Usai magang hari itu, Reggy menengok Lola. Desi sudah ada di kamar, jadi Reggy lebih nyaman masuk ke kamar itu, tidak hanya berdua dengan Lola. "Kamu sudah lebih baik?" tanya Reggy. Dia duduk di kursi dekat ranjang. Lola mengangguk. Dia sandarkan tubuhnya ke kepala ranjang. Lola tidak lagi pucat, hanya terlihat masih agak lemas. "Mendingan, Re. Terima kasih, udah perhatian," kata Lola. "Ini, ada roti buat kamu. Banyak makan, biar cepat pulih." Reggy menyuguhkan roti di plastik yang dia beli sebelum ke kamar Lola. "Untungnya, Lola masih bisa lumayan banyak makan, Re. Makanya cepat baik kondisinya," sahut Desi. Desi duduk di sofa sambil nonton film kartun di TV. "Bagus kalau begitu," ujar Reggy. "Tapi besok jangan masuk dulu. Istirahat sehari lagi, biar fit betul baru aktivitas. Kita kerjaan full, kalau masih belum benar sehat bisa drop lagi nanti." "Beneran ga apa-apa? Aku ga enak banget, Re." Lola melihat Reggy. "Tidak apa-apa, La. Kesehatan itu lebih penting," kata Reggy. Ttu
Ting! Resita melihat HP. Ya, balasan Reggy masuk. - Baru sampai hotel. Kamu lagi ngapain? Resita membalas, - Nunggu kamu. Yuriko siapa? Reggy - Supervisor di sini. Dia ajak jalan pas hari off kami sama. Yang lain masuk. Off kami gantian soalnya. Resita - Akrab sama dia? Reggy agak heran, Resita menanyakan ini. Reggy - Biasa aja. Kenapa, Sita? Resita tidak membalas chat itu. Dia kirim foto upload-an Yuriko. Reggy - Jangan marah, Sita. Aku ga ada apa-apa sama dia. Hanya teman di luar jam kantor. Resita - Lola? Reggy makin heran. Ada apa lagi ini? Reggy - Teman magang. Emang Lola kenapa? Resita mengirim beberapa foto yang dia rasa ungkapan hati Lola ke Reggy. Reggy mendesah dan menarik nafas dalam. Lola ini macam-macam saja. Jelas Lola tahu Reggy punya pacar, masih juga begitu. Reggy langsung vidcall Resita. "Sita, aku ga ada apa-apa. Awal minggu ini Lola sakit. Sebagai ketua tim aku bertanggung jawab memastikan dia dapat perawatan yang baik. Aku akan berlaku sama k
Ayah Rindu mendekat. Dia memandang Wuri lekat-lekat. Wajah gadis muda itu tidak asing buatnya."Sore, Om." Wuri menyapa sambil tersenyum."Ya ... Sore. Rindu masih mau coklatnya? Ayah tambah dua, ya?" Ayah Rindu mengambil dua coklat lagi dari rak dan menaruh di keranjang yang dipegang Rindu."Kak ... eh ... aku lupa nama kakak." Rindu terlihat berpikir sambil memandang Wuri."Wuri. Prawuri. Panggil saja Kak Wuri," jawab Wuri."Kalau ini ..." Rindu menunjuk Felipe. Dia mendongak melihat Felipe yang tinggi lebih tinggi dari ayahnya."Namaku Felipe." Felipe tersenyum."Namanya bagus, cocok sama kakaknya yang ganteng. Pacar Kak Wuri, ya?" Rindu mencondongkan badan ke dekat Wuri setengah berbisik. Wuri tertawa dan mengangguk. Rindu tersenyum lebar."Nama kamu Wuri? Prawuri?" Ayah Rindu memandang Wuri."Iya, Om," jawab Wuri."Aku Rudy. Senang bertemu lagi. Kamu tinggal di mana?" Rudy menelisik setiap bagian wajah Wuri."Ga terlalu jauh dari sini. Rindu boleh kalau mau main ke rumah Kakak, n
“Serius,” jawab Gio.Kendaraan berbelok masuk ke rumah sakit besar di kota itu. Mereka menemui Ranintya yang dijaga putrinya. Dia terlihat lemah dan pucat, tetapi tetap ada senyum dan semangat di wajahnya.“Ah, senang sekali dapat kunjungan couple paling manis ini. The couple of the year,” sambut Ranintya pada Gio dan Veronica.“Ibu …” Veronica mendekat ke sisi ranjang, merendahkan tubuhnya agar bisa memeluk Ranintya.“Pak Gio tambah ganteng saja. Bu Vero memang yang terbaik,” puji Ranintya.Gio dan Veronica tersenyum dengan pujian itu.“Pak, aku harus dengan berat hati pamit. Aku tidak mau sok kuat. Aku minta maaf, tapi harus mengundurkan diri.” Ranintya bicara tanpa basa-basi. Suaranya mulai sedikit bergetar, tampak sekali dia sedih mengucapkan itu.“Aku mengerti, Bu. Aku yang harus berterima kasih untuk semua, semuanya yang Ibu lakukan buat aku. Pekerjaan, pertemanan, semuanya,” kata Gio.“Ah, Pak Gio lebay. Aku justru belum puas bekerja dengan orang hebat seperti Pak Gio. Tapi cer
Wuri mengeluarkan buku dari dalam tas. Dia cek tugas apa yang harus dikumpulkan besok. Ada tugas bahasa Inggris dan matematika. Satu lagi, ulangan PKN.HP Wuri berbunyi. Ada chat masuk. Nomor yang Wuri ga kenal.- Halo, Kak. Ini rindu. kakak lagi apaWuri tersenyum. Rindu ternyata yang mengirim pesan. Jadi ini nomor ayah Rindu.Wuri- Hai Rindu. kakak lagi belajar. Rindu sudah belajar?Wuri menyimpan nomor itu. Rudy Ayah Rindu nama kontaknya.Rudy Ayah Rindu- aku sudah belajar jadi boleh WA kakakWuri- anak pintar. biasa rindu tidur jam berapa?Rudy Ayah Rindu- jam 8 kak, paling malam jam 9Wuri- rindu tidur dengan siapa? masih ditemani ayah?Rudy Ayah Rindu- aku berani tidur sendiri. Ayah bilang aku uda besar harus beraniWuri- wah, rindu hebat dongRudy Ayah Rindu- iya kakak di rumah punya sodara?Wuri- tidak. kakak cuma berdua sama ibuRudy Ayah Rindu- oo Ayah kakak lagi pergi?Wuri- Ayah kakak memang pergiRudy Ayah Rindu- apa sudah ke surga seperti ibuku?Wuri terdiam
"Oke, sampai tujuan." Felipe memarkir motor di halaman rumah Wuri.Keduanya turun dari motor dan masuk dalam rumah. Ibu belum pulang. Tapi tidak akan lama lagi akan tiba di rumah."Aku rapikan rumah dulu. Lalu siapin makanan ringan dan minuman buat tamu," kata Wuri."Ayo, kita kerjain sama-sama." Felipe melepas jaketnya."Bener mau bantu?" Wuri memandang Felipe."Iya. Aku di rumah juga biasa bantu-bantu. Ayo," ajak Felipe.Wuri tersenyum.Mereka berbagi tugas. Felipe membersihkan di teras, Wuri di dalam rumah. Karena rumah itu terbilang kecil, tidak perlu waktu lama pekerjaan selesai. Wuri hampir melanjutkan pekerjaan ke dapur, Ratu datang."Hai ..." Ratu masuk ke dalam rumah."Sore, Bu ..." Felipe menoleh dan tersenyum."Wah, kalian sudah bersiap-siap. Ibu ganti baju dulu, nanti nyusul." Ratu masuk ke kamarnya.Wuri dan Felipe ke dapur. Wuri membuat pancake. Dan juga hot chocolate. Lalu menggoreng kentang. Felipe membantu apa yang Wuri suruh. Ratu akhirnya bergabung dan membuat menu
Wuri berdiri dan menuntun Rindu kembali duduk. Dia memandang gadis kecil yang cantik dan pintar itu. Asda rasa campur aduk Wuri melihat Rindu, karena dia tahu Rindu adalah adiknya. Mereka punya ayah yang sama.Tetapi Wuri tidak mungkin langsung mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Rindu mungkin tidak siap."Ayah kamu dan ibu kakak saling kenal. Mereka lama tidak bertemu, jadi mungkin kaget saja," kata Wuri."Sungguh?" ujar Rindu. Dia seperti tidak yakin dengan jawaban Wuri.Wuri mengelus rambut Rindu yang panjang dan halus. "Iya. Kadang kita tidak bisa mengerti bagaimana orang dewasa menunjukkan perasaannya."" Apa mereka akan lama, Kak?" tanya Rindu. Dia menoleh ke pintu yang menuju ke dapur."Hmm ... Kakak tidak tahu. Kita nonton film saja, mau?" Wuri mencoba mencair cara membuat Rindu teralihkan pikirannya."Iya, aku mau." Rindu tersenyum."Kakak ambil laptop dulu." Wuri ke kamarnya, mengambil laptopnya.Felipe tidak tahu perlu bicara apa. Dia perhatikan saja bagaimana Wuri mena
"Sekarang, sedikit saja aku tak mau dia bersedih. Tak mau dia menangis apalagi menderita. Sudah cukup kepedihan yang aku buat di hidupnya. Aku akan lakukan apa saja agar Wuri selalu tersenyum." "Aning ..." Rudy merasa ada yang mencekat lehernya. Sulit sekali dia berbicara. "Kumohon, maafkan aku ... Aku sungguh jahat pada kalian berdua. Aku memang laki-laki pengecut." "Aku tak pernah berpikir akan melihatmu lagi. Bagiku dan Wuri, kamu sudah mati. Tiba-tiba kamu muncul. Aku sangat tidak siap. Kurasa Wuri juga sama. Tanpa kamu, dia baik-baik saja." Tatapan tajam menghujam dari Ratu pada mata berair Rudy. "Aku ... aku meninggalkan kalian karena tidak siap harus menjadi suami dan ayah. Aku baru … selesai kuliah dan masih mencari pekerjaan. Rasanya duniaku runtuh ketika kamu katakan kamu hamil. Orang tuaku … akan mencampakkan aku jika tahu apa yang terjadi. Aku sangat takut membayangkan semuanya." Rudy mulai bicara. Mungkin tidak pantas dia memberikan pembelaan, tetapi Rudy akan mengataka