Bayangan seorang pria bertubuh tinggi perlahan masuk ke dalam kamar Lola. Pria itu mendekat sedikit demi sedikit tanpa suara, seolah tak ingin jika keberadaannya diketahui oleh Lola. Sekaligus dia juga tak ingin Lola sampai terganggu tidurnya.Seketika langkahnya mendadak berhenti. Dia tersentak saat Lola tiba-tiba berbalik posisi. Ketika dia yakin Lola masih tertidur pulas, baru dia berjalan lagi cukup dekat dengan sosok gadis yang sedang tertidur nyenyak itu."Syukurlah dia tidak terbangun. Kulihat hari ini tidurnya tenang. Tidak seperti kemarin. Kemarin dia sangat gelisah," gumam pria itu hampir berbisik. Matanya beralih memperhatikan pakaian tidur Lola. Rupanya Lola membenci baju tidur baru yang dia belikan. Gadis itu memilih tidur dengan pakaian yang sudah dia kenakan hampir seharian."Apakah seleraku tidak ada yang cocok dengannya? Mungkin aku harus bertanya pada Barbara atau Lilian mengenai selera berbusana mereka," gumamnya lagi.Pria itu ternyata adalah Luther yang selama ini
Luther sudah bersiap menyimpan kantung belanjaannya di kamar Lola.Dia penasaran bagaimana reaksi Lola setelah menerima hadiah baru darinya."Bagaimana respon gadis itu, ya? Apakah dia senang? Atau justru sebaliknya?"Belum sempat dirinya berganti pakaian, handphone tipisnya terdengar berdering. Dengan malas, Luther mengangkat teleponnya itu."Iya, Jer. Ada apa?""Bos, maaf mengganggu waktu istirahat Anda. Tapi saya baru saja mendapatkan kabar dari sekretaris Tuan Noah. Katanya Tuan Noah ingin segera bertemu dengan Anda,"Luther menggigit bibirnya. Entah ini pertanda baik atau justru buruk untuk dirinya. Apalagi setelah apa yang terjadi sebelumnya."Jam berapa Tuan Noah meminta bertemu denganku?""Pukul sebelas malam, di 416 South Spring Street, Downtown Los Angeles.""Baiklah. Sampaikan kepada Tuan Noah, aku akan menemuinya malam ini. Sekalian tolong siapkan hadiah pemintaan maafku untuk Tuan Noah. Antarkan hadiahnya ke mansion.""Baik, Bos."Luther berkali-kali menghela napas. Dia ti
Pria itu mengecup punggung tangan Virginia, terus menanjak maju sampai ke atas. Virginia terkekeh geli."Kita baru saja bertemu. Anda sepertinya sudah tidak sabar ya," ucapnya.Noah menghentikan aktivitasnya. Dia memberikan senyuman miringnya pada wanita itu."Aku sangat senang bertemu denganmu. Makanya aku sangat antusias. Ternyata kamu tidak mengecewakanku," ucapnya. Dia kini beralih mencium pipi sang wanita."Oh, saya juga senang bertemu dengan Pak Dewan," ucap Virginia, terkekeh sedikit begitu sentuhan Noah menggelitik indra perasanya."Jangan panggil aku dengan sebutan itu. Panggil aku Noah." Noah menghujani leher jenjang Virginia dengan kecupan brutal, sedikit memberikan tanda kepemilikan di kulit bersih wanita itu."Ups, apakah saya tidak dipersilahkan untuk duduk? Jangan terburu-buru. Mungkin sedikit mengobrol dan anggur?" Virginia menawarkan. Noah tertawa. Dia merasa senang karena wanita di hadapannya sangat bisa mencairkan suasana."Ide bagus."Noah menuntunnya untuk duduk
"Halo, Luther? Iya, ada apa?" Barbara mengangkat teleponnya ketika dia tengah makan malam. Lola maupun Lilian menoleh ke arah Barbara, sedikit menguping pembicaraan."Kamu tidak akan pulang ke mansion malam ini? Ada masalah pekerjaan? Baiklah. Aku akan memberitahukan pada semuanya. Kamu akan kembali besok malam? Baiklah."Mendengar pembicaraan itu, Lola merasa jengkel. Karena dia lagi-lagi tidak memiliki kesempatan untuk bertemu Luther. Padahal dia sangat ingin mengadukan perihal penyusup yang masuk ke dalam kamarnya kemarin.Barbara menutup teleponnya. Dia kembali melanjutkan makan malam. Sementara Lilian malah ribut sendiri."Tuan Luther tidak akan kembali? Padahal jelas-jelas dia baru saja datang. Tapi sekarang harus pergi lagi. Pekerjaannya akhir-akhir ini sepertinya sangat sibuk sekali," komentar Lilian.Tak ada lagi yang bicara setelahnya. Mereka kembali melanjutkan makan malam. Lilian sempat merasa kesal dengan sikap Luther yang cuek padanya. Tiba-tiba dia menemukan sebuah ide.
Lilian terlihat mulai gemetar. Terlebih ketika respon Luther terhadap dirinya sangat tidak baik. Dia merasakan sakit di pergelangan tangannya ketika Luther mencengkeramnya dengan sangat keras."Tolong... lepaskan aku, Tuan!" cicit Lilian. Suaranya tercekat bahkan hampir tak terdengar."Kau, penyusup kecil yang tidak tahu sopan santun! Aku tidak pernah mengizinkanmu untuk menginjakan kaki di kamarku!" berang Luther dengan mata merah yang dipenuhi amarah. Dia kemudian memperhatikan pakaian yang dikenakan oleh Lilian. Seketika, Lilian memalingkan wajahnya dari Luther."Pakaian siapa yang kau kenakan ini? Ini bukankah milik Lola?"Jantung wanita itu mendadak berdegup lebih kencang. Kali ini dia sudah tertangkap basah sebagai pencuri dan penyusup di mata Luther. Tak sepatah kata pun terdengar dari bibirnya yang terbungkam. Luther merasa diamnya Lilian adalah sebuah upaya pembangkangan. "Katakan padaku, ini pakaian tidur milik Lola, 'kan?" Luther kini mencengkeram dagu wanita itu dengan k
"Hmmhhh!" Lola berusaha untuk memberontak. Namun tenaga Luther lebih besar daripada dirinya. Dia mencoba melepaskan diri dari panggutan panas Luther."Hentikan!"Luther seolah tak mendengar ucapan Lola. Dia terus melumatnya, memberikan tanda di leher jenjang Lola. Tangannya menelusup ke sela pakaian tidur Lola yang berbahan spandex dingin, bermain-main dan menggoda di dalamnya. Lola mendadak mematung. Tubuhnya membeku.Dia merasakan dejavu dengan kejadian yang dulu pernah dia alami. Tubuhnya merespon dengan cara mematung mendadak. Otaknya membeku, tak bisa mencerna kejadian yang sedang dia alami.Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Luther. Pria itu mendadak terdiam dan membeku di tempatnya. Dia tidak menyangka Lola kembali menamparnya. "Kau menamparku lagi? Ini sudah yang kedua kali!" geram Luther.Dia langsung menjauhi Lola, melepaskan gadis yang kini merosot di tempatnya."Jangan membuat aku murka lagi, atau kau akan merasakan akibatnya!" ancam Luther kemudian. Dia langsung kel
Akhirnya setelah Lola memikirkannya semalaman, dia pun memutuskan untuk menginterogasi pelayan yang bertugas membersihkan kamarnya. Lola sengaja menunggu kedatangan pelayan tadi di depan kamarnya. Sang pelayan terkejut mendapati Lola berdiri menunggunya."Halo lagi," sapa Lola dengan seramah mungkin. Berharap jika sikapnya lebih baik, pelayan itu akan mau mengakui perbuatannya.Sang pelayan justru terlihat sebaliknya. Dia bertambah ketakutan saat melihat Lola. Bahkan tidak berani untuk bertatap muka dengan Lola."A... ada apa, Nyonya? Saya tidak tahu apa-apa!"Lola menaikan sebelah alisnya. Sikap sang pelayan itu terlihat sekali sangat aneh. Seolah memang benar telah melakukan suatu kejahatan. "Tenang, jangan takut. Aku tidak akan menyakitimu! Aku hanya ingin menanyakan beberapa hal saja.""Tapi saya benar-benar tidak tahu apa-apa, Nyonya," kilahnya.Lola berusaha tetap sabar. "Begini. Kalau memang kamu tidak tahu, kenapa kamu terlihat ketakutan begitu melihatku? Seolah sudah berbuat
Luther masih tertegun di tempatnya. Dia mencoba mencerna permintaan Noah kepadanya."Anda ingin aku memanggilkan kembali wanita pengganti itu?""Iya. Aku sudah sangat tertarik padanya." Noah mengakui. "Awalnya aku ingin menghubunginya sendiri. Tapi dia menolak, dan menyuruh agar aku menghubungimu dulu jika ingin bertemu dengannya."Luther terdiam. Dia masih mencoba menimbang-nimbang. Apakah pada akhirnya permintaan Noah ini akan menguntungkannya atau tidak."Ah, begitu rupanya," gumam Luther. "Aku belum bisa menentukan keputusan. Karena permintaan Anda terlalu mendadak."Kini raut wajah Noah terlihat kecewa. Nada dibicaranya terdengar sedih sekali. Layaknya seorang pria yang sedang patah hati."Sayang sekali. Padahal aku hari ini sudah sengaja memesan kamar hotel untuk menghabiskan malam dengannya.Luther merasa gusar jadinya. Noah sangat sulit diterka isi kepalanya. Noah kemudian melanjutkan ucapannya."Baiklah. Aku akan tetap menunggu. Aku yakin Tuan Luther bisa memutuskan dengan bi