Mentari yang berdiri sendiri tadi menyaksikan Dina berlinang air mata, memohon belas kasihan Rangga pun mulia merasa iba. Wanita berhati lembut itu berjalan dengan tertatih ke arah sang suami.
"Kak Dina, tolong bantu aku. Bilang sama Kak Rangga agar tidak menceraikanku.
Aku akan menjadi madu yang baik buat kakak. Aku akan menjaga Kakak selama Kakak hamil," lirihnya seraya bersimpuh di bawah kaki Mentari.
Mentari yang berhati lembut pun merasa iba dan kasihan terhadap gadis yang telah menikah dengan sang suami. Ia meminta Rangga agar memberikan kesempatan kepada Dina untuk menjadi istri keduanya. Walaupun hatinya terluka. Namun, ia tidak ingin egois dan hancurkan masa depan gadis lain.
"Aku mohon, kasihani keluargaku. Apa kata orang jika mereka tahu putrinya telah diceraikan sehari setelah ijab qabul."
Wanita muda itu memohon terus menerus dengan berlinang air mata. Siap
Sepandai-pandainya Tupai melompat, pasti akan jatuh juga. Mungkin itulah pepatah yang cocok untuk pasangan pengantin baru, Rangga dan Dina.Lelaki mana yang tahan melihat wanita yang telah halal untuknya, yang juga berparas cantik dan menggoda, dibiarkan begitu saja. Tidak bisa dipungkiri, begitupun dengan Rangga yang hanya seorang pria normal biasa.Malam itu, hujan deras, petir menggelegar, bersahutan dengan kilat yang menyambar. Mentari dan Emak telah pergi ke rumah saudaranya, untuk menghadiri acara selamatan salah satu saudara dekat mereka.Rangga baru pulang bekerja. Ia disambut manis oleh Dina yang berada di rumah seorang diri. Wanita muda itu sengaja memakai lingeri berwarna merah muda dengan belahan dada yang terlihat dan panjang di atas lutut.Rangga yang baru saja tiba, segera membersihkan tubuhnya dari percikkan air hujan di dalam kamar. Ia tidak menyadari bahwa wa
Mentari marah besar, ia tidak sudi untuk satu kamar dengan sang suami. Rangga yang merasa dirinya bersalah, terus-menerus membujuk sang istri. Namun, rasa sakit yang di rasakan Mentari, rupanya belum juga reda. Hingga membuat dirinya begitu dingin dan cuek kepada sang suami.Walaupun Dina sudah tidak ada lagi di rumah. Akan tetapi, keadaan rumah masih juga terasa tegang. Emak yang menyaksikan drama keluarga putri kecilnya, hanya bisa mengusap dada dan berdoa agar Mentari kuat dan bisa melewatinya dengan baik.Seperti biasanya, Rangga berangkat ke resto pagi-pagi sekali. Namun, hari itu, hingga malam menjelang pun, Rangga belum juga pulang. Tidak satu pesan pun dikirim untuk sang istri. Mentari tampak gusar. Walaupun, sikapnya masih dingin dan cuek, tapi jauh di dalam lubuk hatinya. Wanita yang tengah hamil muda itu masih sangat peduli dengan sang suami."Suamimu belum pulang?" tanya Emak memecah kehenin
Setelah mendapat persetujuan Mentari. Rangga pun pergi ke untuk menemui Ayah Dina. Ia akan membicarakan pembukaan Resto yang akan ia buka. Rangga duduk seorang diri di ruang tamu. Menunggu sang mertua keluar dari kamar.Sebenarnya Rangga enggan untuk bekerja sama dengan sang mertua. Mengingat akan adanya kesalahan pahaman di antara mereka ke depannya. Bahkan mungkin saja akan menimbulkan banyak konflik.Namun, lelaki itu tidak kuasa untuk menolak. Keadaan yang memaksanya untuk menerima bantuan keluarga istri keduanya.Rangga sempat beradu temu dengan manik hitam Dina. Kemudian segera menunduk kembali. Entah kenapa jantungnya terasa berdetak kencang. Sentuhan-sentuhan yang pernah terjadi di antara mereka seperti terbayang kembali di dalam benak."Kak Rangga mau minum apa?" tanya wanita muda itu dengan seulas senyum.Sudah dua minggu lamanya, mereka ti
Pagi buta, setelah mandi Rangga bergegas pulang ke rumah. Hatinya sudah tidak enak, perasaan bersalah mulai menyelimuti dirinya. Mentari pasti sedang menunggu dengan gelisah di rumah. Ia menatap layar gawai, melihat puluhan kali panggilan tidak terjawab dan puluhan pesan dari sang istri pertama.Motor melaju dengan cepat, membelah jalanan yang masih sepi. Udara masih terasa teramat dingin menerpa dan masuk ke pori-pori hingga menusuk ke tulang. Tubuh yang menggigil kedinginan akibat lupa memakai jaket pun tidak dihiraukan. Rangga tetap memacu kuda besinya dengan cepat.Sesampainya di rumah, Rangga segera memarkirkan motor di depan halaman rumah Mentari. Kemudian berlari menuju kamar, di sana Mentari sedang tergugu di atas sajadah. Suara tangisnya begitu pilu dan menyayat hati.Rangga melangkah mendekati sang istri perlahan. Kemudian bersujud di depan sang istri dan meminta maaf.
Mentari memeluk erat gadis kecil itu. Wanita muda itu terlihat lebih segar dan terawat. Mereka pindah ke sebuah kota kecil, jauh dari hiruk pikuk keramaian.Mentari telah berhasil menjalani hidup barunya bersama Emak dan anaknya. Uang hasil penjualan rumah dan hasil dari uang kontrakan cukup untuk hidup layak ketiganya."Bulan jangan main jauh-jauh, ya!" pinta Mentari kepada sang anak."Iya, Bunda," sahut gadis kecil itu lembut.Hari itu, Bulan meminta sang Bunda untuk menemaninya bermain di taman. Biasanya sang Nenek yang menemani Bulan bermain karena Mentari sibuk mengelola sebuah kafe miliknya.Setiap detik kebersamaan bersama Bulan terasa sangat berharga bagi Mentari.Mereka tampak asyik bermain saat tiba-tiba seorang pria datang menghampiri."Tari!"Mentari pun menoleh dan tersenyum lebar saat melih
Mentari sudah pergi ke cafe di pagi buta. Di saat sang anak masih tertidur lelap, dibuai oleh indahnya mimpi. Mentari harus bekerja dua kali lebih giat agar cita-citanya menjadikan Bulan sebagai seorang dokter dapat tercapai.Hari-hari Mentari hanya dilewatkan dengan bekerja dan bekerja. Seolah tidak ada tempat lain di hatinya selain bekerja. Wanita itu sudah begitu terluka. Goresan luka yang ditinggalkan oleh sang mantan suami begitu dalam, hingga membuatnya takut untuk membuka hati kembali.Namun, ia bersyukur karena masih memiliki Bulan, penyemangat hidupnya. Juga emak sebagai sandaran hidup yang selalu membuatnya kuat menghadapi kejamnya dunia.Hari itu, Bulan akan pergi ke sekolah diantar oleh Emak. Gadis kecil itu sudah belajar di sekolah pendidikan usia dini. Bulan Kerap kali, meminta sang Bunda untuk mengantarnya ke sekolah. Namun, karena pekerjaan yang tidak memungkinkan. Akhirnya bulan harus p
Mentari mundur beberapa langkah saat melihat mantan mertuanya bersujud di kakimu ia menjadi lebih risih melihat sikap dari Mantanmu tuannya ituibu mohon tadi Tolong temui tangga kali ajawanita paruh baya Itu tampak meneteskan air mata arti Mentari sedikit lagi ia mulai merasakan iba dan tergerak untuk menolong sang mantan suamiBaiklah Bu aku akan coba temui Tangga Satu Kali SajaAkhirnya Mentari luluh dan menyanggupi untuk bertemu dengan mantan suaminya. Emak hanya bisa mendukung setiap keputusan sang putri. Sedangkan si kecil Bulan masih tampak bingung melihat adegan bak drama dalam serial televisi. Anak kecil itu tidak mengerti dengan yang terjadi di depannya."Mereka siapa, Bun?" tanya Bulan polos."Kami kakek dan nenek kamu," sela Babeh saat Kirana baru saja hendak membuka mulut.Lelaki paruh baya itu sepertinya s
Mentari melangkah perlahan mendekati sosok yang menyedihkan bau anyir bercampur busuk semakin tersenyum saat mendekat ke arahnya nikah sudah berapa bulan Lia yang sedang termenung itu tidak membersihkan diri di belakang sana akunya terdengar terisak menahan tangis melihat keadaan Putra kesayangannya"Rangga! Kenapa jadi seperti ini?" lirih mentari dengan tatapan nanar.Pria yang sudah hilang akal itu bergeming. Ia masih asik dengan dunianya sendiri. Mentari perlahan mendekat ke arah Rangga. Bau anyir yang semakin menusuk tidak dihiraukan lagi, perasaan iba mulai menyelimuti dirinya.Lelaki gagah dan rupawan yang dahulu meluluhkan hati. Kini, tidak ubahnya seperti orang yang tidak waras yang menyedihkan dan membuat semua orang yang melihat merasa jijik akan dirinya."Rangga, tolong jawab, aku!" pekik Mentari tertahan.Setelah beberapa saat, tiba-tiba lelaki