Share

Sakit atau ...

Hari kemarin telah berlalu. Marvin baru saja mencuci tangannya usai makan saat telepon dari mamanya masuk.



Segera saja Marvin mengangkatnya. Usai menjawab salam, mamanya langsung mengingatkan sesuatu.



"Vin ... kamu dengan Ibel belum nemuin orang katering, ya? Katanya, kamu sama Ibel sendiri yang milih menu apa aja buat nikahan nanti!"



Marvin seketika teringat bahwa Ia dan Ibel memang punya keinginan memilih menu sendiri. Kedua orang tua mereka pun tak keberatan. Keduanya dipersilahkan memilih menu apa yang akan disajikan. Untuk itulah, ia dan Ibel harus menemui orang katering guna membahas menu di acara resepsi pernikahan mereka nanti.



"Iya, Ma. Nanti, kuberitahu Ibel. Kalau dia ada waktu, hari ini juga kami akan menemui orang katering."



"Iya ya. Buruan. Hari pernikahan kalian sudah dekat"



"Siap, Ma."



Tak lama, mamanya Marvin menutup sambungan telepon. Marvin melirik jam yang ada di ponselnya. Belum pukul satu siang. Masih ada sisa jam istirahat. Masih bisa telepon Ibel. Oleh sebab itu, ia segera menekan nomor ponsel Ibel.



Tak harus menunggu lama. Sekitar tiga nada panggilan, sudah terdengar suara Ibel. Setelah mengucapkan salam dan dijawab oleh Ibel, Marvin merasa ada yang aneh pada Ibel.



"Bel, suaramu kayak orang lagi sakit? Apa kamu baik-baik saja?"



"Oh...maagku masih kambuh, Vin. Pagi tadi, aku bahkan masih muntah."



"Apa kamu sudah ke dokter?"



"Belum."



"Aku jemput ya ntar pulang kantor? Ke dokter sekalian gitu."



"Jangan!"



"Kok jangan?"



"Biar di antar ayah aja. Aku tadi berangkat diantar ayah. Pulang juga ntar mau dijemput. Ayah kasian ngeliat aku kurang sehat. Jadi, hari ini aku diantar-jemput ayah."



Marvin menghembuskan nafas panjang. Ia mengangguk ringan sembari memegang ponselnya. Meski merasa sedikit kecewa karena ajakannya ditolak, tapi ia paham dan tak perlu khawatir lagi. Ibel sudah dalam pengawasan ayahnya sendiri, bukan?



"Ya udah. Kalau ayah nggak bisa, bilang ya? Ntar biar aku aja yang nganter."



"Siaaaaappp!"



Marvin tersenyum mendengar teriakan kata siap dari Ibel itu.



"Oh ya, tadi ada apa telepon?"



Pertanyaan Ibel ini segera menyadarkan Marvin tentang maksudnya semula.



"Oh, itu... tadi mamah ngingetin supaya kita buruan ke orang katering buat milih menu. Acara kita kan makin dekat. Jadi, perlu buruan pilih menu untuk acara itu."



"Oh, iya iya."



"Gimana? Kamu bisanya kapan?"



"Minggu aja ya, Vin. Aku khawatir besok masih harus istirahat."



"Oke. Hari Minggu juga udah tinggal 3 hari lagi. Nggak masalah. Kamu istirahat aja dulu."



"Siap," balas Ibel.



"Bel ... ini kue dan makananmu!"



Suara asing terdengar dari seberang telepon Marvin, sehingga Marvin menaikkan kedua alisnya. Sepertinya, ada yang sedang mengajak Ibel berbicara. Ia diam sejenak. Menunggu reaksi di seberang teleponnya terlebih dahulu.



"Met, tolong kue dan nasi ini kamu kasih yang lain aja deh!"



Terdengar suara Ibel sedang berbicara dengan seseorang. Marvin masih diam saja.



"Kamu nggak mau?"



"Maagku kambuh nih. Perutku kayaknya nggak bisa menampung makanan ini. Kayaknya aku harus makan bubur dulu."



"Iihhh ... kamu!!! Ke dokter sana, gih! Awas tipes!"



"Iya. Ntar segera ke dokter deh."



"Ya udah. Kukasih pak satpam aja ya jatahmu?"



"Iya."



Marvin diam saja. Ia menyimak.



"Sory ... tadi ada Metha," kata Ibel pada akhirnya.



"Nggak apa-apa. Emang kenapa tadi dia?"



"Si Metha ultah. Dia bawa tart. Terus nraktir makan siang teman-teman juga di resto dekat kantor. Aku kan lagi kambuh maagnya. Jadi, nggak ikut. Trus ini dibawain makananku sama dia."



"Oohh..."



Hening sejenak.



"Kamu ngasih kado Metha nggak?"



"Nggak. Aku nggak inget juga kalau dia ultah hari ini," kata Ibel.



"Beliin kado apa gitu. Kan udah ditraktir sama dia."



"Aduuuuhhh ... gimana mau beli? Aku kan lagi kambuh maagnya."



"Beli online aja. Kan bisa. Biar Metha-nya seneng."



Ada jeda di sana sebelum Ibel kembali berbicara, "Iya deh. Ntar coba aku cariin. "



"Nah, gitu dong. Itu artinya kamu anak baik. Perhatian sama teman."



Terdengar tawa ringan dari Ibe mendengar pernyataan Marvin.



"Oh, ya ... jangan lupa pesan Metha tadi. Buruan ke dokter! Siapa tahu kamu kena tipes."



"Iihh ... amit-amit. Jangan sampai deh."



Marvin tertawa ringan untuk merespon perkataan Ibel itu.



"Kamu demam, nggak?"



"Nggak. Cuma mual sama sedikit pusing aja. Mungkin kecapekan aja. Kayak lagi masuk angin gitu sih."



"Ya, sudah. Buruan ke dokter aja. Biar cepat ketahuan sakitnya karena apa? Trus biar cepat tertangani juga."



"Siaaaaaappp."



Marvin tersenyum lebar mendengar perkataan Ibel itu. Sejurus dengan itu, Marvin melihat teman-teman kantornya sudah mulai masuk dan kembali ke meja masing-masing.



Marvin segera mengakhiri percakapannya dengan Ibel. Jam istirahat siang sudah habis. Saatnya ia kembali bekerja.



Marvin menengok sejenak story W******p yang dibuat Ibel beberapa waktu yang lalu. Tampak Ibel dan teman-temannya tengah foto bersama dengan seseorang yang memegang tart. Sepertinya, itu foto ultahnya Metha yang dibuat beberapa saat yang lalu sebelum mereka makan siang.



Marvin menyimpan foto itu. Ia suka karena Ibel mengenakan kemeja yang ia belikan saat mereka belanja di salah satu mall waktu itu. Usai menyimpan foto Ibel, Marvin segera menyimpan ponselnya. Saatnya ia kembali bekerja.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status