#107"Re, angkat teleponnya!" gumam Mona frustrasi saat sahabatnya itu tak kunjung menerima telepon darinya.Padahal ada hal penting yang ingin disampaikan pada sahabatnya itu. Dan itu mengenai Roy. Mona juga menyesal karena terkesan menyepelekan peringatan bahkan nasehat yang diucapkan oleh Rere tempo hari saat ia mendapat misi untuk menyebarkan video vul**gar Tasya dari Roy."Ya Tuhan …! Apa Rere benar-benar marah ya sama aku?" gumamnya lirih. Ia terus bertanya-tanya dalam hatinya mengenai keberadaan sahabatnya itu.Ia bahkan menduga kalau Rere marah padanya setelah perdebatan mereka.Rere memang dari awal sudah menyarankan pada Mona untuk tak pernah melakukan perintah Roy. Akan tetapi, Mona tak mau mendengarkan nasehat sahabatnya itu. Dan lebih takut dengan ancaman yang berasal dari Roy sehingga ia nekat melakukan perintah Roy. Dan kini, Mona menyesal.Ia tak menyerah dan mencoba untuk menghubungi sahabatnya lagi. Ia menelepon entah untuk yang ke berapa kalinya sampai nada tersambu
#108Aluna melangkahkan kakinya dengan gontai. Menyeret kopernya perlahan meninggalkan rumah Angga. Ia menatap pedih saat, mobil Angga berlalu dan meninggalkannya sendirian. Tanpa sedikitpun memedulikannya yang teronggok di jalanan.Ia bingung, marah, merasa kalut, dan kesal secara bersamaan. Aluna selalu merasa jika hidupnya sangatlah sial dan tidak pernah beruntung. Hanya ada satu orang yang dapat diharapkan oleh Aluna, yakni Feri. Hanya Feri satu-satunya harapan baginya untuk masalah peliknya saat ini. Ia berharap Feri akan memberinya solusi yang terbaik.'Ya, kayaknya aku harus menghubungi Om Feri untuk ketemu sekarang,' gumamnya dalam hati.Aluna pun meraih ponselnya dan mencari kontak Feri di sana. Setelah ketemu, lalu dia segera menelepon lelaki matang yang menjadi sandarannya selama ini."Halo, Aluna?" sambut Feri dari seberang sana."Halo, Om, apa kita bisa ketemu?" tanya Aluna sedikit ragu, sebab sekarang ini 'sugar daddy' nya itu pasti sedang sibuk dengan bisnisnya."Sekara
#109"Kenapa?" Feri tak bisa menahan rasa ingin tahunya dan seolah tak sabar untuk menantikan jawaban dari Aluna yang terdengar ambigu baginya itu."Karena … bayi ini bukanlah benih suamiku, Om." Aluna menjawab dengan perasaan yang bercampur aduk. Antara takut, ragu, juga penasaran dan ingin tau bagaimana reaksi Feri saat mendengar kabar itu. Ya, dia nekat untuk mengatakan kejujuran itu setelah ia memikirkannya berulang kali."Kok bisa? Bukannya kalian sudah punya anak, ya. Kenapa suamimu malah nggak mau mengakui kehamilan kamu kali ini? Itu sangatlah aneh," tanya Feri seraya mengerutkan keningnya tak mengerti dengan ucapan Aluna yang terkesan aneh baginya itu. Aneh, karena dia sudah memiliki anak dsn sekarang dia hamil lagi, tapi suaminya tak mau mengakui anak itu. Hingga Feri sempat berpikir lebih."Itulah faktanya, Om. Mau percaya atau tidak, aku sudah jujur. Dan masalahnya adalah, anak itu … memang bukan anak suamiku, Om. Aku terpaksa menikah dengan dia karena hamil waktu itu," uc
#110"Astaga! Apa alasan kamu, Ga? Kenapa kamu sampai menalak istrimu, hah?" Bu Intan tak dapat menutupi keterkejutannya itu. Lidahnya nyaris kelu, dan tak dapat berkata-kata lagi.Angga menarik napasnya dalam-dalam. Lalu, mengembuskannya perlahan. Rasanya sangat sesak, hingga terasa sulit untuk sekadar menarik oksigen agar dirinya dapat bernapas lega."Apa alasan itu penting sekarang, Bu?" tanya balik Angga pada ibunya yang sedang menantikan jawaban darinya.Bu Intan termangu, sebab Angga seolah tak mau membicarakan alasan yang membuatnya menalak Aluna. Ia pun bingung, karena Angga tak mau menjelaskan alasannya. Padahal, rasa ingin tahunya sudah membuncah dan ingin segera mendapat jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu."Astaga, Ga. Kenapa kamu malah nanya kayak gitu? Jelas! Jelas alasan itu penting bagi ibu. Ibu berhak tahu apa yang terjadi sama rumah tanggamu dan Aluna," sanggah Bu Intan merasa tak terima jika Angga menyembunyikan dan tidak memberitahukan hal sepenting itu padanya.
#111"Apa kamu bilang? Katakan sekali lagi!"Bu Intan tak dapat menahan emosinya. Ia hampir saja hilang kendali dan hendak melayangkan tamparan pada Tasya. Tetapi, ia menahan dirinya. Tak mau membuat keadaan semakin keruh karena sifat bar-barnya.Tasya tampak menghela napasnya dalam-dalam. Matanya terpejam erat seraya merasakan ribuan duri menusuknya. Ia harus mengatakan yang sejujurnya. Tidak ada yang harus ditutupi lagi."Orang jahat itu sudah menyebarkan video sy**ur Tasya, Bu. Bahkan teman-teman kampus Tasya pun sudah melihatnya," ujar Tasya putus asa. Ia terpaksa mengulangi kalimatnya.Kalimat yang berupa kenyataan yang membuatnya harus menekan hatinya menahan rasa sesak yang tiada tara. Lutut Bu Intan seketika lemas. Ia yang semula berdiri di sisi ranjang Tasya, terduduk. Seolah mendadak tak bisa menahan bobot tubuhnya sendiri."Kamu … serius tentang itu, Tasya?" Bu Intan bertanya dengan suara yang bergetar. Antara percaya dan tidak percaya.Namun, sepertinya kali ini Bu Intan h
#112"APA! Si breng**sek itu sudah bebas?" pekik Angga kesal.Tasya dan Bu Intan pun menatap tak mengerti juga penasaran pada Angga yang memekik keras secara tiba-tiba.Ia tak habis pikir jika Roy akan secepat itu dibebaskan oleh pihak kepolisian. Antoni mengabari Angga perihal masalah itu dan sontak saja membuat Angga terkejut, kesal dan kecewa dengan pihak kepolisian."Iya, Pak Angga. Roy sudah dibebaskan, ada seseorang yang menjaminnya. Maaf, jika anda merasa kecewa," ucap Antoni.Angga membuang napasnya kasar. "Jelas, saya sangat kecewa, Pak. Lalu, bagaimana dengan kedua pelaku lainnya?" tanya Angga penasaran."Mereka masih ditahan, Pak. Dan sepertinya memang saudara Roy ini bukanlah orang sembarangan, Pak," jelas Antoni setengah berbisik.Angga menepuk pelan keningnya. Hukum di negara ini memang selalu tumpul untuk kaum yang memiliki uang dan kekuasaan. Hal seperti itu seolah telah menjadi hal yang lumrah."Lalu, bagaimana dengan laporan kasus yang dialami adik saya, Pak? Akankah
#113Gadis itu mendongakkan wajah begitu mendengar ada seseorang yang memanggilnya. Suaranya terdengar tidak asing. Dan ia terkejut saat melihat Angga sudah berada di hadapannya. Entah sejak kapan dia berada di sana. Yang pasti Rere tak menyangka melihat Angga saat ini. Di hadapannya."B–Bang Angga?" sahutnya kaget. Ia tak menyangka akan bertemu lagi dengan Angga di sini. Dunia begitu sempit, pikirnya."Iya, ini saya," sahutnya kemudian. Angga mengambil posisi duduk di samping Rere. Mendadak gadis itu merasa gugup, sebab Angga pasti akan menanyakan kenapa dirinya berada di sini."B–Bang Angga kenapa ada di sini?" tanya Rere. Merasa gugup dan bersalah atas tersebarnya video sy*ur Tasya, meskipun Angga tidak mengetahui itu dan video itu tersebar juga bukan karena dirinya tapi tetap saja Rere merasa takut dan khawatir berada di dekat Angga."Kamu lupa kalau tempat ini merupakan tempat umum. Siapa pun bisa berada di sini, 'kan?" Angga malah balik bertanya pada Rere. Dan Rere merasa tak be
'Akhirnya selesai juga,' gumam Laras dalam hatinya. Ia memandang bangga hasil karyanya merangkai bunga-bunga segar untuk dipajang di ruang tamu.Wanita itu meraih ponselnya dari balik saku apron bermotif bunga babybreath yang masih dikenakannya. Mengambil beberapa potret bunga itu dari berbagai sudut. Ada kebanggaan dan kesenangan tersendiri di hati Laras saat melakukan kegiatan menyenangkan itu. Hanya cara itulah yang dapat membantunya mengusir rasa sepi karena belum dikaruniai buah hati meski sudah lima tahun menikah dengan suaminya.Terdengar pintu di depan rumahnya diketuk dari luar. Laras yang mendengarnya segera menyudahi aktivitasnya memandangi rangkaian bunga di dalam vas yang terbuat dari kaca itu. Ia beranjak menuju ke pintu untuk membukakan pintu."Laras! Buka pintunya!" Terdengar sebuah suara yang sangat Laras kenal dari arah luar. Ia sudah dapat menebak jika suara itu adalah ibu mertuanya.Pintu pun terbuka, dan benar saja dugaannya. Bu Intan, ibu mertuanya sudah berdiri