Share

Chapter 2

Nancy membuka mata setelah mendengar ketukan pintu kamarnya, ia bangkit dari baringannya dan beranjak membuka pintu.

Ia melihat Bibi Hailey yang berada di depan pintu kamarnya, sedang menatap dirinya dengan ekspresi terkejut. Setelahnya ekspresi Bibi Hailey berganti menjadi bahagia, tersenyum senang dan segera memeluk Nancy.

Begitupun dengan Nancy yang menyambut pelukan Bibi Hailey dengan hangat sembari tersenyum bahagia. Bibi Hailey merupakan kepala maid di mansion keluarga Archer yang sudah bekerja dari sebelum Nancy lahir. Nancy sudah mengganggap Bibi Hailey sebagai ibu-nya sendiri.

"Bibi Hailey". Pekik Nancy dengan bahagia.

"Nona". Ujar bibi Hailey juga, dan setelahnya terdengar isakan tangis dari Bibi Hailey.

Mendengar itu Nancy segera melepaskan pelukannya dan menangkup wajah Bibi Hailey dengan raut wajah khawatir.

"Heyy, Bibi Hailey kenapa menangis?" Tanya Nancy khawatir, Bibi Hailey menggelengkan kepalanya sebagai bentuk jawaban, sembari berusaha meredakan tangisnya.

"Ti-tidak, Bibi hanya senang bisa melihat Nona kembali, Bibi sangat merindukan Nona." Ujar Bibi Hailey setelah tangisnya sedikit mereda.

"Ouhh, Nancy juga sangat merindukanmu Bibi." Jawab Nancy haru sembari kembali memeluk wanita paruh baya itu.

~~~

Mereka terlihat duduk berdampingan di ranjang milik Nancy. Remaja perempuan itu baru saja menceritakan banyak hal kepada Bibi Hailey, Kehidupannya setelah pergi dari mansion itu, kesehariannya di Inggris, dan masih banyak lagi,

Bibi Hailey-pun begitu, dia meceritakan keadaan di mansion itu setelah dirinya pergi, dan juga curahan hatinya.

"Bibi aku sangat merindukan Mommy." Ujar Nancy lirih. Bibi Hailey tersenyum pedih mendengar perkataan Nancy. Ia tau seberapa berat kehidupan anak majikannya itu.

"Besok kita pergi ke makamnya bersama-sama yah?" Tanya Bibi Hailey mencoba menghibur Nancy.

"Benarkah?!" Tanya Nancy senang. Dan Bibi Hailey menjawabnya dengan anggukan sembari tersenyum.

"Ouhh, thank you Bibi, aku sangat menyayangimu." Nancy memeluk Bibi Hailey dari samping saking bahagianya.

Bibi Hailey pun tersenyum sembari menepuk-nepuk lengan Nancy yang melilit tubuhnya.

"Dan sekarang, waktunya Nona beristirahat, Nona lelah bukan? Setelah menempuh perjalanan panjang dari Inggris?" Ucap Bibi Hailey sembari melepaskan pelukkannnya.

Nancy pun mengangguk membenarkan. "Tapi sebelum Nona tidur, jangan lupa mandi dulu, supaya tidurnya nyaman." Lanjut lagi Bibi Hailey, dan dituruti oleh Nancy setelah Bibi Hailey meninggalkan kamarnya.

Setelah membersihkan tubuhnya, Nancy mengistirahatkan dirinya, karena ia sangat merasa lelah.

~~~

Tok

Tok

Tok

Nancy terbangun dari tidurnya, karena mendengar ketukan dari kamarnya. ia melihat ke jam tidur, dan ternyata sudah jam tujuh malam, berarti ia sudah tertidur selama empat jam. Ia terduduk di ranjang sembari mengucek matanya, lalu meregangkan ototnya sembari menguap.

Setelahnya ia beranjak dari ranjangnya dan membuka pintu kamar. Ia melihat wanita dengan pakaian pelayan berdiri didepan pintu kamarnya.

"Ada apa?" Tanya Nancy dengan wajah kantuknya.

"Nona, tuan Reynald berpesan kepada anda untuk segera ke lantai bawah untuk makan malam." Ucap seorang maid setelah menunduk hormat.

Nancy terlihat masih linglung dan berpikir sejenak. "Emhh, aku akan segera kelantai bawah." Jawab Nancy, setelahnya maid tadi pamit undur diri dan Nancy-pun kembali menutup pintu kamarnya.

Ia mencuci wajahnya agar lebih fresh, dan setelahnya beranjak meninggalkan kamarnya untuk kelantai bawah.

~~~

Ia memasuki ruang Dining room, dan melihat semua anggota keluarga sudah lengkap, menunggu dirinya sembari mengobrol hangat.

Nancy terpaku sejenak, namun cepat tersadar dan langsung menuju ke salah satu kursi yang ada di meja besar itu, tidak ingin terlihat idiot oleh orang-orang itu, dengan melamun.

Semua atensi beralih kepadanya saat ia menarik salah satu kursi di meja besar itu, Daddy nya, Luna beserta ketiga anaknya William, Clara dan si kecil Queenzy. Namun bukan Nancy jika ia peduli, ia hanya fokus kepada kegiatannya tanpa menghiraukan yang lainnya.

"How are you Nancy?" Tanya Clara dengan nada yang ceria sembari tersenyum kearahnya, namun dari pandangan Nancy senyuman itu hanyalah senyuman palsu untuk mencari perhatian.

"I'm good, as you can see." Jawab Nancy singkat, dengan tidak menatap lawan bicaranya.

Makan malam pun dimulai setelah mendapat kode dari sang kepala keluarga.

Namun tiba tiba Clara berdiri dari kursinya dan pamit untuk ke depan sebentar, dengan wajah yang ceria lebih dari seperti biasanya.

Mereka melanjutkan makan dalam diam. Hingga suara langkah kaki dari belakang tubuh Nancy, menghentikan kegiatan mereka, namun tidak dengan Nancy, ia hanya memelankan tempo kunyahannya karena cukup pemasaran, tapi malas untuk sekedar menggerakkan kepalanya.

"Ehh, Rafael, sini nak kita makan bersama." Sapa Luna kepada lelaki disamping Clara.

Nancy menegang di tempatnya, setelah Luna berucap demikian.

Apakah dia?

Ucap Nancy di dalam hati.

"Hehe, iyaa Tante, Om," Ujar lelaki itu sembari menyalami Reynald dan Luna. "Liam." Sapanya juga kepada William, dan merekapun ber-tos ala pria.

Nancy mendongakkan kepalanya menatap si lelaki yang dipanggil Rafael itu, secara reflek pun Rafael menatap kearahnya.

Deg

Mereka sama sama menegang menatap satu sama lain, Nancy masih dengan keadaan duduknya dan Rafael dengan posisi yang ingin menarik kursi di seberang Nancy.

Rafael Nicholas Hoult, adalah sahabat masa kecil dan merupakan cinta pertamanya. Namun, Nancy harus meninggalkannya karena ia yang sudah tidak kuat jika harus tinggal di mansion itu lagi.

"Nancy?" Terlihat sekali raut wajah terkejut dari Rafael.

"Ini yang aku bilang kejutan babe, Nancy bakalan tinggal lagi disini." Ujar Clara tiba-tiba sembari memeluk erat lengan Rafael dari samping, sehingga menyadarkan mereka berdua dari ke terdiaman.

Rafael dan Nancy kompak mengalihkan perhatiannya kepada lilitan tangan Clara di lengan Rafael, yang seolah mengatakan bahwa Rafael hanya miliknya seorang. Nancy yang kebingungan dan Rafael yang merasa tidak enak.

"Apa apaan ini? Rafael dan Clara mereka berpacaran? Sejak kapan?! Apakah aku sudah terlalu lama pergi?"

"Dan apa yang tadi dia katakan? Aku? Akan tinggal di neraka ini lagi?! Siapa yang menyimpulkan kalimat sialan itu?! Apakah si tua Bangka Reynald?" Batin Nancy bergemuruh.

"Siapa yang bilang?!" Serobot Nancy, dengan sewotnya. "Listen girl, I will never and do not want to live in this hell again!" Ucap Nancy dengan tegas. Membuat atensi seluruhnya beralih padanya lagi.

"Lo bisa ngomong sopan dikit gak?! Kenapa juga Lo langsung sewot gitu? Padahal kan adek gue udah baik mau nerima Lo balik lagi kerumah ini!" Bentak William, ia tidak rela adik nya dipermalukan oleh kata kata Nancy tadi. Kalimat itu sedikit menyentil ego Nancy.

"Cih, emang Lo siapa bisa nentuin gue boleh atau enggak nya tinggal disini?! Lo berdua itu cuma anak yang dipungut sama Daddy gue, jadi sebenernya Lo yang ga ada hak disini, dari pada Lo banyak bacot mending Lo urusin aja tuh adek Lo yang tukang caper dan manipulatif itu!" Balas Nancy dengan nada tinggi, dan tubuh yang reflek berdiri dengan kasar sehingga kursi di belakangnya terjungkal dan mengeluarkan suara keras.

"Ouh, dan kamu pikir, kamu punya hak? Kemana aja kamu selama ini? Kamu pergikan ninggalin Daddy?! Selama ini, kita yang ngurusin Daddy, kita yang selalu ada saat Daddy sakit sekalipun, kamu kemana?! Hah!" Ujar Clara yang ikut berteriak, membuat suasana di ruangan itu semakin panas.

"Cih dasar caper, masih sempet-sempet nya dia caper dengan ngomong kaya gitu, make segala bilang gue ga ada ngurusin Daddy lagi!" Batin Nancy kesal.

Namun dia tahan ucapannya itu agar tidak keluar dari mulutnya, karena dia tidak ingin terlihat kalah dengan lebih meledak ledak. Tujuannya adalah untuk memancing emosi mereka sehingga mereka hancur dengan sendirinya, tanpa harus mengeluarkan energi banyak.

"What?! Yang selalu ada buat Daddy? Selalu ada untuk harta nya Daddy kali! Emang Lo pikir, selama ini gue gak tau? Kalo Lo dan nyokap lonte Lo itu, selalu nipu Daddy supaya ngasih kalian banyak uang, hah?! Kasian banget sih Lo harus caper dulu biar dapet perhatian Daddy."

"Nancy cukup!" Ujar tegas Reynald dengan wajah yang mulai mengeras.

"Dan asal kalian tau, hak waris keluarga Archer udah jatuh ketangan gue sepenuhnya, jadi seberapapun kalian berusaha menjilat ke Daddy biar William dijadiin ahli waris, ga akan ngaruh apa apa, karena Daddy pun udah di coret dari ahli waris keluarga Archer dan nggak akan dapat sepeserpun, itu karena Daddy dengan bodohnya milih nyokap lo, makanya sadar diri itu penting!" Ujar Nancy dengan nada angkuh, memang melawan manusia manusia bajingan seperti mereka harus dengan kata-kata angkuh terlebih dahulu.

"Cih, kayaknya Oma udah gila, ngewarisin semua hartanya ke orang kayak Lo! Hidup Lo tuh menyedihkan banget Nancy, Daddy yang udah nggak peduli lagi sama Lo, trus Mommy Lo yang malah mati. Mending Lo susul aja gih Oma dan Mommy Lo, biar Lo ada yang nemenin, secara kan disini Lo cuma sendirian!" Ujar William keterlaluan.

"William enough!!" Teriak Reynald sembari mendekati william, dan,

PLAKK

Semua terdiam setelah mendengar suara tamparan Reynald kepada William. William hanya mampu terpaku dengan wajah tertoleh kesamping, pipinya sangat terasa panas.

"See, blood is thicker than water, boy." Ujar Nancy penuh kemenangan, seringaian terlihat di wajah cantiknya.

Meskipun sedari tadi dia yang lebih banyak mengeluarkan kata-kata pedas, namun tetap Daddy nya tidak akan berani bermain tangan dengan darah dagingnya sendiri.

Dan lebih memilih melampiaskan emosinya kepada anak tirinya. Terkadang kita harus lebih bisa menjadi manipulatif untuk bisa melawan orang manipulatif. Dan harus bisa berlaku lebih jahat, untuk melawan orang jahat.

Setelahnya ia pergi meninggalkan ruang makan, mood makannya sudah hilang karena manusia-manusia bajingan itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status