“Sepertinya jangan, kita pulang saja. Lihatlah suasana pesta mantanmu jadi ricuh, ” usul Kevin dengan suara tak terlalu pelan. Mungkin karena suasana ramai jadi harus berlomba dengan kegaduhan. Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Benar saja apa kata Kevin. Suara teriakan Cindy masih terdengar meski orangnya sudah tak terlihat. Keluarga Pratama satu per satu keluar ruangan. Dan, orang-orang saling membicarakan kejadian ini. Sudah tak berbisik lagi, tapi terang-terangan. Satu hal lagi yang tak kalah nengerikan, para tamu undangan mengarahkan pandangannya padaku. Melihat hal itu, nyaliku ciut juga. Kurapatkan tubuh pada Kevin agar dia mengerti bahwa mantan selingkuhannya ini butuh perlindungan.. “Bawa aku keluar dari sini, cepat!” pintaku. Tak mungkin saat ini masih berada di pesta. Bisa-bisa aku akan jadi bahan tontonan manusia. Bahkan lebih mengerikan dicibir dan direndahkan. Kevin memapahku menuju pintu keluar. Di bawah tatapan sinis orang-orang, aku melangkah. Rasan
Pria dan wanita itu saling pandang, lalu kembali mengarahkan wajahnya padaku. Menurut prediksiku tuan Pratama telah menerima, tapi istrinya belum. “Kita buat kesepakatan. Kami akan menjamin hidupmu dengan kemewahan, tapi hubunganmu dengan Jim harus berakhir. Setelah anak itu lahir, dia akan menjadi anak Cindy.” Kata-kata nyonya Pratama seperti palu yang menghantam dadaku. Jadi, ini maksud sesungguhnya aku dipanggil. Kurang ajar sekali mereka berani mempermainkanku. “Maaf, saya tidak bisa menerima kesepakatan itu. Saya takkan menyerahkan anak ini pada siapapun. Kalau Anda tak bisa menerima saya, tak apa, saya akan membesarkannya sendiri. Saya masih muda dan bisa bekerja!” gertakku. Kalian harus tahu bahwa Ela tak mudah diperdaya. Enak saja mau menyingkirkanku, lalu mengambil bayinya. Aku tidak sebodoh itu. “Lalu, apa maumu?” tanya tuan Pratama. “Saya ingin anak ini punya status yang jelas. Saya takkan menjual anak pada siapapun. Kalau memang tak diterima, tak apa, biar saya besar
CINDY Pria yang kupuja ternyata pendusta. Jim memang bajingan. Rupanya dirinya tak benar-benar berubah. Selihai itukah ia memperdayaku setahun lamanya? Atau aku yang terlampau tolol telah percaya kembali padanya? Ini mungkin yang disebut buta karena cinta.Kata maaf hanya polesan bibir belaka. Mengapa aku begitu bodoh percaya pada mulut manisnya. Hingga saat sadar akan tipu daya, semua telah terlambat. Sebucin itu aku padanya. Bahkan, mereka tiap saat melakukan hubungan laknat. Aku tak bisa menerima kenyataan kini wanita binal itu mengandung anak Jim. Keputusanku telah bulat, cerai. “Kita tak harus cerai, Cin. Kita perbaiki segalanya dari awal. Aku akan berubah!” terang Jim yang terus berusaha meyakinkanku. Aku menepis kasar tangan Jim yang hendak menyentuh pundak. Memperbaiki apa setelah tidur dengan wanita lain setahun lamanya. Hanya perempuan bodoh yang bisa memaafkan kelakuan bejat itu. Lelaki bukan hanya Jim di dunia ini. Aku masih muda dan bisa mendapat yang lebih segalanya
Aku tersentak dari lamunan masa lalu saat pintu kamar diketuk. Lembaran aibku cepat ditutup agar tak terus menertawakan kesialan saat ini, tepatnya balasan kedurhakaanku pada Afgan. Lelaki yang kutukar dengan bajingan. Bahkan, itu sampai mengorbankan darah daging sendiri. Sesal itu memang di belakang. Kebejatan Jim telah membuka mata buta ini. Nyatanya segala kebaikan Jim hanyalah topeng atas kebusukannya. Kini, wajah aslinya terpampang nyata. Dia hanyalah seorang pemuja syahwat sama seperti Kevin, sepupunya. Sekarang setelah semua terkuak, Afgan telah bahagia dengan istri barunya, sementara aku sedang menuju sebuah kehancuran. Jim mengatakan orang tuanya memanggil. Katanya mereka ingin bermusyawarah untuk menyelesaikan persoalan skandal anaknya. Meski enggan, aku tidak bisa menolak undangan tersebut. Bagaimanapun juga mereka masih mertuaku. Mau tak mau aku datang juga ke kediaman ayah dan ibu mertua. Sesampainya di sana aku disambut dengan hangat seperti biasa oleh mama mertua.
Nyatanya keluarga itu memang telah menistakan putrinya. Melegalisasi kebejatan Jim dan Ela. Bahkan, akan memaksaku berbagi posisi dengan wanita pezina terkutuk itu. “Perceraianmu akan papi urus hari ini. Namun, pembatalan kerjasama prosesnya bisa memakan waktu paling pendek tiga bulan. Dan itu pasti papi lakukan. Bukan hanya itu, papi akan menyiapkan serangkaian serangan mematikan!” Aku menghambur ke arah papi. Pria ini sangat menyayangiku. Tak mungkin dia membiarkan putri keduanya dihina orang lain. “Mungkin ini balasan atas pengkhianatanku pada Afgan. Sekarang aku baru sadar dialah pria terbaik sesungguhnya. Aku jahat, Pih sudah meninggalkannya dan menjadi jalan tak langsung meninggalnya anak kami!” Dalam pelukan papi kuluapkan sesal yang bergulung-gulung di hati. Kata demi kata terucap seiring airmata yang mulai mengalir. “Andai, andai aku tak sebodoh itu, membuang Afgan demi Jim, mungkin kami bahagia sekarang. Aku menyesal, Pi, menyesal!” Papi mengelus rambut dan punggungku.
“Cin, kasih aku kesempatan. Kita mulai dari awal. Aku janji akan selalu membahagiakan kamu!” Aku memutar bola mata ke atas dan ke bawah. Lalu menyedekapkan tangan di dada. Lepas itu menghampirinya. “Cara membahagiakanku adalah tendang wanita binalmu ke jalanan, itu saja! Sanggup?” Dahi Jim mengerut, tanganya kemudian berusaha meraihku. Namun, refleks kutepis. “Jangan bicara mau membahagiakanku kalau belum bisa memasukkan pelakor ke tempat sampah! Oke aku tak ada waktu mendengar ocehanmu lagi. Aku harus ke salon biar makin glowing. Kalau sudah jadi janda aku berencana cari pasangan yang lebih segalanya darimu!” Setelah berkata begitu, aku membalikkan badan. Lalu, cepat-cepat melangkah menuju mobil. Berikutnya kendaraan melesat meninggalkan lelaki bajingan itu. Di dalam mobil, pikiranku kembali melayang. Apa yang kuucapkan pada Jim sesungguhnya berbalik dengan hati sendiri. Tak terpikirkan sama sekali setelah jadi janda untuk langsung cari pasangan. Kalimat itu hanya untuk melece
RIDA Aku turut bahagia atas pernikahan mas Adnan dengan Lestari. Meski baru pertama melihat, aku tahu wanita barunya itu baik. Dan, tentu nanti akan berpengaruh baik juga pada anak-anak jika sedang bersama mereka. Azka dan Azkia pun sepertinya senang pada Lestari. Aku menyadari ada tautan hati di antara mereka sama seperti tautan hati pada mas Afgan. Kudoakan pengantin dari lubuk hati terdalam. Hati ini sudah bersih dari sakit hati dan dendam masa lalu pada mantan. Toh, diapun sudah menyadari kesalahannya, dan aku pun sudah bahagia dengan pasangan baru. Mas Afgan tak pernah melepasku saat kami ada di pesta ini. Ia seolah ingin memamerkan kemesraan di depan publik. Aku malu sebenarnya, tapi tak bisa protes nanti malah digoda habis-habisan. Pria ini tak pernah lupa mengenalkanku pada relasinya. Ia dengan bangga akan mengatakan ini istri tercinta saya. Betapa tersanjung diriku yang selau merasa tak percaya diri. Mas Afgan selalu mendukungku untuk lebih yakin pada diri sendiri. Ia t
Meskipun pemimpin, Alan sepertinya sangat bergantung dengan mas Afgan dalam memutuskan sesuatu. Ia seolah tak percaya pada kemampuannya sendiri. Padahal menurut suamiku, adiknya itu memlilki kemampuan besar, hanya saja suka inscure jika berhadapan dengannya.Selama mas Afgan ngobrol dengan adiknya, aku pergi ke dapur. Rencananya ingin membuat sesuatu untuk mas Afgan. Meski nanti para pelayan dengan segala cara melarang, aku tetap kukuh ingin masak. Jadilah mereka ikut serta.“Katakan saja, Nyonya mau dibuatkan apa?”.“Ayo kita masak bersama. Tolong siapkan bahannya, ya!”Akhirnya mau tak mau mereka melakukan tugas yang kuperintahkan. Aku hanya memasak kalau mas Afgan sedang libur dan ada di rumah. Dan itu jarang juga. Tak masalahlah sesekali masak sendiri untuk suami.Sampai beres masak, mas Afgan belum selesai juga ngobrol dengan Alan.. Begitulah mereka kalau sudah membahas persoalan bisnis jadi lupa semuanya.Aku minta pelayan menyiapkan makanan di gajebo taman belakang. Kami akan m