Share

Empat

Elang dan ayahnya berpamitan keluar sebentar sepertinya mereka  berdua ingin membicarakan sesuatu yang sangat rahasia yang tidak ingin kami semua tahu.

Namun, aku enggak peduli. Yang penting aku sudah merelakan Vira menggantikan aku untuk menjadi istrinya. 

Tidak lama kemudian mereka berdua masuk dan duduk kembali dan sang ayah berkata, "Elang tidak keberatan menerima  Vira."

Bapak tersenyum dan berkata, "deal, ya lamaran Elang untuk Vira kami terima. Utangku lunas, ya, Pur, karena aku sudah menepati janjiku untuk mempersatukan anak-anak kita. Yah, meski bukan anak kandungku, tetapi sama saja lah."

Lelaki yang tadi dipanggil Pur oleh bapak itu terlihat menepuk tangan Elang yang duduk di sampingnya. 

"Iya, Man. Sekarang kita tinggal memikirkan kapan pernikahan ini akan dilangsungkan," kata lelaki yang menurutku masih lumayan tampan di usianya yang sudah tidak muda lagi itu. 

"Oh, iya tentu saja. Lebih cepat lebih baik dan kalian nggak usah khawatir, untuk mahar  juga nggak akan minta yang tinggi, kok. Untuk Vira kami kasih murah, deh, karena kami tahu kalian nggak akan mampu kalau minta mahar yang mahal, iya, kan, Pak." Aku menepuk tangan bapak. 

"Oh, iya, dong, Pur. Kami baik, kan, karena tidak meminta mahar yang memberatkan?" tanya bapak. 

"Bagaimana, Nak, kamu tidak keberatan, kan, kalau pernikahan kamu dengan Elang dipercepat?" tanya wanita yang merupakan ibunya Elang. 

Aku mendengkus. "Udah, kenapa masih ditanya lagi? Vira pasti mau, kok. Iya, kan, Vir? 

Aku melotot pada Vira dan sesaat kemudian  tersenyum saat akhirnya Vira mengangguk. Itu artinya gadis itu akan segera pergi dari rumah ini. Oh, senangnya hatiku. 

"Cit, kamu yakin mau merelakan lelaki yang seharusnya jadi suami kamu ini? Bukankah tadi malam kamu begitu mengharap kehadirannya, bahkan tersenyum sendiri saat melihat fotonya?" tanya Vira dengan menunjukkan wajah sok memelas. 

Aku melotot, kenapa ia harus bilang kalau tadi malam aku senyum-senyum saat melihat foto Elang? Memalukan. Iya, kuakui saat melihat fotonya memang aku tertarik, tetapi saat melihat langsung, aku langsung ill feel. 

"Iya, apa kamu nggak nyesel menolakku dan nanti aku yang bersanding dengan Vira?" tanya Elang seakan menggodaku. 

Aku tertawa lebar, kalau perlu nggak akan berhenti tertawa. "Buat apa aku nyesel menolak lelaki yang miskin kayak kamu. Yang ada aku akan menyesal seumur hidup kalau sampai menerima kamu sebagai suamiku. Dengar, ya, menikah itu sekali seumur hidup sehingga aku tidak mau salah pilih."

Kuusap air mata yang berderai karena tertawa. Air mata yang luruh membasahi pipi memang tidak hanya keluar menangis atau bersedih saja orang tertawa pun mengeluarkan air mata.

"Yakin kamu nggak akan menyesal sudah menolakku?" tanya Elang lagi. 

"Yakin seratus persen, seribu persen malah," jawabku kesal. 

 "Baiklah dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahim, aku lamar Vira untuk menjadi pendamping anakku yang bernama Elang," kata ayahnya Elang. 

"Iya, aku terima." jawab bapak. 

Wanita berjilbab lebar yang tadi mengenalkan sebagai ibunya Elang, bangkit dari duduknya lalu maju dan mendekati Vira. Ia membelai pipi Vira dan berkata. "terima kasih, Nak, kamu sudah mau menerima lamaran kami."

Vira tersenyum dan mengangguk. Ia memegang tangan wanita yang masih masih berada di pipinya itu. "Iya, Tante." 

Wanita itu tersenyum. "Jangan panggil Tante, panggil ibu seperti Elang memanggilku karena sebentar lagi kamu akan menjadi bagian dari keluarga kami."

Aku hanya memutar bola mata malas melihat wanita itu yang bersikap sok manis pada Vira. Aku pernah dengar kalau yang namanya mertua itu horor, tetapi kelihatannya ibunya Elang itu adalah calon ibu mertua yang sangat baik, tetapi pemandangan ini tidak akan mengubah pikiranku untuk menolak Elang. Bisa saja ia hanya baik di awal saja dan setelah itu berubah menjadi monster yang menyeramkan apalagi jika hidup mereka susah. Iya, aku tahu hidup susah memang membuat seseorang mudah marah. 

"Baik, Bu," jawab Vira lembut. 

"Sudah, sudah, basa-basinya sudah cukup. Sekarang kalian tinggal pikirkan kapan pernikahan ini akan dilangsungkan dan konsepnya seperti apa," ucap ibuku yang sepertinya ikut kesal juga melihat adegan seorang ibu dan calon menantu perempuannya itu. 

"Iya, maaf, Bu. Saya senang saat akhirnya Elang mendapatkan pasangan," jawab ibunya Elang tersenyum. Ia segera menurunkan tangannya dari pipi Vira dan kembali ke tempat duduk yang semula. 

"Resepsinya sudah pasti akan diadakan disini karena biasanya diadakan di tempat mempelai perempuan, tetapi konsepnya sederhana saja. Cukup mengucapkan ijab qabul di depan penghulu dan tidak perlu ada pesta meriah seperti pesta pernikahan pada umumnya. Yah, paling kita hanya mengundang kerabat dekat saja sekadar menyaksikan kalau Vira sudah menikah," kata bapak yang disambut anggukan dariku dan juga ibu. 

"Maaf, Man. Kalau masalah konsep pernikahan, biar kami pihak pengantin pria yang menentukan. Elang ini adalah anak lelaki kami satu-satunya, maka pernikahan antara Elang dan Vira akan diadakan secara meriah dan besar-besaran. Kami ingin mengundang banyak orang untuk menyaksikan pernikahan anak kami ini. Jika kamu keberatan dan khawatir tempatnya tidak ada, maka kami akan mengadakan pesta pernikahan di gedung. Intinya kami ingin mengadakan pesta pernikahan yang tak terlupakan bagi kedua mempelai," kata Pak Purnama. 

Kami bertiga hanya saling berpandangan mendengar ucapan calon mertua Vira itu. Bagaimana mungkin ia bilang ingin mengadakan pesta meriah? 

"Ayah?" Elang menepuk tangan ayahnya yang baru saja mencerocos, lalu ia mengedipkan mata untuk memberi isyarat yang entah isyarat apa.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Putri Sari
lanjut kk kayaknya sih seru ni
goodnovel comment avatar
Rikki Goh
saya bingung sebenarnya ini cerita tentang elang tapi gaya bahasanya malah lebih ke citra yang ngomong yaa ?? penulisnya mabok atau gimana yaa?? gak sesuai dengan judulnya...maap saya dibuat bingung dengan penulisnya...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status