Lola kembali ke kamarnya lagi. Dia berpapasan dengan pelayan yang bertugas membersihkan kamarnya. Tapi begitu melihatnya, pelayan itu kembali menjatuhkan lap pel dan sapu ke hadapan Lola."Apa maksudmu berbuat seperti ini?" protes Lola keras."Kau bisa membersihkan kamarmu sendiri. Jadi aku memberikan alat bersih-bersih ini untukmu," jawab pelayan itu enteng."Apa? Kenapa tidak kau yang membersihkan kamarku? Itu bukannya sudah menjadi pekerjaanmu setiap hari? Kau dibayar untuk itu, bukan?" Lola kembali mempertanyakan dengan sengit.Pelayan itu menyunggingkan senyuman meremehkan. "Siapa bilang aku dibayar untuk membersihkan kamarmu? Tidak. Aku justru dibayar untuk membersihkan semua bagian mansion, kecuali kamarmu."Lola terkejut di tempatnya. Dia masih mempertanyakan di dalam pikirannya, apa benar memang seperti itu? Belum sempat pertanyaannya terjawab, pelayan itu kembali melengos begitu saja meninggalkannya sambil tertawa puas. Lola merasa ini semua sudah tidak benar."Pasti kedua w
Lola berpikir masalahnya hari itu sudah selesai dengan dia berani mengambil tindakan untuk memasak sendiri. Malam itu, masalah menu makan malam sudah terselesaikan.'Tapi aku yakin jika mereka pasti akan berusaha mencari gara-gara yang lain,' batin Lola. 'Aku tetap harus berhati-hati.'Benar sekali dugaan Lola. Para wanita itu memang sangat cerdik dan gigih mencari berbagai cara untuk menyulitkan Lola. Pagi itu, Lola sama sekali tidak diberikan sarapan. Lola kembali memasak makanannya sendiri. Kali ini dia hanya diberikan sedikit bahan untuk memasak.'Masih berusaha menyulitkan aku rupanya. Tapi aku tetap bisa makan walaupun kalian memberiku sedikit bahan makanan.' Lola kembali membatin.Dia membuat mashed potato dan pasta seadanya, ditambah sedikit sayur kaleng untuk menambah menu makan paginya. Dia memang tidak yakin jika makanan saat itu bisa mengenyangkan perutnya. Tapi Lola bersyukur dirinya masih bisa makan.Selesai makan, dia kembali menuju kamarnya. Kali ini, sangat ajaib. Kam
"Apa maksudmu? Kau menuduh aku sudah menjual kehormatanku kepada pria hidung belang?" Lola kini mulai semakin emosi akibat tuduhan dari sang mantan yang tak berdasar.Max memberikan seringai meremehkan, "Iya, lalu apa lagi? Tidak mungkin seorang Lola memiliki uang banyak untuk membeli barang-barang mewah jika bukan hasil dari perbuatan kotor."Lola masih berusaha untuk bersabar. Tubuhnya mulai gemetar karena amarah yang tertahan. Max merasa tuduhannya itu benar akibat bungkamnya Lola saat ini."Sudah, kau mengaku saja lah! Lagipula kau sudah bercinta dengan ayah tirimu. Mudah bagimu untuk melakukan pekerjaan kotor seperti itu. Sahabatmu juga wanita pemuas nafsu yang akan dengan mudah menyeretmu ke pekerjaan yang sama!"Sebuah tamparan keras melayang ke wajah Max. Lola melayangkan tamparannya dengan sekuat tenaga akibat harga dirinya yang terinjak-injak."Jaga ucapanmu! Kau boleh mencampakkanku, tapi tidak untuk merendahkanku!" geram Lola dengan mata yang sudah berkaca-kaca.Di saat it
"Hei, jangan memotret sembarangan!" Lola memekik, berusaha menutupi wajahnya yang sempat beberapa kali terpotret secara diam-diam."Santai saja. Gayamu unik, Nona. Kau akan menjadi sorotan para sosialita di kota ini," ujar wanita itu.Setelah sibuk memotret, wanita itu pun akhirnya pergi. Lola benar-benar tak tahan dengan keadaan ini. Apalagi ketika telinganya kembali menangkap ucapan jahat yang ditujukan untuk dirinya saat itu."Wanita itu katanya adalah simpanan Tuan Luther yang baru? Aku merasa itu tidak mungkin. Dibandingkan Nona Barbara dan Lilian, wanita itu tidak ada apa-apanya.""Benar, apa yang sebenarnya Tuan Luther pikirkan? Dilihat dari sisi mana pun, wanita itu tidak sebanding dengan kedua wanita sebelumnya. Tak kusangka, seorang pengusaha properti besar Amerika menjatuhkan standar tipe wanitanya.""Apalagi sekarang penampilan wanita itu nampak konyol dan salah kostum sekali. Dia menodai keglamoran pesta komunitas ini. Sungguh sangat memalukan!"Lola yang sebelumnya sudah
Lola tak tahu kapan Luther akan kembali. Bertemu saja sudah sangat jarang bagi mereka. Selama ini dia hanya mengetahui kabar dari para wanita lain mengenai Luther. Ketika Luther tak ada, dia harus mengalami penyiksaan seperti saat ini."Kau sengaja makan lambat supaya tidak jadi bekerja? Jangan harap kau bisa terhindar dari hukumanmu!" gertak Barbara pada Lola yang masih santai menghabiskan makanannya.Lola tak menggubrisnya. Dia sebenarnya sudah enggan jika harus membalas ucapan Barbara. Apa pun yang dia kemukakan selalu akan dianggap salah dan dianggap sebuah bangkangan."Barbara, sini!" panggil Lilian dari jauh.Barbara langsung menjauhi Lola dan menghampiri Lilian. Entah apa yang kedua wanita itu bicarakan karena keduanya sangat serius membicarakan sesuatu itu. Lola hanya bisa mengamati dari jauh. Tapi dia bisa berkesimpulan jika sebenarnya mereka berdua itu sedang membicarakan rencana untuk menyiksa Lola pada hari itu.Lola meminum air putih yang banyak karena dia harus memulai pe
Lola hanya pergi sebentar untuk membeli beberapa barang kebutuhannya. Hanya saja karena jarak yang ditempuh dengan berjalan kaki, membuat waktu terasa lama. Dia terkejut ketika mendapati Barbara dan Lilian yang mematung di depan rumah."Kau! Dari mana saja, hah?" sembur Barbara yang kesal. "Sudah lebih dari setengah jam kami berdiri di sini, kau dari mana saja? Cepat bukakan pintunya!" Lilian juga meradang.Tanpa memberikan waktu bagi Lola untuk menjelaskan, Lola pun akhirnya membuka pintu mansion. Kedua wanita itu berjalan menghentak mendahului Lola. Barbara menyipitkan matanya, memeriksa kondisi mansion yang beberapa jam telah dia tinggalkan."Kenapa? Kalian mau memeriksa pekerjaanku? Silahkan saja! Aku sudah mengerjakan semuanya!" tantang Lola dengan percaya diri.Lilian berkeliling ke setiap penjuru lantai satu. Begitu pun dengan Barbara. Keduanya sibuk menginspeksi hasil pekerjaan Lola. Sejauh ini, mereka tidak menemukan ada kesalahan dari Lola. Tanpa berbicara lagi, mereka pun
Karena kondisi kamarnya masih belum memungkinkan untuk ditempati, akhirnya Lola pindah ke sofa ruang keluarga untuk tidur. Suasana mansion yang hening ketika malam hari, membuatnya semakin takut. Terlebih mengenai apa yang sudah dia temukan."Apa yang harus kulakukan? Mengapa kalung itu ada di lemariku? Aku sama sekali tidak pernah menyentuh barang berharga milik Lilian. Lalu siapa yang menaruhnya di sana?" Lola masih bertanya-tanya. Pikirannya terus berputar akan kejadian yang terus sama. Dia terlampau bingung bagaimana harus menyerahkan kalung itu kepada Lilian. Sekalipun itu bukan ulahnya, namun karena bukti sudah ada di tangan, dia pasti akan tetap disalahkan terhadap semua yang terjadi."Sudahlah, lebih baik aku istirahat saja. Sekarang sudah menjelang pagi. Besok, mereka pasti masih akan terus menyiksaku. Mungkin aji mumpung karena Luther yang masih tidak ada di mansion."Setelah segala pertimbangan yang membuat pikirannya buntu, akhirnya Lola memutuskan untuk memberikan kalung
Barbara semakin tersudut di hadapan Luther. Dia tak berani menyela sedikit pun perkataan Luther. Hanya kata maaf saja yang terus terucap dari bibirnya."Maaf ... maafkan aku!""Seluruh pihak di San Francisco, bahkan di Amerika ini tak berhenti menyoroti kehidupan pribadi kita. Mereka menganggap, sistem yang aku ambil ini lain daripada yang lain. Makanya, aku tak pernah luput dari perhatian masa," jelas Luther. "Pihak pers akan terus mencari berita, juga mencari celah kesalahan pada kehidupanku."Lola menyimak seluruh perkataan Luther. Dia baru mengetahui jika hidup sebagai seorang Luther, pria berusia matang yang sukses dan memiliki beberapa wanita simpanan itu tidaklah mudah."Ternyata semua terbukti, 'kan? Mereka membuat rumor dan berita jelek mengenai aku untuk dipampang di situs kota!" lanjut Luther lagi. Dia kemudian menatap Lola lekat. "Lola, aku juga tidak menyangka kau se gegabah itu keluar bersama para wanita."Lola merasakan hantaman di hatinya. Dia juga merasakan sebuah per