Gareth.
Sementara Edgar Luther yang juga terluka akibat dipukul oleh Sanders kala ia menarik Venus keluar dari mobilnya, menggeram marah. Ia dan sis
TING-TONG, terdengar bunyi bel di pintu depan rumah Dewi dan Halim saat siang menjelang sore hari. Hari kedua hari raya Natal masih dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk mengunjungi sanak famili yang berjauhan. Budhe Dewi baru saja selesai membereskan dapur usai beberapa teman suaminya datang berkunjung beberapa saat lalu.“Oh siapa itu? tamu lagi!” celetuk Budhe Dewi mematikan wastafel dan mengelap tangannya yang basah. Bel berbunyi lagi tanda jika pintu depan belum dibuka.“Ah, anak-anak ke mana sih? Kok ndak ada yang bukakan pintu!” ujarnya lagi hendak berjalan ke arah pintu depan.“Sebentar!” ucapnya lagi refleks meraih gagang pintu dan memutar kuncinya sebelum membuka. Wajah Budhe Dewi langsung kaget dan membesarkan matanya.“Budhe ... selamat sore. Selamat Natal,” ujar Laras yang ternyata datang berkunjung ke rumahnya. Dewi tidak mau tersenyum sama sekali.“Mau apa kamu datang ke mari?&rd
“Cinta ... cinta? Mana ada cinta dari pengkhianatan! Cucuku sudah menjaga kamu dengan sangat baik. Dia sampai bekerja keras bertahun-tahun hanya untuk pantas melamar kamu. Tapi apa yang kamu lakukan? Kamu menukar Dion dengan sahabatnya sendiri! Kamu memang ndak punya hati!” tunjuk Nenek Sulastri tidak bisa lagi menahan diri.“Laras, sebaiknya kamu pergi dari sini. Ndak enak kalau dilihat tetangga, nanti dikira kami sudah menyakiti dan mengeroyok kamu!” tukas Budhe Dewi ingin mengakhiri perdebatan itu.“Iya, ih! Ngapain lagi sih kamu ngejar-ngejar Mas Dion? giliran Mas Dion masih miskin aja ditinggalin buat yang lebih kaya, waktu dia mulai banyak duitnya, baru kamu bilang cinta. Dasar matre!” sahut Cindy ikut-ikutan menimpali.“Cindy! Jangan menyela orang tua!” hardik Pak Dhe Halim balik menegur putrinya. Cindy langsung manyun dan membuang mukanya. Sedangkan Laras benar-benar tidak mampu meraih simpati keluarg
Hari raya Natal tahun ini begitu berbeda dan spesial untuk Dion. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia hadir dalam perayaan Natal yang tidak sederhana. Di mulai dari Misa Natal yang menggunakan gereja milik ‘pribadi’ dengan penjagaan super ketat. Lalu berkumpul makan siang di tengah-tengah keluarga bilyuner yang menolak diekspos selama puluhan tahun. Rasanya tidak bisa ter gambarkan.Seluruh anggota keluarga besar di tempat itu adalah pengusaha, pejabat militer tingkat satu, pemimpin gangster hingga pemilik perusahaan mesin supercar terbaik di dunia. Sementara Dion adalah seorang perwira menengah dengan pangkat kecil yang tidak lebih tinggi dari salah satu anggota elite dari Golden Dragon.Maka ketika ia ditanya, siapkah jika ia diminta untuk membela keluarganya. Dion langsung merasa menyusut. Bukan nyali tapi rasa tak percaya diri. Haruskah ia nekat meneruskan keinginannya untuk tetap meminang Venus? Di tengah hatinya yang mulai galau, telinganya mendengar
Dion masih larut dalam pikirannya dengan mata terbuka tidak bisa terpejam sama sekali. Sesekali, ia mengecup Venus dan membelai pundak atau lengannya lagi. Sampai waktu menunjukkan pukul tujuh lewat lima belas tapi Dion masih berada di posisi yang sama, tidak bergerak agar Venus tidak terganggu dan bisa tidur dengan nyaman.Dion masih berpikir keras tentang kejadian yang menimpa Venus selagi kekasihnya itu telah tertidur. Tiba-tiba, pintu kamar Venus diketuk seseorang perlahan dari arah luar. Dion menoleh ke arah pintu yang bergeser perlahan. Terlihat kepala Ares King muncul dan menengok ke arah Dion. Dion pun tersenyum.Ares membuka pintu lebih lebar dan masuk ke dalam. Ia membuat suara seminimal mungkin agar tidak membangunkan Venus.“Dia sudah tidur?” tanya Ares dengan suara berbisik nyaris tidak terdengar. Dion tersenyum mengangguk. Ia hendak bangun tapi Ares melarangnya. Ares meminta Dion tetap pada posisinya dan mereka bisa bicara tanpa harus bersikap form
Pak Dhe Halim langsung dicegat istrinya Dewi begitu ia pulang dari mengantarkan Laras. Dewi masih tidak mengerti mengapa suaminya malah mengantarkan Laras pulang.“Kamu ini bagaimana sih, Pa? Orang begitu kok pakai di anter segala!” tukas Budhe Dewi langsung uring-uringan. Ia sampai melipat kedua lengan di dadanya sembari memarahi sang suami. Namun, Pak Dhe Halim malah tersenyum saja.“Wah, ada yang cemburu toh? Hehe!”“Siapa yang cemburu! Bukan itu masalahnya!” sahut Dewi makin mendelik menggemaskan pada suaminya Halim yang cengengesan makin menyebalkan.“Kamu itu kalau marah tambah cantik lho!” balas Pak Dhe Halim makin menggoda. Dewi yang kesal langsung mencubit pinggang suaminya yang agak keluar dari tali pinggang.“Aduh ... aduh, ampun Sayang!”“Kamu itu ndak bisa dikasih hati! Aku nanya apa tapi dijawab apa!” tukas Dewi jadi kesal dengan tingkah Halim suaminya yang
Ares menuliskan pesan jika dirinya sebagai Rene marah karena sang Kakak Alvaro tak menggubris dan membiarkannya di penjara. Rene ingin membalaskan perbuatan Alvaro yang meninggalkannya dengan membocorkan jadwal pengiriman ke Amerika menggunakan kapal.Pesan itu juga menyertakan jalur yang akan digunakan. Pihak Cordona merespons dengan baik dan berjanji akan menyergap pengiriman itu dalam waktu lima jam. Ares menarik napas lega dan mengangguk puas."Sekarang giliran kita berangkat! Apa kalian sudah siap?" ucap Ares penuh semangat di depan keluarganya. Semua mengangguk siap dan langsung membubarkan diri untuk mengambil peralatan mereka masing-masing. Hanya ada tiga orang yang akan mengawasi mereka sekaligus berjaga di Golden Dragon. Mereka adalah Caleb Konstantine, Earth Lewis dan Han Kazuya.Dion keluar dari ruangan rapat itu untuk mempersiapkan dirinya sesuai dengan rencana dan petunjuk komandan yang memimpin misi tersebut yaitu Ares King. Ares sudah membagi tim
Semilir angin musim dingin membelai wajah Dion dan Venus yang tengah berada di koridor samping markas utama Golden Dragon. Dion merasa hangat padahal ia tidak memakai pakaian tebal sama sekali. Di luar salju sudah dibersihkan dan hanya menyisakan beberapa tumpukan baru di beberapa sudut saja.Venus begitu gugup sekaligus terharu. Kekasihnya Dion sedang berlutut di depannya tengah melamarnya. Dion pun menahan keharuan dan kebahagiaan yang berpendar di matanya untuk Venus.“I do ...” ucap Venus dengan suara bergetar. Senyuman Dion sontak merekah bagai bunga di musim semi. Ia bangun dari posisinya dan mendekat sambil merentangkan ujung-ujung kalung yang ia beli khusus untuk Venus. Kalung itu sedianya adalah hadiah Natal yang telah disiapkan oleh Dion dari Indonesia. Namun setelah berpikir lagi, Dion akhirnya memilih kalung dengan liontin hati ke hati itu sebagai tanda lamaran.Dion memakaikan kalung tersebut dari arah depan untuk Venus. Venus lalu menye
“Aku sedikit bertanya-tanya, mengapa tidak kalian saja yang memimpin perusahaan? Maksudku, aku kan Polisi. Aku tidak memiliki pengalaman memimpin perusahaan sama sekali,” tanya Dion sambil melihat satu persatu dari mereka. Aldrich mendengus tersenyum dan menggelengkan kepalanya.“Kami punya perusahaan sendiri untuk dikelola. Bahkan ada satu orang yang masih menjadi dosen padahal dia punya hotel, pabrik wine, perkebunan sampai maskapai komersil. Menurutmu, kapan kami sempat mengurus milik Jupiter?” sahut Jason menunjuk Aldrich yang hanya diam saja lalu membuang wajahnya ke arah lain. Dion ikut menengok pada Aldrich sebagai pihak yang dimaksud oleh Jason.“Jadi aku dipilih karena tidak ada satu pun dari kalian yang bersedia?” balas Dion.“Tidak juga. Jupiter percaya padamu,” cetus Divers tersenyum menepuk lengan Dion yang melepaskan napas panjang.Tak ada percakapan sama sekali di antara mereka setelahnya. Sem