"Apa yang kau katakan? Bukankah Aisyah memang tertabrak?" Suara Tante Nur tampak gugup, meski demikian ia masih saja mempertahankannya kebohongannya.Pertanyaan yang di lontarkan Tante Nur, membuat Mas Reyhan tertawa."Menarik sekali, entah mengapa bicara denganmu membuatku bersemangat, Tante," ujar Mas Reyhan "Baiklah, karena kau yang meminta, maka aku akan membawanya kesini padamu," ucap Mas Reyhan lalu memanggil salah seorang pria berbadan besar yang ada berdiri didekatnya.****"Bang, coba lihat kedepan, apakah ada seorang wanita dan pria sudah menunggu disana.""Terakhir aku menelpon mereka, katanya sedang dalam perjalanan kemari. Kurasa sebentar lagi mereka akan tiba," pinta Mas Reyhan sambil melirik arloji ditangannya."Beres bos. Begitu mereka tiba, akan segera kubawa kesini." Sahut Bang Togar, pria bertubuh besar itu, lalu berbalik meninggalkan ruangan menuju ke halaman depan.Kulihat rahang Mas Reyhan sedikit mengeras. Sanggahan Tante Nur yang menolak mengakui bahwa dirinya
Hentakan ujung sepatu terdengar ramai dan mendekat padanya. Setidaknya ada lebih dari dua orang sedang melangkah kemari, membuat perasaan tak nyaman yang kurasakan sedikit menghilang. Tak lama, Togar dan dua orang yang tidak kukenal masuk kedalam. Semua pandangan kini terfokus pada mereka, kulihat wajah Tante Nur semakin muram. Entahlah. Karena saat ini kulihat tangannya mengepal kuat hingga buku buku-buku jarinya sampai memutih."Terima kasih bang," ujar Mas Reyhan pada pria bertubuh besar dan tegap itu. Beberapa saat kemudian."Siapa mereka?" Aku berbisik pelan. ***Tampak disana berdiri dua orang yang tidak kukenal, seorang pria berbadan tegap berpakaian formal sedang berbicara dengan Mas Reyhan, sedang satunya lagi adalah seorang wanita berpostur sedikit mungil dengan rambut coklat yang di curly.Mataku menyipit mencoba mengingat. Namun, tetap saja aku tak mampu mengingat apapun. Kurasa memang sebelumnya aku belum pernah bertemu dengan mereka berdua.Aku mengalihkan pandanganku
"Ka-karena Alina?" Ucap Tante Nur tak percaya."Iya, karena Alina. Andai kau dan putrimu tidak datang ke kehidupan kami dan mengusik ketenangan rumah tangga yang baru kami bangun, aku tak akan bertindak hingga sejauh ini.""Awalnya aku hanya ingin menyelidikinya siapa pengirim paket teror ke rumah Alina, Namun, semakin dalam aku menyelidikinya, semakin banyak kenyataan lain yang kuketahui, termasuk pertemuanku dengan ibu Tere yang tak sengaja, ketika aku dan Fikri membahas kasus tabrak lari Aisyah di sebuah cafe. Aku tidak menyangka jika ibu Tere mendengar pembicaraan kami dan mengatakan jika dirinya melihat langsung tabrakan waktu itu," jelas Mas Reyhan yang nampak begitu geram.****Kembali aku terhenyak mendengarnya, ucapan Mas Reyhan begitu mengejutkan. Untuk beberapa saat aku merasa jika apa yang ia katakan tadi rasanya begitu manis.Rasanya sulit untuk menyembunyikan wajah yang sedang bersemu ini. Tak heran jika saat ini Mbok Sum menoleh dan tersenyum padaku."Mengapa Tante? Har
"Andai saja Aisyah tidak mengancam mama dan tetap bersikap menjadi gadis yang penurut dan patuh, pasti saat ini ia masih hidup." Ucapan Tante Nur seketika membuat kerongkonganku tercekat. Aku tidak menyangka jika ia benar-benar melakukan kejahatan sebesar itu. Tapi untuk apa ia melenyapkan nyawa Aisyah, bukankah selama sisa hidup gadis itu, Tante Nur seakan telah memberi neraka dunia padanya?Entahlah. Kurasa untuk mendengar alasannya, aku harus menguatkan hati.***Mataku masih fokus memandang sosok wanita paruh baya yang kini duduk berlutut dalam rangkulan putrinya. Ada rasa haru menggelitik hatiku kala melihat mereka berdua yang duduk saling memeluk di sana.Ruangan ini sudah tidak setegang tadi. Itu bisa terlihat dari pengawal Mas Reyhan yang sudah sedikit menurunkan kewaspadaannya. Bahkan pria bernama Togar itu kulihat duduk bersandar di dinding dengan mata yang masih terarah pada momen haru ibu dan anak itu.Tangan Erika mengelus lembut punggung ibunya seakan mengatakan bahwa i
Aku menggeleng pelan, mendengar alasan Tante Nur. Bagaimana pun juga uang lah yang membuat wanita paruh baya itu bertahan dan uang juga yang membuat matanya tertutup kenikmatan dunia yang terkadang menyesatkan."Lalu kau meracuninya?""Ya, kupikir akan lebih baik ia mati saja dengan begitu aku tidak perlu lagi merasakan sakit hati karena sikapnya, apa aku salah jika mengharapkan kematiannya? Aku mencintainya tapi aku juga membencinya," ujar Tante Nur dengan mata yang tampak berkaca-kaca, sambil menaikkan salah satu sudut bibirnya.***Erika memiringkan kepalanya, memandang ibunya dengan dengan pandangan yang seakan tak percaya. Sungguh, bukan hanya dirinya, tapi aku juga merasa kepalaku terlalu sulit untuk kuajak berpikir.Ucapan Tante Nur yang entah mengapa mengingatkan aku pada Kania, wanita itu juga pernah mengatakan hal yang hampir sama. Mengingat Kania membuat suasana hatiku tiba tiba memburuk.Terkadang mencintai seseorang memang sesakit itu, aku pernah mengalaminya ketika bagai
"Aku sangat mengetahui perasaan seperti itu, Tante. Karena aku juga mengalaminya. Sebelum bertemu Alina, aku bahkan tidak bisa melihat wanita lain selain Aisyah.""Hanya saja yang tidak kumengerti adalah mengapa kau tega menghabisi nyawa Aisyah, apa kesalahannya? Jika karena wajahnya yang membuatmu merasa diejek oleh Sofia, ibunya, haruskah sampai melenyapkannya? Apa belum cukup kau memberikan kesengsaraan selama hidupnya?"Pertanyaan Mas Reyhan seketika membuatku melempar pandangan pada Tante Nur.****Tante Nur nampak menunduk. Wajahnya muram ketika mendengar pernyataan Mas Reyhan. Hanya ada keheningan yang terjadi sekarang di antara mereka.Erika masih berada didekat ibunya, matanya masih tampak basah. Aku tahu ia berusaha kuat untuk bisa mendengar semua hal yang menyakitkan ini.Beberapa detik berlalu dalam diam. Sama seperti diriku, Mbok Sum yang juga tampak begitu intens memandang mantan majikannya itu dengan tatapan nanar, seakan menyesalkan semua yang sudah terjadi."Mengapa k
"Karena itu kau memilih untuk melenyapkan dirinya, bukan begitu Tante?" Tuding Mas Reyhan yang disambut anggukan kepala oleh Fikri, temannya Mas Reyhan yang sedari tadi berdiri di dekatnya."Andai gadis itu tidak memberontak dan mengancam akan memberitahu pengacaranya dan membawa polisi, mungkin aku tidak berpikir untuk melenyapkankan nyawanya," sesal Tante Nur dengan mata yang tampak berkaca-kaca."Apa mungkin ia menyesal?" Bisikku pelan.***Wajah Tante Nur tampak muram, membuat keriput di dahinya semakin terlihat, sesekali tampak ekor matanya melirik putrinya dengan tatapan sayu.Semua orang dalam ruangan ini kini terlihat menunggunya bicara. "Apa sekarang kau ingin mengakui semuanya, tante?" Suara Mas Reyhan terdengar memecahkan kebungkamanTante Nur kembali luruh dan terduduk di lantai. Kepalanya menoleh dan memandang nanar pada Erika, putrinya."Hari itu, Aisyah mencariku dan bilang jika ia mengetahui semuanya." Ucapan Tante Nur terhenti sejenak, tampak ia seakan sedang mengat
Rasa pusing di tambah mual yang semakin lama semakin terasa akhirnya membuat kakiku terasa sulit untuk berdiri sekedar menopang tubuh ini. Sesaat aku merasa ruangan ini seakan berputar putar, lalu entah mengapa tiba-tiba tubuhku terasa begitu lemah dan tak bertenaga."Mbak Alina, apa kau sakit?" "Mas Reyhan tolong!" Entah siapa itu yang sedang berteriak karena kedua kelopak mataku sudah terasa berat untuk kubuka, tak lama kudengar suara langkah kaki yang tergesa mendekat, dan hal terakhir yang bisa kuingat hanyalah aroma parfum Mas Reyhan yang sangat kusukai.***PoV ReyhanAku mendengar suara teriakan minta tolong dari arah sofa, segera saja aku menoleh, tampak disana Mbok Sum sedang memangku kepala Alina, spontan kutinggalkan saja pembicaraanku dan Fikri, bergegas ke tempat dimana Alina berada."Alina!""Apa yang terjadi padanya, Mbok?" Aku langsung bertanya sambil melirik Mbok Sum."Entahlah, Mbak Alina tiba-tiba lemas dan pingsan, mas," jawab Mbok Sum cemas.Aku duduk berlutut di