Share

Tiga

 

PoV Citra

Kupandang foto lelaki bernama Elang Purnama yang akan datang besok untuk melamarku. Lumayan tampan alias tidak jelek-jelek amat. Serasi lah jika bersanding denganku yang cantik ini. Kata bapak, zsdia ini anak orang kaya sehingga tanpa ragu kuterima saja lamarannya. 

Bukannya aku nggak laku sehingga mau dijodohkan dengan laki-laki anak sahabat bapak itu meski zaman sekarang perjodohan sudah jarang terjadi. Namun, aku sudah capek melanglang buana mencari pasangan yang pada akhirnya berakhir jadi mantan. Iya, aku pernah punya hubungan dengan banyak cowok, apalagi aku termasuk gadis cantik dan populer saat di kampus, tetapi sejauh ini tidak ada yang sreg, hanya untuk main-main saja. Parahnya, aku baru saja diselingkuhi oleh pacarku sendiri. Nyesek banget rasanya, gadis cantik seperti diriku diselingkuhi. 

"Betapa cantiknya diriku ini." Aku berbicara sendiri saat melihat bayangan di cermin. 

Aku ingin menunjukkan pada lelaki yang sudah membuatku menangis itu kalau aku bisa mendapatkan lelaki yang lebih baik darinya dan Elang lah orangnya. 

Aku berdiri di depan cermin besar usai dandan secantik mungkin. Aku tersenyum, Elang pasti suka dengan penampilanku ini. Ia pasti akan bilang kalau belum pernah melihat gadis cantik selain diriku. 

"Aduh, cantiknya anak Ibu?" Ibu ikut melihat cermin di depanku. 

Aku tersenyum. "Iya, dong, Bu. Anaknya siapa dulu?" 

"Kecantikan kamu memang menurun dari Ibu, Cit." Ibu tersenyum dan membelai pipiku. 

"Tetapi, Bu. Lelaki bernama Elang ini memang benar-benar kaya, kan, Bu? Aku nggak mau ketipu, meski tampan kalau miskin juga apa gunanya?" Aku mengambil foto di atas meja rias yang tadi terus kupandangi. 

Ibu mengambil foto itu dan berkata, "tampan, kalau Ibu belum punya suami, Ibu juga mau." 

"Ish, Ibu. Nggak usah genit napa? Dia hanya milikku, Bu, asalkan dia benar-bebar punya banyak uang sehingga aku tidak harus bekerja keras." Aku mengambil kembali foto lelaki yang belum pernah sekali pun kutemui itu. 

"Kamu nggak usah khawatir, dia asli kaya. Kalau tidak, mana mungkin bisa bantu keluarga kita yang pernah bangkrut sehingga tidak punya apa-apa?" Ibu mengusap pundakku. 

Aku mengangguk. Memang, keluarga kami pernah terpuruk dan ada salah seorang teman bapak yang membantu hingga sekarang bisa bangkit lagi dan ternyata orang yang sudah membantu kami itu akan menjadi suamiku. Wah, kekayaan orang itu tidak diragukan lagi pastinya. 

Aku sudah membayangkan, jika aku menikah dengan Elang, pasti akan menjadi ratu yang pekerjaannya hanya ongkang-ongkang kaki saja. 

Aku dan ibu keluar kamar dan melihat Vira yang sedang menyapu di ruang tamu. Ibu pergi ke dapur dan aku mendekati si upik abu. 

"Nem, jangan lupa bersihkan ruang tamu sampai-sampai benar-benar bersih dan kinclong. Jangan sampai ada sebutir debu pun yang menempel di sana," ucapku lantang. 

Gadis yang tidak pernah melakukan perawatan itu diam sehingga membuatku geram. 

"Nem, kalau ada orang bicara itu dengar dan jawab! Jangan hanya diam saja!" 

Lagi, gadis itu tidak menjawab seruanku. 

Tanganku mengepal, lalu maju dan siap menjambak rambutnya, tetapi belum juga tangan ini mendarat di kepalanya, gadis itu sudah menahannya. Si*l.

"Mau apa, Cit?" tanyanya sambil memegang tanganku cukup erat.

"Lepaskan tanganku!" Aku berontak karena ternyata pegangannya cukup kuat juga. 

"Kenapa kamu ingin memukulku? Apa salahku?" tanyanya dengan nada tinggi. Aku kaget, kenapa ia jadi berani seperti ini?

"Kenapa ini kalian ribut-ribut?" tanya ibu yang tiba-tiba muncul di antara kami. 

"Ini, Bi. Citra tiba-tiba mau mukul aku," jawab Vira. 

"Habis, aku kesel, dia nggak mau mendengar panggilanku." Bibirku mengerucut dan tangan bersedekap. 

"Aku merasa nggak dipanggil, kok." 

"Selain kumal kamu juga tuli. Dipanggil berkali-kali nggak nyaut. Inem." Aku kesal. 

"Namaku bukan Inem, tapi Vira!" 

Aku kaget, kenapa tiba-tiba ia berani membantah? Biasanya selalu nurut. 

"Ya udahlah. Yang bersih kalau nyapu karena aku nggak mau ruang tamu ini kotor saat tamuku datang nanti." Gegas aku menggandeng tangan ibu dan berlalu pergi. 

***

Aku tersenyum saat melihat rumah sudah bersih dan rapi. Tentu saja Vira yang sudah menghandle semuanya. Bukan hanya itu, makanan juga sudah siap di atas meja dan itu juga Vira yang masak. Aku? Hanya bertugas sebagi pengawas dan komentator saja. 

Saat aku sedang asyik dengan ponsel di tangan, tiba-tiba dikejutkan dengan suara motor yang berhenti di halaman. 

Aku berseru pada Vira untuk memintanya agar melihat siapa yang datang. 

"Ada tiga orang naik ojek, sepertinya pasangan suami istri dan yang satunya lagi masih muda dan lumayan tampan," jawab Vira setelah melihat dari balik jendela. 

Aku penasaran lalu bangkit dari duduk dan segera melihat siapa yang datang. 

Elang? Bukankah itu lelaki yang ada di foto dan akan melamarku hari ini? Tetapi kenapa naik ojek? Apakah mereka tidak punya mobil? Dan kakinya? Duh, kotor sekali, bahkan terlihat cipratan lumpur mengenai celana panjangnya. 

Apa itu artinya aku sudah ditipu mentah-mentah oleh mereka? Katanya kaya, tetapi kenapa nggak naik mobil?

Aku memilih mundur dari perjodohan ini. Mana mungkin aku menikah dengan lelaki miskin yang masa depannya tidak jelas seperti Elang. Apalagi dia terang-terangan bilang kalau keluarga mereka baru saja bangkrut dan sekarang tidak punya apa-apa lagi. 

Kalau aku mundur, maka Vira yang yang harus berkorban untuk menikah dengan Elang. Iya, itu adalah ide yang sangat bagus. 

Enggak level aku nikah dengan pria miskin seperti Elang dan Vira lah yang cocok dengannya. 

Si Miskin berjodoh dengan upik abu. Hahaha. Mantap. 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Ida Nurjanah
tertipu citra cewe matre....
goodnovel comment avatar
Yuli Nanang
belum tau yang sebenarnya tapi sudah menghakimi duluan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status