Shanaz dan Fernando menoleh ke arah ibunya Lita, yang menatapnya dengan tatapan curiga. Lebih tepatnya menatap Shanaz seperti pencuri yang tertangkap basah. Shanaz menjelaskan dengan memasang wajah yang lugu. "Saya sedang mencarikan baju kerja untuk Tuan Fernando, Nyonya?" "Seharusnya bukan kamu yang menyiapkan," ucap ibunya Lita membela diri. Ia menatap sinis ke arah Shanaz.Tadi ibunya Lita masuk duluan, lalu melihat Shanaz sudah berada di dalam kamar bersama dengan Fernando. Entah mengapa ibunya Lita tak menyukai kehadiran Shanaz, karena sosok Nabila yang masih muda dan cantik. Ia berpikir meskipun hanya seorang pelayan, tetapi bisa saja Fernando tergoda, pikirannya.Mulut Fernando menganga karena, tak tahu bagaimana harus menjelaskan masalah sepele ini. Beruntung ibunya Fernando masuk bersama dengan Lita. Samar-samar ia mendengar keributan yang terjadi. "Ada apa ini Bu?" tanya ibunya Fernando penasaran.Fernando tetap diam, dan menunggu ibunya Lita menjelaskan, daripada masalah b
Di dapur Shanaz masih memikirkan tentang keputusan Lita memecat Yuni. Kasihan, perasaan itu bergelayut di benaknya. Shanaz memikirkan berbagai masalah yang akan dihadapi oleh Yuni jika tidak lagi bekerja. Wanita itu akan semakin banyak kebutuhan setelah melahirkan nanti.Tak ingin membuat perasaannya menjadi tak nyaman Shanaz memutuskan untuk menghubungi nomor ponsel Yuni. Tentu saja Shanaz menghubungi Yuni dari kamarnya, sebab jika di dapur Lita atau mantan ibu mertuanya bisa memarahinya. Ketika sampai kamar, Shanaz mencari kontak Yuni lalu menekan tombol panggil, tak langsung tersambung. Shanaz tak menyerah, ia terus menghubungi Yuni. Sampai di panggilan ke 3 Yuni mengangkat teleponnya."Bibi Yuni. Bibi Yuni apa kabar?" tanya Shanaz saat sambungan teleponnya sudah terhubung dengan Yuni."Kabar Bibi, baik, Nabila. Bagaimana dengan kabarmu?" Yuni bertanya balik. "Baik, juga Bi," jawab Shanaz.Awalnya sambungan telepon mereka hanya soal basa-basi saja. Lalu Shanaz mulai masuk ke pokok
Shanaz membulatkan matanya. Shock dengan apa yang dikatakan oleh wanita paruh baya yang ada di depannya. Apa maksudnya menyuruhnya untuk mengemasi barang-barangnya?"Ma–maksud Nyonya?" tanya Shanaz dengan suara tercekat."Dia tidak mungkin memecatku kan?" tanya Shanaz pada dirinya sendiri. "Apa ini ada hubungannya dengan kejadian tadi pagi? Apa ini karena ibunya Lita?" Berbagai pertanyaan berseliweran di kepalanya.Shanaz menunjuk dirinya sendiri. "Nyonya memecat saya?" tanya Shanaz pada Santi.Santi menggelengkan kepalanya. "Tidak. Kepalaku bisa pusing jika terus menerus harus berganti karyawan. Kamu tahu, baru kali ini aku direpotkan dengan perkara seperti ini, sungguh memuakkan," jawabnya lalu mendengus.Shanaz mengelus dadanya sendiri, disertai dengan menghembuskan napas lega. Tadi jantung Shanaz hampir saja copot rasanya, saat ia mengira akan dipecat dengan cara seperti ini. Ini bukanlah soal uang. Dengan fisik Nabila yang masih muda, cantik, lincah dan otaknya yang cerdas bisa b
Ayah Fernando menyuruh Shanaz untuk duduk di ruang tamu, sekaligus ia mengorek informasi tentang apa yang terjadi. Dia kaget mendengar penjelasan dari Shanaz. "Astaga. Kenapa ibunya Lita bersikap semena-mena seperti itu?" tanya ayah Fernando tak mengerti. "Dan alasannya sungguh sangat konyol," lanjutnya dengan tertawa hampa. Shanaz hanya menanggapinya dengan senyuman."Aku harap kamu bersabar ya," ucap ayah Fernando. Shanaz mengangguk. "Iya, Tuan Besar. Terimakasih atas dukungannya.""Sama-sama. Ya sudah, aku mau pergi dulu. Kamu langsung pindahkan saja barang-barangmu ke kamar ya," ucap ayah Fernando sambil bangkit dari tempat duduknya."Baik Tuan Besar." Shanaz ikut bangkit dari tempat duduknya lalu pergi menuju ke kamarnya yang baru.Shanaz memindahkan pakaiannya ke lemari dengan kusen berwarna coklat. Setelah selesai ia ke dapur dan menemui asisten rumah tangga lainnya untuk berkoordinasi masalah pekerjaan. Kemudian memulai mengerjakan tugas-tugasnya.**Sore harinya, Lorenzo pu
Mata Lorenzo langsung berbinar-binar mendengar penjelasan dari ayahnya. Apa maksudnya masakan dari Nabila? Ada pelayan di rumah ini, apa mungkin harus mendatangkan masakan dari kepala pelayan itu? Banyak spekulasi yang dipikirkan oleh Lorenzo."Sekarang Lorenzo yang tidak mengerti dengan penjelasan Ayah," ucap Lorenzo dengan raut wajah kebingungan. "Nabila dipindah tugas ke rumah ini, dan mungkin saja dia yang memasak tadi," sahut ayahnya.Diam-diam Lorenzo mengulum senyumnya, saat ayahnya sedang sibuk makan. Wanita yang tadi dia rindukan karena berpisah tempat rumah, kini kembali bertemu di satu atap. Apa artinya ini adalah jodoh?Lorenzo menyantap makanannya cepat-cepat. Tujuannya agar segera dapat menemui Shanaz. Ayah Lorenzo sampai menatap heran. "Makanannya enak sekali ya? Sampai kamu selahab itu?" Lorenzo tertawa tipis, lalu mengangguk. "Iya Ayah," jawabnya dengan lugu. Ia berusaha menormalkan kembali wajahnya, agar tak terlihat aneh di depan ayahnya.Padahal tadi ayahnya yang
"Lebih baik Anda buang saja jaket itu Tuan, daripada merepotkan Anda," jawab Shanaz.Jantung Lorenzo bagai dihantam batu, mendengar kata-kata yang keluar dari mulut wanita yang ada di depannya. Wanita yang terbiasa berkata santun tega memilih kosa kata seperti itu, hampir sulit dipercaya.Lorenzo tertawa hampa. Lalu menganggukkan kepalanya. "Okey," ucapnya. Tersenyum pahit. "Maaf Tuan, saya mau kembali ke kamar saya. Permisi," pamit Shanaz lagi. Ia juga merasakan sakit yang sama dengan yang dialami oleh Lorenzo, tetapi ia tak punya pilihan lain.Sekuat hati dia berjalan ke kamar dan menahan rasa sesak yang memenuhi dadanya. Shanaz membuka pintu kamarnya cepat-cepat. Menguncinya lalu merebahkan tubuhnya dengan kasar di atas kasurnya.Shanaz menggelengkan kepalanya di dalam bantalnya, agar tangisnya tak dapat didengar oleh orang lain. Ia meluapkan perasaan yang tertahan itu. Shanaz merasa dirinya orang paling jahat sedunia saat ini.Shanaz memukul-mukul kasurnya, merasa terluka sendiri
Damar menyetujui cuti yang diajukan oleh kepala pelayan yang ada di depannya. Bukankah tidak manusiawi jika melarang seseorang yang ingin pulang karena mengantar neneknya ke peristirahatan terakhirnya? "Jadi itu alasanmu menangis sampai mata kamu seperti itu?" tanya Damar menunjuk ke wajah Shanaz."Benar, Tuan Besar. Karena saya merasa sangat kehilangan nenek saya," jawabnya."Baiklah kalau begitu. Kamu bisa pulang sekarang," ucap Damar. Kamu bisa minta supir untuk mengantarkan kamu pulang," lanjutnya. "Terimakasih atas izin yang Tuan berikan kepada saya. Akan tetapi saya bisa pulang sendiri Tuan," tolak Shanaz dengan halus."Aku sungguh ikhlas memberikan bantuan, tolong terimalah," ucap Damar.Shanaz menggelengkan kepalanya. "Tidak Tuan. Sekali lagi terimakasih." Ia tetap pada pendiriannya.Damar mengangguk. "Ya sudah kalau begitu. Saya harap kamu dan keluarga diberikan kesabaran ya. Dan semoga nenek kamu beristirahat dengan tenang," ucapnya."Amin Tuan. Terimakasih atas doa tulus
Nama Lorenzo tertera di layar ponsel Shanaz, ia masih bergeming dan enggan untuk mengangkatnya. Namun pertanyaan dari ibunya Nabila membuatnya terhenyak. "Hah? Iya Ibu tadi tanya apa?" tanyanya tak mengerti.Ibunya Nabila menghela napas. "Ibu tanya siapa yang menghubungimu?" Mengulangi lagi pertanyaannya.Shanaz tertawa canggung. "Oh, itu. Dari majikan Nabila, Bu," jawab Shanaz dengan jujur. "Tidak kamu angkat?" tanya ibunya Nabila menatap wajah Shanaz dengan intens. Shanaz tak kunjung mengangkat teleponnya, meski Lorenzo tak menyerah untuk menghubunginya.Shanaz menggelengkan kepalanya. "Kalau Nabila angkat dia pasti datang ke sini," jawab Shanaz.Bola mata ibunya Nabila membulat, saat mendengar jawaban yang keluar dari mulut anaknya. Majikan yang mana yang dimaksudkan? Karena yang ibunya Nabila ketahui majikan anaknya telah beristri dan akan mempunyai anak. "Majikan kamu yang mana yang dimaksud Nabila? Tuan Fernando?" Lalu Ibunya Nabila berusaha berpikiran positif bahwa yang mengh