Pagi ini Elkan bangun sedikit lebih siang. Karena semalam dia harus lembur dan pulang larut. Bahkan adiknya, Belina, sampai mengomel. Gadis itu belum tidur sambil menunggu Elkan pulang. Belina juga terus menelpon beberapa kali karena tidak mau tidur di rumah sendiri.Detik itu juga Elkan mendengar suara bel rumahnya ditekan. "Belina!"Suara itu, suara yang tak asing. Elkan berjalan ke depan mencoba membuka pintu. Terlihat Kalea yang berdiri di depan pintu dengan santainya. Sementara itu Kalea terkejut karena yang membuka ointu adalah Elkan, bukan Belina. Apalagi pria itu hanya mengenakan celana pendek kaus yang pas ditubuh kekarnya. Bagaimana bisa dia tidak salah fokus?Pria itu tersenyum. "Hai, Beb.""Belina mana?" tanya Kalea tanpa menatapnya. "Hari ini gue ada janji buat ngajarin dia belajar.""Belina lagi beli bubur di depan komplek. Ayo, tunggu di dalam."Elkan membuka pintunya lebar, mempersilahkan Kalea masuk. Gadis itu mengikuti Elkan dari belakang. Karena Elkan pergi ke dapur
"Akhirnya selesai juga." Belina menutup bukunya. Sekitar 3 jam belajar mereka akhirnya selesai juga. Kalea benar-benar memberi penjelasan yang mudah dipahami. Walaupun ada yang masih belum dipahami, tapi Kalea tidak keberatan jika Belina mau belajar bersamanya lagi.Ngomong-ngomong Elkan juga ikut bergabung bersama mereka. Dia duduk di atas sofa dan selalu memperhatikan gerak-gerik dua gadis di depannya. Kebetulannya dia tidak masuk kantor hari ini."Sekarang aku jadi lapar," lanjut Belina mengusap perut.Kalea menggeleng sambil terkekeh. "Yaudah, makan sana.""Tapi gak ada makanan. Gak ada yang masak di rumah, jadi kalau mau makan harus pesen online.""Kakak pesan makanan sekarang? Kalea, kamu mau pesan apa?" tanya Elkan mengeluarkan ponsel. Namun Kalea lebih dulu menahannya."Daripada beli, mending kita masak aja. Di dapur ada bahan makanan? Kalian bantu aku masak."Belina menatap Kakaknya sekikas kemudian mengangguk setuju. "Boleh. Kak Kalea bisa masak?""Eum, sedikit. Tapi tenang
Kalea masih menatap Elkan yang kini juga menatapnya. Dia masih mencerna dengan baik ucapan Elkan barusan. Pria itu menyukainya? Atau ini hanya prank? Tapi setiap kali matanya menelisik, Kalea tak melihat kebohongan."Saya serius, Kalea," ucapnya seolah tau isi pikiran gadis di depannya."Lo sakit, ya?" Kalea sontak mendaratkan punggung tangannya di kening Elkan. Tidak, dia tidak panas. "Ketempelan hantu di sini?""Apa kamu pikir saya sedang bercanda sekarang?"Elkan mengatur nafasnya sesaat. Bagaimana dia harus menjelaskannya? Meskipun Elkan terus menepis perasaannya, tapi dia tidak bisa bohong. Kalea selalu mengganggu pikirannya. Sampai akhirnya Elkan sadar jika dirinya sedang jatuh cinta."Saya gak tau kapan semuanya bermula. Sekarang saya kalah. Saya bisa kasih kamu uang lebih dari taruhan seratus juta. Asalkan kamu jangan tinggalin saya.""Enggak. Lo cuma mau main-main, kan? Transfer uangnya dan permainan kita selesai. Lagipula lama-lama orang akan tau kalau kita cuma pura-pura,"
Airin menatap bingkai foto di tangannya dengan wajah datar. Setelah hubungannya kandas dengan Elkan, dia semakin malas ke luar rumah. Bahkan beberapa tawaran pekerjaan dari studia dia tolak. Mungkin ini sebagai bentuk protes yang dilakukannya. Klarifikasi yang dia buat memang sempat menjadi buah bibir, namun itu tak berselang lama karena beritanya langsung kembali turun. Airin tau ini pasti ulah Elkan yang menutup para media.Soal Kalea, gadis itu masih menjadi pusat rasa kebenciannya. Dia mengambil Elkannya. Dia mengambil orang yang yang dicintainya."Kamu liat aja, El. Aku bisa bertingkah lebih. Jadi kamu harus lebih menjaga pacar sialan kamu itu. Walaupun aku gak bisa dapetin kamu, tapi aku masih bisa merebut semua harta kamu."Wanita itu tertawa senang. "Kamu akan bertekuk lutut. Gadis sok cantik ini akan mendapat kejutan dariku."Pintu ruangan tersebut terbuka. Menapilkan sosok pria berbadan kekar yang mengenakan pakaian serba hitam. Dia adalah salah satu orang suruhannya."Ada a
"Saya tutup kelas heari ini. Sampai jumpa minggu depan."Kelas terakhir sudah selesai. Sebagian Mahasiswa sudah keluar dari kelas, dan sebagian lagi masih berada di dalam. Seperti Kalea, Adelz dan Oliv contohnya. Sementara itu Rendi yang kebetulan mengajar hari ini langsung menghampiri Kalea.Dia ingin mempertanyakan jawaban Kalea. Tadi pagi Rendi sempat melihat Kalea datang bersama Elkan, jadi dia tidak bisa mendekatinya. Sudah bisa ditebak jika gadis ini adalah kelemahan Elkan."Kalea, bisa kita bicara berdua?" tanya Rendi menarik perhatian ketiga gadis di depannya. "Boleh.""Eh, gak boleh!" kata Adel cepat. Kalea sontak mencubit Adel pelan. "Ih!""Kamu bukannya mau ke butik, Kal?" Kini Oliv juga ikut menimpali.Sesuai tugas, mereka mencoba menjauhkan Kalea dengan Dosennya yang satu ini. Selain karena uang yang didapat, mereka juga kurang suka dengan Rendi. Pria itu menatap Adel dan Oliv bergantian. Wajahnya tetap seperti biasa, yaitu datar. Ia bertanya-tanya kenapa mereka seolah
Elkan tersenyum kecut melihat orang-orang di depannya. Dia memang berhasil membujuk Kalea untuk makan bersama di restoran. Namun siapa sangka jia gadis itu malah mengajak semua karyawanya. Berakhir dengan mereka semua yang berkumpul di satu meja besar.Lain Elkan, lain juga Kalea. Di justru puas karena bisa mengerjai pria di depannya. Karyawan butiknya terlihat senang saat mereka mendapat makanan gratis dari restoran ternama. Tak tanggung-tanggung, Kalea bahkan memesan menu termahal."Kenapa gak dimakan? Marah, ya?" tanya Kalea kemudian memasukan makanan ke dalam mulutnya. Orang-orang sedang fokusdengan makanan, namun hanya Elkan yang tak menyentuh makanannya."Aku gak marah, Beb.""Jujur aja kali. Nanti gue yang bayar, kok. Tadi aja sok kaya," sindirnya.Elkan yang tak terima langsung mengeluarkan blackcard di dompetnya. "Kamu gak perlu bayar. Aku gak masalah untuk bayar semua pesanannya. Tapi maksudku kita mungkin bisa makan di meja yang lain. Berdua, supaya lebih romantis.""Banyak
"Papa mau kemana?" Kalea memghampiri Wilan yang membawa sebuah koper."Ada kerjaan ke luar kota. Tapi cuma satu hari. Besok sore Papa langsung pelang. "Gadis itu beralih menatap sang Ibu. "Mama ikut?""Enggak. Lagian cuma satu hari."Vita membantu merapikan pakaian yang dikenakan suaminya. Wilan harus berangkat sore ini agar datang ke hotel malam. Ini tugas dadakan dari kantor, yang seharusnya dilakukan oleh rekan kerjanya yang lain. Berhubung rekan kerjanya sedang sakit jadi Wilan yang diberangkatkan."Biasanya kalau Papa mau ke luar kota selalu ngabarin dari kemarin-kemarin. Katanya hari ini mau makan malam di luar. Terus besok mau pergi bertiga." Kalea membuang nafasnya pelan. Mereka sudah membuat rencana agar malam ini pergi ke restoran bersama. Dalam rangka merayakan hari jadi pernikahan kedua orang tuanya."Tapi kita masih bisa pergi nanti. Kalau Papa sudah pulang," balas Vita menatap sang anak yang terlihat kecewa.Wilan juga merasa tak enak. Mereka sudah sama-sama menyiapkan
"Lepas!" Kalea memberontak saat kedua tangannya ditahan ke belakang tubuh. Dia tertangkap. Orang itu kembali membawa Kalea masuk ke dalam kamar. Membanting tubuh Kalea ke arah kasur hingga kepalanya membentur kepala ranjang."Akh! Mau kalian itu apa?! Lepasin Nyokap gue!"Vita menggeleng. "Jangan. Lepaskan saja anak saya. Jangan kalian macam-macam.""Berisik!"Plak! Orang itu menampar wajah Kalea dan menjambak rambutnya. "Kita cuma perlu sama lo."Kalea memejamkan matanya menahan sakit. Belum lagi dengan pipinya terasa panas akibat tamparan. Bayangkan saja jika yang menampar kalian adalah seorang pria kekar. Teriakan Ibunya semakin membuat Kalea tak tahan. Perlahan Kalea membuka matanya. Tangannya meraih lampu tidur di atas nakas dan memukup pria itu dengan kencang. "Lepas!!"Pria itu sempat mengaduh. Hingga memegangi punggungnya yang terasa nyeri. Satu pria lain yang memegangi Vita langsung menghampiri Kalea siap menangkap. Ia mendorong Kalea hingga gadis tersebut kembali jatuh ke