Angga segera melajukan mobilnya keluar dari pekarangan rumah mamanya, laki-laki itu perlu waktu sebentar untuk menenangkan diri, dia tidak mau menghadapi Dina dan anak-anaknya dalam keadaan pikiran kacau. Mereka sudah banyak kecewa karena pilihan yang dia buat, jadi tidak akan dia tambah kekecewaan mereka lagi dengan bersikap yang sangat tidak sepantasnya, meski dengan konsekuensi dia harus mengingkari janjinya untuk makan malam bersama mereka.
Semoga mereka bisa mengerti. Batin Angga.Angga langsung menghentikan langkahnya saat didengarnya denting piano yang mengalun dari ruang tengah. Angga berdiri di sana menyaksikan istri dan anak-anaknya tertawa gembira, sudut hatinya sedikit tercubit saat melihat itu semua.Angga bukan tak suka kalau keluarganya bahagia, hanya saja sebagai seorang ayah dan juga suami dia merasa tidak dibutuhkan. Mereka bahkan bisa tertawa bahagia tanpa dirinya dan dia yakin seandainya mereka melihatnya sekarang kebahagiaan itu mu“Jadi, kita mau ke mana?” tanya Dina saat mereka sudah duduk nyaman dalam mobil yang dikendarai suaminya. “Ke mana saja, yang penting bisa sama-sama kamu,” jawab Angga dengan nada menggoda.Dina langsung memutar bola matanya malas, menghadapi kekonyolan suaminya. “Ke mall bagaimana? kita nonton film,” kata Angga lagi, setelah melihat Dina hanya diam di sampingnya. “Di rumah juga ada teater kenapa jauh-jauh ke mall juga, lagi pula aku bukan ABG yang lagi kencan dengan pacarnya.” “Kalau ke Pantai?” “Yang bener saja, sih, Mas masak malam-malam ke pantai.” Angga menghembuskan napas kesal, tadi bertanya mau ke mana giliran di jawab malah protes, batinnya. “Baiklah jadi kamu pinginnya ke mana? Maksudku saat kamu pergi dengan orang yang spesial kamu inginnya ke mana?” tanya Angga berusaha memupuk rasa sabarnya. Istrinya ini memang benar-benar menyebalkan, sayangnya dia sama sekali tak ingin kehilangan wanita menyebalkan ini. Angga menoleh pada Dina saat wanita itu hanya diam dengan p
"Sebaiknya kita bicara lain waktu saja, ini kencan pertama kita." "Bukankah biasanya kencan pertama untuk saling mengenal kepribadian masing-masing? Aku hanya ingin tahu saja kamu cukup menjawab iya atau tidak?" "Iya, tapi itu tidak serius hanya kekonyolan sesaat saja dan berhenti saat kami memutuskan untuk kembali bersama meski hubungan kami tak pernah sama lagi." "Aku tidak pernah berpikir ada orang yang menganggap pengkhianatan sebagai kekonyolan sesaat, dan sialnya orang itu adalah suamiku." Angga merasa ada sebuah tangan tak kasat mata yang memukul dadanya sehingga membuatnya sesak dan sulit untuk bernapas. Dina benar dia memang segila itu, membiarkan semua berjalan seolah semua baik-baik saja tapi tanpa sadar semuanya perlahan hancur. Mereka sama-sama terdiam menikmati musik yang sedang ditampilkan. Angga tersenyum senang saat melihat Dina ikut menggerakkan kepalanya mengikuti irama dan perlahan dari mulutnya keluar lirik lagu yang sama. Mungkin suara
Angga mengakui kebenaran kata-kata mamanya saat memintanya menikah dengan Dina. Wanita seperti Dinalah yang pantas untuk mendampinginya. Wanita lembut dan manja seperti Laras dan Keira hanya akan patah hati dan menderita menghadapinya yang dinilai terlalu berani dan tak takut dengan segala resiko yang akan dia hadapi. Angga seorang penjudi, dia berjudi dengan nasib, hidupnya terbiasa dengan mengambil resiko yang tinggi untuk menghasilkan hal yang tinggi pula. Tapi jangan salah, Angga tidak akan mau mengambil resiko tanpa perhitungan yang matang, tapi satu kesalahan Angga dia tidak pernah menggunakan perasaannya.Dia bukan tipe laki-laki romantis dan kebapakan yang akan membuat wanita-wanita nyaman dengannya, ini terbukti dari hubungannya dengan Ghea dan Laras yang berakhir mengenaskan, juga beberapa pacarnya yang terdahulu yang memiliki ciri khas yang sama, cantik, lembut, manja dan selalu haus akan perhatian. Tapi Dina berbeda, wanita itu memang butuh perhatian darinya selayaknya
Keira duduk melamun di taman belakang rumah mertuanya, air mata menetes di kedua pipinya, perkataan Angga tadi malam memang benar adanya, dia hanya wanita yang dia nikahi karena alasan bisnis semata. Bahkan selama ini sang suami tak pernah menyentuhnya, meski Keira sudah menggodanya dengan berbagai cara. Keira tahu semua laki-laki akan berpikir dua kali untuk menikahi wanita yang sedang mengandung janin laki-laki lain, tapi Angga berbeda, laki-laki itu meski menjadikan permintaan Rudi Hartono sebagai alasan tapi sikapnya yang lembut dan penuh perhatian membuat Keira merasa bahwa Anggalah laki-laki yang tepat untuknya. Pelan-pelan hatinya yang semula milik Anton Hartono kini berbalik arah.Meski usia mereka terpaut jauh, tapi atas nama cinta segalanya mungkin saja terjadi. Dan Keira bertekad untuk mendapatkan kembali perhatian Angga seutuhnya. Dia yakin dengan kecantikan wajahnya laki-laki manapun akan bertekuk lutut. Keira tidak akan mempermas
Keira masih termenung di atas kursi rodanya, memikirkan apa yang baru saja dikatakan oleh Tante Bianca. Dia memang tidak bisa hanya menarik perhatian Angga saja kalau ingin laki-laki itu menjadi milikinya, bagaimanapun Angga memang sudah mempunyai anak dari wanita lain yang harus dia perhatikan, jadi mengambil hati anak-anaknya memang sangat diperlukan. Itu juga yang menurut Tante Bianca dilakukan oleh Dina dulu, menarik perhatian anak-anak, membuat mereka menyayanginya seperti ibu kandungnya sendiri dan akhirnya sekarang bisa menguasai Angga. Dengan semangat untuk meraih apa yang diinginkannya, Keira menjalankan kursi rodanya menuju kamar, dia akan pergi keluar membeli beberapa mainan. "Sus, bantu aku ganti baju," kata Keira pada suster yang memang ditugaskan Angga untuk merawatnya. "Lho, Mbak Keira ini mau ke mana, sebentar lagi makan siang?" "Aku mau makan di luar, Sus, sekalian temani aku belanja." Perawat Keira hanya m
Pagi itu Dina berangkat kerja dengan pikiran linglung, pagi sekali tadi dia baru saja pulang dari hotel tempatnya menginap bersama sang suami. Mereka bukan lagi pasangan yang bisa seenaknya untuk bepergian ke mana saja, apalagi masih pada hari kerja seperti ini. Yang membuat pikirannya bercabang adalah apa yang telah dia lakukan semalam dengan sang suami kenapa begitu mudah baginya untuk menyerahkan diri, padahal dia masih begitu marah dan kecewa pada suaminya, apalagi setelah mendengar cerita tentang masa lalu suaminya yang meskipun kata Angga sudah selesai semuanya, tapi dampaknya masih dia rasakan sampai sekarang. “Mereka hanya masa lalu untukku, bagiku sekarang kamu adalah masa depan yang harus aku pikirkan.” Kalimat Angga itu selalu terngiang dalam benaknya, tak bisa dipungkiri ada sebersit harapan dalam relung hati Dina, setidaknya suaminya masiih memikirkannya, meski tak menutup kemungkinan dia akan pergi begitu saja bila harapan itu sudah sirna terge
Dina langsung berjalan menuju ruang kesehatan yang telah diberitahukan oleh petugas piket di depan begitu mobil yang dia tumpangi berhenti. Bahkan Dia harus sedikit berteriak untuk mengucapkan terima kasih pada sopir kantornya. Wajahnya yang tadi pagi sedikit pucat makin terlihat pucat, apalagi kekhawatiran jelas terbayang di wajahnya, guru Aksa tadi hanya menjelaskan kalau putranya itu tiba-tiba kejang dan pingsan setelah seorang wanita mendatanginya. Dina bahkan belum bisa menebak siapa wanita itu. apa mungkin Vanya yang diceritakan Angga tadi malam, diam-diam datang kembali menemui Aksa. "Nyonya!" seketika Dina menghentikan larinya saat dilihatnya Pak Amin tergopoh-gopoh menghampirinya. "Oh, bagaimana dengan Aksa, Pak? Apa yang terjadi?" berondong Dina. "Saya juga tidak tahu Nyonya, saat sampai ke sini den Aksa sudah pingsan." Dina mengangguk mengerti, mungkin nanti dia akan meminta keterangan pada gurunya. "Bapak Ikut saya ke dal
Wanita itu selain memiliki wajah yang cantik dengan sepasang mata sendu yang mengundang juga gaya bicaranya yang lemah lembut sekalipun dia sedang berbicara buruk. Kecantikannya bagai seorang peri yang mampu menyihir siapapun untuk rela dijadikan tempat bersandar, bahkan mungkin tak menyadari kalau hal itu mungkin akan menghancurkan orang itu sendiri. Meski beberapa kali saat berbicara dengannya wanita itu kehilangan kontrol dirinya, saat semua perhatian tak lagi berpusat padanya. Dia licik dan serakah akan perhatian, dia akan melakukan segala cara untuk membuat perhatian kembali tercurah padanya, itulah yang Dina baca dari karakter Keira. “Selamat untuk apa, Din?” tanya Angga yang tidak mengerti ucapan istrinya. “Kamu selalu mengerjakan pekerjaan kantor di sini?” tanya Dina dengan pandangan menyelidik, ada kecemburuan yang terselip dalam ucapannya, tapi berusaha dia sembunyikan dengan baik. “Aku datang barusan dan karena pekerjaan kantor tidak bisa dit