Shanaz menunjukkan raut wajah penuh kebingungan. Mau diingat sekeras apapun dia tidak akan pernah ingat, karena dia sesungguhnya bukan Nabila melainkan Shanaz. Berakting pikun menjadi andalannya.Shanaz tertawa canggung. "Si–siapa ya? Aku lupa," ucapnya.Lelaki yang memanggilnya tadi berdecap sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia yang tak tahu apa-apa menganggap Nabila sombong, padahal tidak seperti itu. "Ah, kamu sombong. Masa' bilang tidak mengenalku," ujarnya."Bukan sombong, mungkin karena kalian sudah lama tidak bertemu, jadi Nabila pangling," bela Virna. Yang merupakan ibunya lelaki itu.Virna kemudian mencoba mengingatkan Dafa kepada Shanaz. "Kalau kamu lupa, biar Tante ingatkan lagi ya. Ini Dafa, anak Tante. Dulu kalian sangat akrab sekali, suka main bersama," ucap Virna sambil memegangi kedua pundak anaknya."Oh, iya Tante." Hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Shanaz. Ia tak mau bereaksi lebih banyak, karena malah akan terlihat aneh.Sedangkan Tami, tidak berpikir d
Santi melipat kedua tangannya di depan dada. Ia menatap tajam ke arah Shanaz. Santi kesal atas kepergian kepala pelayannya itu, sebab banyak pekerjaan menjadi kacau."Tapi saya cuti karena nenek saya meninggal, Nyonya Besar." Shanaz membela diri, meskipun berbohong.Damar menghampiri keributan yang ada di halaman rumahnya tersebut. Melihat istrinya sudah dalam mode marah, ia takut istrinya akan bertindak gegabah. "Ada apa ini?" tanya Damar melihat Shanaz dan istrinya secara bergantian. "Kamu lihat saja sendiri. Gara-gara dia izin mendadak semuanya jadi berantakan Yah," jawab Santi mengeluhkan tindakan Shanaz.Damar geleng-geleng kepala. "Astaga, Bu. Namanya meninggal dunia ya mana bisa direncanakan, pasti mendadak." Dia memang sengaja membela Shanaz karena ucapan istrinya benar-benar tidak logis, hanya karena sedang dikuasai oleh amarah.Emosi Santi semakin memuncak, ketika suaminya dinilai lebih membela pembantu ketimbang dirinya. Ia menatap suaminya dengan tatapan membunuh dan seak
Nabila secepat kilat mengusap air matanya dengan menggunakan punggung tangannya. Ia kemudian berdehem untuk menormalkan kembali suaranya. "Ini Nabila," sahut Shanaz. Setelah pintu dibuka, ternyata yang ada di balik pintu toilet adalah rekan kerja Shanaz. "Maaf ya. Perutku sepertinya sedikit bermasalah, jadi terpaksa mengetuk pintu," ucapnya sambil memegangi perutnya."Oh, tidak apa-apa Mbak, kebetulan saya sudah selesai kok," sahutnya. Sambil melangkah keluar dari toilet.Temannya tadi langsung menggeser badan Shanaz yang masih berdiri di dekat pintu toilet. Lalu menerobos masuk. Shanaz melangkah meninggalkan toilet dan melanjutkan pekerjaannya.**Sore itu Lorenzo merasakan penat yang teramat sangat oleh segala rutinitasnya di perusahaan. Ia melihat Shanaz melintas, tercetus keinginan untuk kembali akrab dengan wanita itu. Kemudian ia memanggilnya. "Nabila." Lorenzo tersenyum sambil mengangkat tangannya.Berstatus sebagai seorang pelayan, membuat Shanaz harus bersikap patuh dan menu
Shanaz memilih menahan luka karena harus menjauhi Lorenzo. Sebelum hubungan itu semakin jauh. Daripada membiarkan mantan suami dan wanita perebut suami orang itu hidup berbahagia di atas penderitaannya. Sudah cukup selama ini dia terlena akan hubungan yang belum jelas tersebut. Ia mencoba untuk tidur, dan melupakan kejadian yang terjadi hari ini. Shanaz juga berusaha menghapus kisah yang hampir terajut indah dengan Lorenzo, dan berjanji esok akan membuka lembaran baru tanpa melibatkan Lorenzo dalam rangkaian ceritanya. Cukup lama, hingga akhirnya Shanaz tertidur karena rasa lelah, baik fisik maupun pikiran.**Selang 2 hari berselang, acara gender reveal party untuk calon anak Fernando dan Lita digelar. Shanaz sebagai kepala pelayan berkoordinasi dengan tim EO, ia turut mempunyai peran penting di sana, meskipun ibunya Lita adalah satu-satunya orang yang menatapnya dengan tatapan menghakimi. Padahal ia belum melakukan apapun terhadap Fernando.Namun Shanaz tak peduli. Saat Lita dan ib
Santi berdecap. "Astaga, acaranya akan segera dimulai Lita," jawabnya.Lita tertawa canggung. "Oh, iya Bu. Kalau begitu ayo," ucap Lita seraya bangkit dari tempat duduknya."Mari, Bu," ajak Santi kepada besannya. Ibunya Lita lalu ikut bangkit dari tempat duduknya. Dan mereka bertiga berjalan menuju ke panggung utama. Di sana sudah ada Fernando dan ayahnya. Lorenzo tadinya juga diajak, namun karena dia tidak mau jadi tidak jadi turut serta dan hanya menyaksikan saja.Sebuah balon berbentuk hati berukuran besar berdiri di belakang mereka. Pembawa acara mula-mula membacakan rangkaian acara. Hingga sampai di inti acara, yaitu Lita dan Fernando akan disuruh memecahkan balon berbentuk hati raksasa tadi.Balon dengan warna terakhir akan menentukan jenis kelamin anak mereka. Semua orang yang ada di sana menantikan dengan antusias. Tak terkecuali dengan sang pemilik acara, meskipun Fernando pernah diberitahu Lita mengenai jenis kelamin anaknya. Sementara Lita, takut balon terakhir menunjukkan
Shanaz merasa kekacauan yang ia buat sudah selesai. Ia berakting berusaha keras menangkap kodok yang sengaja ia lepas tadi. Lalu setelah dapat menaruhnya ke dalam plastik. Dia tak bermaksud menyakitinya, hanya mengurungnya sementara, lalu setelah itu akan ia lepas lagi.Wanita itu juga sengaja membuat rambutnya acak-acakan agar semua orang mempercayainya. "Semoga mereka tak ada yang mencurigai bahwa aku yang sudah melepaskan kodok ini di sini." Shanaz merapal doa dalam batinnya.pShanaz menormalkan degup jantungnya yang tak beraturan. Dan setelah lebih tenang ia mencari keberadaan keluarga Fernando. Beberapa meter dari pandangannya, Shanaz bisa melihat Fernando dan keluarganya berjalan ke arah pintu keluar. Dengan menerobos tamu undangan, akhirnya Shanaz berhasil berdiri di depan keluarga Fernando. Ia mengangkat plastik yang berisi kodok tangkapannya. "Tuan dan Nyonya harap tenang, saya sudah berhasil menangkap kodok penyebab masalah di sini," beber Shanaz."Arrrgghhh!" Lita membulat
"Saya akan sampaikan kepada keluarga pasien dok," ucap perawat. Yang dijawab dengan anggukan kecil dari dokter. Sementara dokter kembali memberikan penanganan sementara kepada Lita.Perawat melangkah menuju ke pintu keluar. Ketika ia membuka pintu Fernando dan seluruh keluarganya langsung bangkit dari tempat duduknya dan mengerumuni perawat tadi guna memperoleh informasi mengenai Lita. Termasuk Shanaz, karena ia merasa bersalah imbas dari perbuatannya."Bagaimana keadaan istri saya Suster?" tanya Fernando dengan nada cemas."Istri Anda memerlukan transfusi darah segera, sebab telah kehilangan banyak darah," jawab perawat. "Akan tetapi PMI saat ini kehabisan darah golongan O plus. Apakah ada anggota keluarga di sini yang mempunyai golongan darah O plus?" tanyanya.Lita bernasib baik, karena golongan darahnya sama dengan ibunya. Dengan ayahnya juga sebenarnya. Hanya saja ayahnya sudah meninggal, jadi hanya ibunya kini yang menjadi harapan satu-satunya.Ibunya Lita langsung mengangkat t
Mobil Lorenzo berhenti di depan rumah dengan pagar besi bercat putih yang menjulang tinggi. Supir pribadi Lorenzo turun dari mobil, lalu menekan pintu yang ada di samping pintu gerbang. Kemudian seorang satpam membukakan pintu gerbangnya dengan menggesernya."Maaf Anda siapa? Dan ada keperluan apa?" tanya satpam kepada supir pribadi Lorenzo."Tuan Lorenzo ingin menemui Nona Meisya. Tuan, saya sebelumnya sudah ada janji dengan Nona Meisya," jawab supir pribadi Lorenzo.Satpam itu langsung mengangguk mengerti, karena majikannya yang bernama Meisya tadi telah berpesan kepadanya untuk menyuruh masuk tamunya yang bernama Lorenzo."Oh, kalau begitu silakan masuk, Pak.""Baik, Pak. Terimakasih," ucap satpam rumah Meisya."Sama-sama Pak," sahut supir pribadi Lorenzo, lalu ia berbalik badan dan masuk kembali ke dalam mobil. Pintu gerbang telah dibuka lebar-lebar oleh satpam rumah Meisya. Supir pribadi Lorenzo kemudian memasukkan mobilnya melewati gerbang, lalu memarkirkan mobil di halaman. Lor