Wow. Aku tamat.
“Kau ingin bermain denganku, wahai anak manusia?”
Suaranya begitu merdu tapi menusuk telinga saat aku memasuki bagian terpencil perpustakaan Arcadia di malam hari.
Beberapa hari telah berlalu dan lusa sudah hari pertama semester 2. Rencana kami sudah lebih matang berkat Estelle dan yang lain, dan aku juga sudah memastikan ingatanku di berbagai tempat di Arcadia.
Seperti biasanya, aku ada di perpustakaan utama Arcadia tapi lupa waktu dan berakhir dipanggil petugas untuk keluar perpustakaan. Merasa sayang, akhirnya aku menyelinap masuk ke perpustakaan untuk membaca buku lagi, tapi fokusku terhadap buku membawaku ke bagian terpencil di perpustakaan.
Aku bertemu roh penjaga perpustakaan Arcadia, yang sudah bersemayam sejak Arcadia pertama kali di bangun.
“Uhhh tidak. Aku ingin pergi.”
Roh Penjaga, Bertha menggelengkan kepala, “Tidak bisa begitu. Aku terlanjur tertarik saat kau begitu fokus kepada buku jadi aku menculikmu ke sini.”
Roh yang suka culik-culik anak-anak di malam hari. Bukankah dia wewegombel?
“Aku merasa dihina di kepalamu.” kata Bertha.
“Ehem. Mana mungkin.”
Bertha adalah karakter yang muncul saat Nova kesusahan belajar untuk ujian tengah semester 2 nanti, bertujuan untuk membimbing Nova dan memberikan beberapa clue terhadap kemajuan cerita. Dia juga tidak terikat waktu, jadi semakin banyak player memainkan game ini, dialognya juga akan berubah tergantung berapa kali pemain mengulang.
Yang tahu keberadaannya sebenarnya hanyalah kepala sekolah dan para terdahulunya. Kemudian Nova, yang kebetulan mengambil buku yang seharusnya tidak ada di Arcadia di tengah semester 2 nanti.
Benar, seharusnya syarat dia muncul harus memenuhi 3 hal yaitu, di tengah malam di akhir bulan datang ke perpustakaan, orang dengan hati scholar, mengambil buku yang seharusnya tidak ada di Arcadia.
Walaupun sekarang akhir bulan tapi ini masih jam 9, hatiku hati budak korporat, dan aku mengambil buku geografi. Tidak ada yang kupenuhi, tapi kenapa Bertha muncul dan mengajakku adu pengetahuan?
Ugh, aku kasihan dengan diriku sendiri.
“Ini mungkin juga kebetulan takdir. Siapa namamu?”
Kebetulan takdir dari mananya. Dengan kesadaran penuh dia sudah bilang menculikku ke tempat ini tadi.
“...Edward.” Tapi aku tetap menjawabnya.
Selain tua dan sepuh, kekuatannya juga ada di puncak penyihir. Salah bicara dan aku hilang dari sini. Ugh, kasihannya diriku.
“Edward, nama yang bagus. Namaku Bertha, roh penjaga yang bersemayam di perpustakaan ini untuk menjaga semua pengetahuan yang terkumpul dari era kuno. Dan aku mengundangmu untuk menikmati semua ini, tapi sebelum itu kau harus bermain denganku.”
Bertha tersenyum puas dan membuat beberapa kata di udara menggunakan sihir.
“Analisis, Observasi, dan Daya Ingat. Dari ketiga tema ini, mana yang ingin kau mainkan.”
Aku menunjuk ke Daya ingat. Walaupun aku bisa analisis dan observasi, kutukan ingatan ini ada di puncaknya.
Mari berpikir positif. Walaupun situasi ini tidak diinginkan, pengetahuan zaman kuno itu berharga. Jika aku menang, aku dapat pengetahuan. Jika kalah, aku dikembalikan ke perpustakaan. Asalkan aku mengikuti aturannya, tidak ada kerugian untukku.
“Oke, kita mulai pertandingannya!!” Bertha berseru semangat mengepalkan tangannya ke atas langit.
Beberapa ronde selanjutnya.
“...Aku kalah.” kata Bertha.
Bahkan roh tua dan sepuh tidak bisa mengalahkan kutukanku ini. Entah aku perlu senang atau sedih melihat Bertha yang berlutut tangan di lantai ruangan tak berdaya.
Kami bertanding sebanyak 10 kali dan aku menang di setiap pertandingannya. Bertha awalnya percaya jika aku hanya beruntung, tapi sampai akhirpun dia tidak bisa menang dan akhirnya menyerah.
“Bahkan roh yang hidup lebih dari 500 tahun sepertiku masih bisa kalah kepada manusia ya....” Bertha melihatku dengan wajah terkejut dan bingung.
Bertha mungkin adalah roh dengan kekuatan dan pengetahuan tertinggi di Arcadia. Tapi hatinya masih adil dan tidak pendendam dengan kekalahan seperti ini, walaupun wajahnya kesal sih.
Bertha menghela napas, “Janji adalah janji. Ikuti aku ke ruangan lebih dalam untuk melihat buku-bukunya.”
“Oh ya, mengenai itu. Apakah bisa kulakukan besok saja? Ini sudah larut malam jadi aku tidak ingin mengganggu tidurku.” Melihat jam dinding yang ada di ruangan menunjukkan jam 12, aku rasa masalah buku kuno itu bisa besok saja.
Bertha mengangguk paham, “Oh, sudah selarut itu? Kalau begitu aku akan memberikanmu ini.” Kemudian memberikan sebuah gelang perak ke tanganku.
“Alirkan Mana ke gelang itu dan aku akan datang membantumu. Anggap itu sebagai media komunikasi kita berdua, gunakan sesukamu.”
Item ini…bukankah yang nanti diberikan ke Nova? Apakah tidak masalah aku memilikinya?
Bertha melihatku dengan gelang perak itu dengan tatapan aneh kemudian memalingkan wajahnya, “...Oke, kalau begitu pergilah.”
Sebelum aku menjawab, aku sudah tiba di antara rak-rak buku perpustakaan.
“Apa yang sebenarnya terjadi?”
**
Bertha melihat tempat dimana Edward baru saja berdiri. Dia diam seolah berusaha menyimpan momen yang baru saja ia rasakan kembali.
“Akhirnya, takdir akan bergerak. Aku mengandalkanmu, Edward.”
Bertha pun berbalik dan menuju ke ruangan kuno. Meninggalkan air mata yang menetes ke tanah.
**
Entah karena aku baru saja bertemu dengan roh terkuat yang pernah ada, mimpi burukku yang biasanya terkena tusukan sekarang berganti menjadi Bertha yang menghantuiku mengajak bermain.
Setelah 2 hari penuh mimpiku dipenuhi Bertha, tibalah hari dimana event pertama di semester kedua dimulai.
1 September 367, hari pertama semester 2 Akademi Arcadia sekaligus hari dimana Chapter 2 di Celestial Heroes Chronicles dimulai.
Bzz
Suara Ethan masuk ke kepalaku, “Jalankan sesuai rencana.”
Sihir telepati yang seharusnya termasuk sihir tingkat tinggi mampu digunakan dengan mudah oleh Ethan. Seperti yang diharapkan dari ketua Osis sekolah sihir.
Auditorium semakin lama diisi oleh murid-murid. Aku duduk di bagian belakang dan melihat ke beberapa sudut tempat duduk.
Rinne, Amelia, Reinhardt, dan Nova. Karakter-karakter utama yang muncul di game duduk berdampingan sesuai dengan gamenya. Aku menghela napas lega tidak ada perubahan di settingan awal.
Menunggu beberapa saat, kepala sekolah berdiri di atas podium dan dimulailah orientasi siswa Arcadia menyambut semester kedua.
Sekaligus dimulailah, takdirku di dunia baru ini. Dunia yang penuh dengan kejutan meskipun aku mengingat semuanya. Dunia yang memberiku kekejaman sekaligus kebahagiaan.
Entah bagaimana takdirku disini, aku hanya berharap sama seperti saat aku pertama kali datang ke dunia ini.
Semoga, aku bisa melupakan hal yang ingin kulupakan.
“ーKalau begitu, nikmatilah semester genap ini para calon penyihir. Rasa ingin tahumu akan membimbingmu disini.” Kepala sekolah menyelesaikan pidatonya. Tapi yang berbeda adalah para murid tidak langsung dibubarkan dan diminta untuk duduk kembali. Kakak kelas yang belum pernah merasakan ini juga bingung, tapi aku dan para anggota yang tahu acara setelah ini semuanya memasang wajah tegang. Sebentar lagi akan dimulai. “Heh heh heh, sebelum kalian pergi. Ada hadiah dariku agar kalian semua semangat belajar.” Kepala sekolah tertawa jahil dan menjentikkan jarinya. Kemudian 20 benda melayang mengitari podium, baik profesor maupun murid semuanya tercengang. Tidak ada yang sebodoh itu sampai tidak tahu benda apa yang sekarang melayang. “Artefak!?” Suara mereka bersatu di seluruh auditorium. Aku yang hanya tahu artefak sebagai item game yang kudesain sendiri awalnya tidak terlalu tertarik, tapi begitu melihatnya secara langsung seperti ini aku merasakan rasa penasaran kepada benda-benda
“Jadi, apa kau sekarang ingin ke perpustakaan kuno?” tanya Bertha. Aku menggeleng kepala, “Maaf tidak memanggilmu selama 2 hari ini, ada beberapa alasan, kau tahu?” Bertha hanya melihatku dengan tatapan sinis, “Aku tahu.” “Huh? Apa?” Kenapa dia bisa tahu? Bertha menyilangkan tangannya dan mengintip ke balik pilar. “Apa dia musuhmu?” tanya Bertha. “Eh ah…iya. Maaf, tapi aku ingin mengganti hadiah ke perpustakaan kuno dengan kau membantuku. Apakah bisa?” tanyaku buru-buru. Bertha mendengus, “Tidak perlu mengganti. Hal semacam ini tidak sebanding dengan kemenanganmu.” Apa iya? Bertha berjalan keluar dari pilar dan Profesor Sinn yang melihatnya terlihat bingung. “Hum? Siapa kau? aku yakin tidak ada staff atau murid sepertimu di Arcadia.” Dia menyipitkan matanya kepada Bertha. Aku berbisik, “Hei! Kenapa kau keluar!?” Bertha mengabaikanku dan merentangkan tangannya, “Namaku Bertha sang penjaga perpustakaan kuno Arcadia. Manusia rendahan sepertimu hanya perlu tahu itu. Sekarang
“Edward!” Estelle yang kembali dari gedung utama berlari ke arahku yang duduk disamping auditorium. “Oh…Tuan putri. Syukurlah anda baik-baik saja.” “Huh? Kenapa kau tampak lesu? Apakah ada yang terjadi di bawah tanah auditorium?” Tanya Estelle melihat jawabanku yang tidak bersemangat. Aku menggeleng, “Tidak, tidak apa-apa.” Bertha sudah kembali ke perpustakaan tempatnya bersemayam beberapa waktu lalu. Kepala sekolah ingin mengatakan sesuatu kepadaku, tapi memutuskan untuk membiarkannya sementara. Kepala sekolah yang bersangkutan itu sekarang kembali ke wajah senyum santainya dan melihat ke arah pada murid dan profesor. Tidak ada murid yang tewas atau cedera berat, sedangkan beberapa profesor terikat oleh sihir dan tidak sadarkan diri. Kepala sekolah sekarang sedang memberikan pidato pendek kepada semua anggota Arcadia yang bersangkutan. Para profesor menggelengkan kepalanya, sedangkan para murid merasa kelelahan setelah seharian bertarung. Matahari sekarang bersinar tepat d
Apakah karena kemarin adalah hari pertama dan banyak yang fokus dengan artefak kepala sekolah? Pandangan mereka kepadaku hari ini jauh lebih banyak dan intens. Berusaha mengabaikan semua hal itu, aku berjalan sampai akhirnya ada di depan pintu kelas. Kreak Semua tatapan menuju ke arahku. “Huh.” Menghela napas singkat aku berjalan ke kursi yang tampak kosong dan jauh dari kerumunan. Baru setelah aku duduk mereka mengalihkan pandangan mereka. Sepertinya pilihanku benar. Beberapa menit kemudian wali kelas 1-B, Profesor Hubert, masuk ke dalam ruangan dia menjelaskan singkat kejadian kemarin dan melanjutkan kelas seperti tidak ada apa-apa. Sama seperti di game, Arcadia tidak ingin membahas perihal pengkhianatan ini secara terang-terangan. Dari kejadian kemarin aku mengetahui satu hal, yaitu betapa tidak sempurnanya informasi yang aku ketahui perihal skenarionya. Seberapa kuat ingatanmu, kau tidak akan bisa tahu apa yang belum pernah kau lihat. Yang artinya, aku merasa seperti berd
Walaupun kepala sekolah menyayangkan penolakanku, Bertha yang ada di sampingku membantuku meyakinkan kepala sekolah.Dengan senyum menyerah, kepala sekolah melepas kami berdua dan aku pun berjalan kembali ke asrama. Aku sendirian sejak Berha kembali ke perpustakaan sebelum aku keluar dari ruangan. Pada saat aku berjalan menuruni tangga, ada seorang perempuan dengan rambut putih bersih disana melihatku. Silhouette Cloak yang menggantung di pundaknya masih terlihat kaku dan canggung untuknya.Menundukkan kepala memberikan salam kepada Amelia, aku berjalan melewatinya berusaha menuruni tangga. Tapi saat kita saling sejajar dia memanggilku.“Edward. Kita sekelas bukan?”Walaupun terkejut aku menjawab, “Kamu…Amelia. Ya, kita sekelas.”Kemudian dia melirik saku kanan celanaku, “Di sakumu, terdapat artefak.”“Apa yang kau maksud?” tanyaku bingung.Amelia melihatku dengan tatapan tajam, “Tidak perlu bohong. Jubah ini bisa mendeteksi keberadaan artefak.”Aku tidak menyangka dia sudah bisa men
Hari demi hari berlalu kulalui dengan membantu anggota osis menyelesaikan masalahnya. Karena aku tidak punya kegiatan lain selain ke perpustakaan atau kelas, aku tidak begitu punya masalah. Aku juga tidak perlu khawatir mengganggu progres Nova karena osis seingatku tidak terlalu disinggung dalam gamenya. “Edward. Terima kasih selama 2 minggu ini.” Kata Ethan sambil memberikanku teh panas. Akhirnya setelah 2 minggu lamanya, permasalahan di hari pertama semester 2 mendekati akhirnya. “Terima kasih, ketua.” Aku menerima tehnya. Menyeruput teh panas itu dengan hati-hati aku merilekskan tubuhku di ruangan osis. Berkat aku yang setiap hari datang kesini setiap ada waktu luang, aku mengingat semua wajah dan nama para anggota osis. Hubunganku dengan para anggota inti osis juga menjadi lebih dekat selama 2 minggu. Rasanya aneh, aku bukan anggota osis tapi aku malah sering ke sini bagaikan orang dalam. Para anggota lain yang mengenal Edward sebelumnya juga menghindariku pada awalnya, t
Amelia menatap Edward yang berdiri di depannya menatap benci ke arahnya. “Apa?” tanya Edward. Pada awalnya Amelia hanya berencana mengintimidasi Edward karena dia tahu jika Edward tidak memiliki kemampuan sihir yang lebih. Jadi dia mengira Edward akan patuh saat dia berusaha mengancamnya. Tapi hal itu terbukti salah. ‘Wajahnya sama saat dia berhadapan dengan profesor Libert waktu itu.’ pikirnya. Edward pada saat berdebat dengan profesor Libert tidak banyak berekspresi seperti mesin. Tapi setiap tatapan, pilihan kata, dan gesturnya begitu kuat sampai sekelas profesor Libert pun bergetar saat itu. Edward mungkin tidak tahu dan menganggap jika Profesor Libert lah yang menjadikannya lebih terasingkan seperti sekarang. Tapi Amelia dan teman sekelasnya yang melihat perdebatan itu tahu, rasa yang muncul saat melihat Edward mengalahkan profesor Libert tanpa ampun adalah ‘Ngeri’. Walaupun tidak memiliki kemampuan praktik sihir yang bagus, otaknya menampung semua pengetahuan yang sekelas
Tidak ada peraturan khusus yang diterapkan dalam duel Nova dan Liben. Selain tidak boleh membunuh satu sama lain, mereka bebas menggunakan sihir apa untuk memenangkan pertandingan mereka. Sampai lawan berkata menyerah atau tidak sadarkan diri, mereka bisa tetap bertarung.Aku berpikiran untuk memanfaatkan kesempatan ini untuk melihat dengan baik kemampuan protagonis. Tapi jadi tidak fokus saat kepala sekolah datang dan duduk dengan santai di sampingku.“Pertandingan antara murid kelas satu Nova, dan murid kelas 2 Liben akan dimulai.” Suara profesor yang menjadi wasit terdengar.“Hahaha! Tidak kusangka akan terjadi hal menarik saat aku diam mengurus dokumen di ruanganku.” Kepala sekolah sekarang menggunakan persona malas-malasannya dan melihat Nova dan Liben dengan ketertarikan.“Nova yang dipilih oleh kerajaan karena bakatnya dan Liben yang dididik keras oleh keluarganya sampai menjadi jenius saling bertarung. Menurutmu siapa yang menang?” tanya Kepala sekolah kepadaku.Aku tetap diam