Seorang bapak-bapak menegur aksi Fernando dan Shanaz yang dianggap mengganggu sekitar. Shanaz dan Fernando pun meminta maaf dengan tulus. "Saya minta maaf Pak," ucap Shanaz."Kami tidak akan mengulanginya lagi, Pak," imbuh Fernando. Ia kemudian mematikan ponselnya.Teguran dari laki-laki tadi belum seberapa. Yang lebih mengejutkan saat ada yang mengira mereka adalah sepasang kekasih. "Kalau mau pacaran di rumah atau taman hiburan jangan di sini!" Sontak mata mereka membulat sempurna. Secara bersamaan lalu mereka bersitatap, dengan wajah yang sudah berubah menjadi memerah seperti tomat karena tersipu malu. Fernando tadinya ingin mengklarifikasi bahwa wanita yang ada di sampingnya ini bukan istrinya. Dan menjelaskan siapa Shanaz yang sebenarnya. "Bukan, dia bukan pacar saya, tapi–"Bibir Fernando kelu. Ia akhirnya menutup mulutnya dan tidak jadi melanjutkan kalimatnya. Banyak hal yang berseliweran di kepalanya. Apakah mereka akan percaya, wanita secantik Nabila bekerja sebagai seorang
Shanaz menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak Tuan," sahutnya. Saking takutnya Shanaz cepat-cepat duduk dan malangnya kakinya yang sakit terkena bagian belakang kursi. Shanaz mencicit kesakitan. "Arrrgghhh!" Fernando membulatkan matanya. Mulutnya sampai lupa ia katupkan saking terkejutnya. Ia duduk di samping Shanaz lalu menatapnya dengan tatapan kasihan. Fernando mencebikkan bibirnya. "Kenapa kamu tidak hati-hati?" Shanaz tidak menyahut, masih merasakan kesakitan sambil mengepalkan kedua tangannya. Bahkan kini Fernando dapat melihat wajah wanita yang ada di sebelahnya ini memerah karena menahan sakit. Fernando menjadi merasa bersalah. "Pasti sakit ya?" tanya Fernando. Pertanyaan basa-basi yang benar-benar jadi basi. Sudah tahu sakit, masih saja ditanya. Ia lalu meminta maaf kepada gadis malang itu. "Aku–minta maaf ya," ucapnya dengan tulus. "Aku tidak sengaja tadi. Sungguh," imbuhnya. Setelah rasa sakitnya reda Shanaz menoleh ke samping. Menatap lelaki yang mengkhawatirkan
Yang dilakukan oleh Fernando ternyata mengambil kursi roda. Ia mendorongnya sampai di depan Shanaz lalu menyuruhnya untuk duduk. "Duduk."Shanaz mengerutkan keningnya. Mana mungkin dia sudi duduk di sana. Dia bukanlah orang cacat. Kakinya memang luka, akan tetapi ia masih bisa berdiri dan berjalan sendiri menggunakan kakinya. "Tidak perlu sampai seperti ini Tuan, saya masih bisa jalan sendiri," tolak Shanaz dengan nada sedikit jengkel."Menurut saja. Kamu tidak lihat usahaku mengambil kursi roda ini untukmu?" paksa Fernando sambil memajukan sedikit kursi roda yang ia bawa."Tidak usah Tuan. Nanti Anda akan repot karena harus mengembalikan lagi kursi rodanya," tolak Shanaz sekali lagi."Kenapa harus repot. Aku bisa menyuruh Pak Supir nanti," ucap Fernando. "Tinggal duduk saja. Kenapa kamu jadi membantah?" Kali ini Fernando hampir habis kesabarannya.Shanaz ciut melihat kilatan amarah pada mata Fernando. Ia menelan salivanya dengan susah payah, lalu dengan terpaksa dia duduk di kursi ro
Untuk beberapa saat waktu seperti terhenti. Shanaz dan Fernando terpaku dan saling bersitatap. Tak ada jarak satu sentipun diantara mereka berdua. Hingga Shanaz dapat mendengarkan detak jantung Fernando yang berdegup kencang seperti genderang perang. Pun dengan Fernando.Fernando sempat tak dapat mengendalikan diri ketika menatap manik bening milik Nabila. Shanaz sudah tak menginginkan lagi cinta dari Fernando. Namun ia menggunakan pesona yang dimiliki oleh Nabila, untuk menjerat mantan suaminya itu.Bunyi klakson kendaraan yang ada di belakang mereka membuat lamunan keduanya terhenyak. Fernando melepaskan tangannya yang melingkar di pinggang ramping Nabila. "Woi. Jangan pacaran di jalan!" Teriak salah satu pengemudi mobil."Iya nih. Ganggu orang mau jalan saja!" Pengendara lain menimpali. Fernando mencari pengemudi motor yang tadi hampir menyerempet kepala pelayannya, tetapi sayangnya sudah tidak ia dapati keberadaannya karena sudah kabur. "Saya meminta maaf atas kesalahan kami,"
Seharusnya Fernando marah bukan? Seorang pelayan dengan lancang menyuapi majikannya seperti ini. Ini sungguh bukanlah hal yang pantas. Tetapi Fernando seperti tersihir, dia malah menurut dan membuka mulutnya, menerima suapan makanan dari kepala pelayannya itu. Apa itu karena pelayannya itu cantik?Rasa canggung mulai menyerang Fernando. Dan untuk mengatasinya dia memainkan ponselnya. Menyibukkan diri agar tak malu menghadapi wanita yang ada di depannya.Lagi-lagi orang-orang yang ada di sekitar Shanaz dan Fernando mengira mereka adalah sepasang kekasih. Shanaz hanya diam. Sementara Fernando diam-diam mendengar dan menyimaknya. Ia langsung memberikan reaksi tak terduga. "Bagaimana? Apakah kami berdua adalah pasangan kekasih yang serasi?" tanya Fernando menggila.Pengunjung warung makan yang ditanya oleh Fernando mengangkat satu sudut bibirnya dengan sewot. Mulutnya langsung komat-kamit kepada teman sebangkunya, entah apa yang mereka bicarakan. Yang jelas Fernando terlihat luas melihat
Fernando menatap tak suka saat melihat Shanaz menerima telepon dari kakaknya. Apakah ini perasaan cemburu?" Entahlah, Fernando juga tak paham, yang jelas dia harus menghentikannya."Hentikan sambungan teleponnya itu," suruh Fernando.Shanaz menoleh ke belakang sambil membungkam bagian bawah mikrofon ponselnya. "Maaf Tuan. Tetapi kenapa saya harus mengakhiri sambungan telepon saya dengan Tuan Lorenzo?" tanya Shanaz dengan nada canggung."Ya, karena ini sangat menggangguku. Aku ingin tenang sambil mendengarkan musik," jawab Fernando. Iya, mendengarkan musik adalah alibi terbaik sepertiya. Dengan begitu dia tidak akan terlihat sangat konyol dengan larangannya yang tidak jelas itu kan? Pikir Fernando."Baik Tuan. Kalau begitu saya akan mengakhiri sambungan telepon saya dengan Tuan Lorenzo," ucap Shanaz.Baru saja ia ingin membuka kembali bagian bawah mikrofon ponselnya. Akan tetapi Fernando kembali memberikan perintah. "Tunggu sebentar," cegah Fernando."Iya, Tuan?" tanya Shanaz memiringk
Namun Fernando tak mungkin kan membiarkan Shanaz tetap berada di ambang pintu dengan nampan yang berisi secangkir kopi di atasnya. Ia kemudian memberikan kode agar Shanaz masuk dengan anggukan kepala. Lalu setelah Shanaz masuk ke dalam ruangan Fernando memberi kode lagi agar Shanaz menaruh cangkirnya di atas meja.Shanaz mengangguk mengerti. Lalu menaruh secangkir kopi buatannya di atas meja kerja Fernando. Suara Lita masih terdengar di telinganya, Shanaz pura-pura tidak mendengarnya. Fernando menekan tombol pengecil volume pada ponselnya.Shanaz yang mengerti dengan situasi tak nyaman ini lalu keluar dari ruangan Fernando. Wajahnya menunjukkan rasa ibanya pada Fernando, tetapi tidak dengan hatinya. Perasaan membuncah karena kisruh yang terjadi pada rumah tangga mantan suaminya itu."Kenapa kamu diam saja dari tadi? Kamu mendengarku tidak sih?" tanya Lita di ujung telepon."Iya, dari tadi juga aku mendengarmu," jawab Fernando dengan nada lemas. Tak tahu harus bagaimana lagi menghadapi
"Dia menulis apa?" tanya Fernando penasaran."Tuan Lorenzo bertanya apakah saya sudah tidur, Tuan," jawab Shanaz dengan jujur. Ia puas melihat reaksi cemburu Fernando. Meskipun lelaki itu berusaha menutupinya."Sejak kapan Kak Lorenzo bisa bersikap genit seperti itu? Apa dia juga seperti itu pada wanita lain?" tanya Fernando pada dirinya sendiri. Sejatinya tidak. Lorenzo tak pernah seperti itu dengan wanita manapun. Karena dia hanya tertarik pada Nabila.Fernando menggelengkan kepalanya dengan cepat. Untuk apa juga dia harus merasa posesif pada wanita yang jelas-jelas bukan siapa-siapanya. Shanaz tak peduli dengan respon dari Fernando. Ia membalas pesan dari Lorenzo.Shanaz : Saya belum tidur, Tuan Lorenzo.Menyadari gerakan tangan Shanaz. Fernando kembali melayangkan pertanyaan. "Kamu jawab apa?" tanya Fernando. Saking penasarannya ia menatap wajah Shanaz dengan intens, seakan jawaban yang akan diberikan oleh wanita itu sangatlah penting."Saya jawab, saya belum tidur Tuan," jawab Sh