"Jika aku membantumu. Lalu, apa yang kudapat?""Apapun yang kau inginkan.""Baiklah, bagaimana jika yang kuinginkan adalah kepalamu. Apa kau akan memberikannya padaku?" Aku tersenyum miring. ****PoV Reyhan."Apa yang baru saja kau katakan?" Tanya Tante Nora spontan."Ke-kepala?""K-kau inginkan kepalaku?" Ucapnya seakan tak percaya.Mata Tante Nora menyipit tajam setelah mendengar perkataanku, mungkin ia tak menyangka jika ucapan sad!s seperti itu keluar dari mulutku. Ekor mataku melihat tangannya yang saling meremas dan wajah yang mulai menunjukkan rasa takut dan ketidak-nyamanan.Suasana ruangan seketika berbeda, ketegangan yang sudah terasa sejak tadi seakan bertambah tensinya. Aku tahu ucapanku tadi pasti membangkitkan emosinya.Dua orang pria yang diutus Bahar masih berdiri ditempatnya dalam posisi siaga. Menunggu tugas apapun yang akan kuberikan. Beberapa kali mereka melirik berharap agar aku bisa mengeluarkan satu perintah yang akan mereka lakukan.Tante Nora masih berdiri di
PoV Reyhan."Kau tidak apa-apa, sayang? Bagaimana dengan kepalamu? Apakah ada bagian yang sakit atau pusing?" Tanyaku begitu meletakkan tubuh Alina di kamar.Alina menggeleng pelan." Aku baik baik saja, mas.""Baguslah.""Nanti akan kuminta Bi Lastri untuk membawakan makanan untukmu. Istirahatlah, aku tahu kau begitu lelah hari ini." Ucapku sambil menarik selimut lalu mengecup lembut dahinya."Jangan pikirkan apapun. Aku hanya ingin kau beristirahat," ku ulang kembali ucapanku.Aku menggeser tubuh dari sisi Alina dan beranjak perlahan dari ranjang, membiarkan tubuhnya nyaman. Namun, baru saja membalik badan, suara Alina menginterupsi langkahku."Mas, kau mau kemana?" Pertanyaan Alina membuatku seketika menoleh. Wajahnya yang sayu dengan tatapan mata penuh tanya kini ia lemparkan padaku."Aku hanya ingin mandi. Kau mau ikut? Kita bisa mandi bersama, berendam bersama sekalian menghabiskan malam panas di bawah shower," Jawabku lembut sambil tersenyum penuh arti.Mendengar jawaban darik
"Tentu saja " jawab Tante Evelyn dengan penuh keyakinan.Seringai tipis lolos dari wajahku. Aku tahu hari ini akan segera datang. Hari dimana aku bisa membela Aisyah dan membuka semua takbir kejahatan Tante Nora selama ini.***PoV Reyhan."Ayo masuk," bentak Bang Togar sembari mendorong kasar punggung Erika.Mendapat perlakuan kasar, kedua manik mata Erika memandangku sayu seakan-akan meminta pertolongan, atau mungkin ingin melayangkan protes agar diperlakukan lebih baik. Entahlah, aku malas memperdulikannya.Wajah wanita itu tampak sedikit pucat dengan kantung mata yang tebal dan menggelap, rambut hitamnya yang biasanya tersentuh perawatan salon kini kusut seperti tak terurus. Aku memutar bola mata ketika ia menjerit karena merasa tak nyaman duduk bersebelahan dengan Bang Togar di jok belakang mobil. Mungkin ia tak menyangka akan duduk disebelah lelaki bertubuh besar dan kekar itu. Ah, mengapa rasanya terasa lucu. Membuatku menahan tawa.Mobil bergerak menuju ke sebuah rumah lain
Selagi Bi Lastri menahan Tante Nur di depan. Aku bergegas mengambil ponsel. Mengetik sebuah pesan WA untuk Mas Reyhan, tak lama, ponselku bergetar, lelakiku itu menelpon."Tunggu saja di rumah dan jangan biarkan ia masuk ke dalam, sebentar lagi aku akan tiba di rumah. " Pinta Mas Reyhan begitu panggilan teleponnya tersambung.****Aku menyimpan kembali ponselku. Ku lihat Bi Lastri membuka gorden sedikit. Cukup lama ia mengintip guna memastikan jika Tante Nur masih berdiri di depan pintu rumahku."Bagaimana bi, masih di depan orangnya?""Iya, mbak. Tuh masih berdiri di teras." Jawabnya."Bilang padanya kalau saya sedang tidak enak badan dan istirahat di kamar. Kalau dia mendesak, Bibi tarik ulur saja, karena sebentar lagi Mas Reyhan akan pulang.""Percaya sama bibi, mbak," tepuk Bi Lastri ke depan dadanya. Membuatku geli sekaligus gemas.Ah, ada-ada saja kelakuan asisten rumah tanggaku ini.Aku tersenyum melihat tingkahnya. Tak lama, Bi Lastri membalikkan badannya. Menghadap ke pintu.
Ah, banyak sekali pertanyaan dalam benakku ini. Sepertinya aku harus bersabar menunggu penjelasan dari Mas Reyhan. Karena tak mungkin lelakiku itu akan membeberkannya padaku semua yang terjadi di sini."Baiklah, aku setuju, tapi bawa aku menemui Erika.""Bagus. Itu pilihan yang tepat. Karena aku ingin mengakhiri semua ini." Jawab Mas Reyhan sambil melangkah menghampiriku.***Dua buah mobil bergerak beriringan memasuki halaman sebuah rumah. Untuk sesaat aku merasa nafasku tertahan. Seakan atmosfer tempat ini membuatku tak nyaman.Dari balik jendela, aku memperhatikan sekelilingku. Kelihatannya rumah ini cukup terawat dengan baik, nampak dari beberapa daun yang berguguran sudah terkumpul, sepertinya sudah ada orang yang menyapu dan membersihkan halaman rumah ini sebelum kedatangan kami.Awalnya, Mas Reyhan sedikit keberatan mengajakku. Namun, aku memaksa. Untunglah akhirnya ia bersedia membawaku setelah kedua bola mataku melotot marah padanya."Kau boleh ikut, tapi tetap berada di dek
"Diam!"Jika kau ingin mendapatkan putrimu kembali, maka ikuti aturanku, Setidaknya itu setimpal dengan uang lima ratus juta yang kukeluarkan untuk menebus kebebasan putrimu itu." Tegas Mas Reyhan, yang membuatku seketika memandang lurus padanya.***Tante Nur gelisah dengan wajah yang mulai memucat. Sepertinya ucapan Mas Reyhan membuatnya tak nyaman, terlihat dari bahasa tubuhnya. Kulirik tangannya mengepal kuat, sungguh, tak kusangka jika adik tiri papa itu benar benar menjadi seorang kriminal.Mas Reyhan masih tampak begitu tenang menunggu Tante Nur bicara. Lama wanita paruh baya itu terpaku hingga membuatku gemas melihatnya.Benarkah Tante Nur memanipulasi semuanya dan merampas semua harta keluarga Aisyah demi kepentingan pribadinya. Serta menyingkirkan Aisyah, dan membuatnya seperti seorang korban tabrak lari? Jika semua ini benar, ya tuhan, Manusia macam apa dirinya hingga bisa berbuat sekeji itu pada suami dan anak tirinya sendiri. Hanya demi harta dan kenikmatan duniawi. Memb
"Baiklah, nanti aku akan meminta tim forensik kepolisian untuk mengautopsi jasad mendiang suamimu," ancam Mas Reyhan."Lagipula, bukan hanya Mbok Sum yang ingin kupertemukan denganmu, tante, masih ada seorang lagi yang rindu ingin bertemu denganmu," ucap Mas Reyhan dengan lengkungan tipis di salah satu sudut bibirnya.***Mendengar perkataan Mas Reyhan refleks mataku membulat, masih ada seorang lagi katanya, itu artinya ada banyak saksi yang mengetahui perbuatan jahatnya. Lama bibirku terdiam, rasanya kepalaku tak mampu diajak berpikir jernih. Sungguh aku tak habis pikir, seseorang yang pernah menjadi saudara tiri papa ternyata bisa dengan santainya melakukan perbuatan keji seperti itu.Hanya gelengan kepala yang bisa kulakukan sekarang, saat mengetahui Tante Nur setega itu membuat suaminya lumpuh lalu membunuhnya perlahan-lahan, tak ada lagi yang bisa kulakukan selain menggelengkan kepala, bibirku pun kelu untuk berkata-kata. Karena pasti setelah ini, akan ada lagi kenyataan baru y
Bab 143"Baiklah."Mendengar perkataan Mas Reyhan, seketika jantungku berdetak kencang, tanpa sadar tanganku mengepal kuat. Ba-baiklah, apakah itu artinya menikahi Erika, haruskah itu? Seketika kecemburuan melanda hati, membuatku tanpa sadar berteriak."Tidak!"***Kulihat kening Mas Reyhan mengerut begitu mendengar kata tidak yang baru saja kuucapkan tadi, tak lama, ia berjalan mendekat, lalu berjongkok di hadapankuMatanya begitu intens memandangku lembut, ada rasa gugup yang kini melanda. Ah, apa yang terjadi padaku, mengapa dengan mudahnya aku terbawa suasana. Padahal apa yang kupikirkan belum tentu akan menjadi kenyataan.Ingin rasanya aku menutup wajah karena malu. Aku yakin Mas Reyhan ingin sekali menertawaiku karena rasa cemburu yang sedang melandaku saat ini."Ada apa, sayang? Apakah ada sesuatu yang mengganggumu?" Tanya-nya dengan begitu lembut.Aku menggeleng. Berusaha menyembunyikan rona wajahku yang memerah malu."Ti-tidak ada apa-apa."Wajah tampan itu tersenyum. Lalu