Share

MERELAKAN LAGI

“Dari mana kamu?” Suara Alana menggelegar hingga memekakkan telinga Ziona yang mendengar.

“Mi, ngomongnya jangan terlalu kenceng.  Sakit nih telinga Zio.”

“Kamu dari mana Ziona? Nggak usah mengalihkan pertanyaan mami.”

“Habis ketemu teman mi.”

“Laki-laki atau perempuan.”

“Mati aku!” dalam hati Ziona merutuki dirinya sendiri.  Bisa bahaya kalau dia berkata jujur.  Bukan fasilitas saja yang akan diambil darinya tetapi selama seminggu dia tidak akan bisa melakukan apapun selain sekolah. “Perempuan kok mi.” Terpaksa lidahnya berbohong.  Sepertinya dia harus membiasakan lidah tak bertulangnya itu untuk berkata dusta.

“Cepat masuk kamar.  Kalau papi sampai tahu kamu pulang jam segini pasti kamu akan dimarahin.” Tangan Alana bersedekap memberi peringatan.

“Jangan laporin ke papi ya mi.  Zio janji akan melakukan apapun yang mami minta.  Asalkan mami nggak ngasi tahu papi.”

“Makanya cepat masuk kamar sebelum kakakmu tahu.  Kalau Abira tahu maka dia yang akan melapor ke papi.” Kakaknya itu memang menyebalkan.  Selalu saja cari muka di depan papinya.  Mentang-mentang nilainya selalu di atas rata-rata.

“Makasih mami.” Mencium pipi Alana kemudian berjalan ke kamarnya.

***

Senin telah tiba.  Hari paling menyebalkan buat Ziona karena dia harus bangun pagi lagi supaya tidak telat ke sekolah.  Tetapi mengingat teman-temannya semangatnya bangkit lagi.  Sekolah jauh lebih menyenangkan dari pada rumah.  Bukan karena guru ataupun mata pelajarannya, tetapi teman-teman dan tentu saja Semuel yang sudah memberi warna dalam hidupnya

“Pagi papi pagi mami.” Dengan wajah penuh semangat Ziona menyapa kedua orang tuanya. “Pagi kakakku sayang.” Dia juga mencium pipi Abira.  Kelakuannya membuat ketiga orang itu saling pandang dan bertanya-tanya dalam hati.

“Kamu kenapa?” Di antara mereka bertiga akhirnya Abira yang bertanya.

“Nggak apa-apa.  Mulai hari ini aku akan rajin belajar, les, dan mengikuti semua kemauan papi.  Aku kan sudah kelas 2 SMA.  Seperti keinginan papi, aku harus kuliah di kampus terbaik di Singapura.” Sambil mengoles rotinya dengan selai kacang Ziona tak berhenti berceloteh.

“Kamu benaran mau kuliah di sana?” Mordekhai sampai bertanya karena tidak yakin dengan apa yang dia dengar.  Selama ini putri bungsunya itu selalu membantah setiap kali mereka membahas tentang kelanjutan pendidikan mereka.

“Tentu saja pi.  Mulai hari ini Ziona nggak akan ngelawan papi lagi.

“Pasti ada sesuatu nih.  Mana mungkin dia berubah sedrastis itu.” Batin Abira.

Ziona sudah memutuskan akan mengikuti kemauan papinya.  Meskipun kuliah di Singapura bukanlah keinginannya.  Sejujurnya dia ingin menjadi perancang busana baju pengantin.  Melihat pengantin wanita memakai gaun hasil rancangannya pasti akan sangat menyenangkan.  Tetapi dia akan mengubur impian itu karena keinginan Mordekhai ayahnya.  Kemarin Semuel menasihatinya agar dia menuruti keinginan orang tua jika ingin diperhatikan oleh keluarga. 

Perhatian.  Itulah yang diinginkan oleh Ziona selama ini.  Fokus kedua orang tuanya selalu Abira.  Kedua orang tuanya pernah mengabaikan dirinya yang sedang tanding basket demi Abira yang sedang kontes piano.  Hal itu bukan hanya sekali saja tetapi berulang kali.  Abira selalu menjadi nomor satu.  Pasti.

***

“Bi, apa kamu tahu Semuel lagi dekat sama siapa?” kedua temannya mengganggu Abira yang asyik membaca buku kimia di depannya.  Satu-satunya yang dia andalkan agar melebihi adiknya adalah kepintarannya.

“Semuel dekat sama cewek?” Abira meletakkan bukunya dan lebih tertarik mendengar cerita dari kedua temannya.

“Iya.  Sabtu kemarin aku lagi nonton sama pacarku.  Nggak sengaja ngelihat Semuel jalan berdua sama cewek.  Bahkan aku sempat ambil foto mereka.”

“Siapa ceweknya? Apa mungkin Aika?” Aika gadis keturunan Jepang itu adalah saingan Abira di kelas.  Selain pintar Aika juga sangat agresif untuk mendekati Semuel.

“Jangan kaget dan sakit hati ya!” Salah satu temannya itu memperingatkan.  Sudah 2 tahun ini Abira tertarik pada Semuel.  Namun laki-laki keturunan Inggris itu selalu mengabaikannya.

“Mana fotonya!” Abira mendesak karena hatinya sudah panas.

Temannya membuka ponselnya dan melihat galeri.  “Nih lihat aja sendiri.  Sainganmu bukan Aika tapi adik kamu sendiri.”

“Ziona?” Mata Abira terbelalak tidak percaya.  Adiknya sedang berkencan dengan laki-laki yang selama ini dia taksir.  Meski sudah 3 kali gonta ganti pacar, tetap saja Semuel yang berhasil membuatnya tergila-gila.  Padahal laki-laki itu tidak melakukan apa-apa.

Jika Mordekhai dan Alana melarang keras Ziona untuk berpacaran, mereka justru memberikan kebebasan kepada Abira.  Alasannya tidak lain penyakitnya.  Mereka takut Abira melewatkan banyak kesempatan.  Tidak ada yang tahu kapan dia akan dipanggil Tuhan.

Hati Abira panas.  Dadanya sesak dan tidak tahan melihat kedekatan Semuel dengan adiknya.  Apalagi foto itu menjelaskan bagaimana Semuel sangat memperhatikan Ziona.  Mulai dari membersihkan bibir adiknya dengan tissue, membawakan tas belanjaan, dan merangkul bahunya.  Semua itu membuatnya tidak tahan menahan gemuruh di hatinya.

***

Seperti janji Ziona pada kedua orang tuanya, mulai hari ini dia akan lebih serius belajar.  Semuel pun tidak lepas tangan karena di jam istirahat laki-laki itu membantu Ziona untuk mengerjakan beberapa soal matematika.

“Ziona!” Teriak Abira ketika dia datang ke kelas adiknya dan melihat Semuel duduk di sana sambil mengajari adiknya dengan penuh perhatian.

“Kakak?” Ziona masih santai karena dia tak tahu kalau saudaranya itu menaruh hati pada laki-laki yang duduk di sampingnya.

“Lagi ngapain kamu?” tanya Abira dengan membulatkan mata sambil melirik sebentar pada Semuel.

“Lagi belajar kak.  Aku kan udah janji kalau aku akan memperbaiki nilai-nilaku supaya aku bisa kuliah di kampus pilihan papa.”

“Apa belajarnya harus dengan kakak kelas? Kamu kan bisa minta bantuan kakak!” Suara Abira membuat mereka menjadi pusat perhatian di antara murid yang ada di kelas.

“Sejak kapan kakak mau mengajariku? Bukannya selama ini kamu nggak mau kalau aku pintar sepertimu?” Ziona memberikan pertanyaan sindiran yang membuat mulut Abira bungkam.

Selama ini Abira memang menolak untuk mengajari adiknya meskipun Alana sudah beberapa kali memohon.  Dia tidak mau jika Ziona lebih unggul darinya.  Bisa-bisa perhatian orang tuanya akan beralih pada Ziona.  Dia tidak sadar bahwa sedari kecil Zionalah yang terabaikan.  Bukan karena kepintaran tetapi karena penyakitnya.

***

Hari-hari berikutnya, Ziona menjauhi Semuel meskipun laki-laki itu selalu berusaha mendekatinya.  Semuel datang ke kelasnya, menunggunya selesai siaran, bahkan memperhatikan Ziona yang sedang ikut kelas berenang.

“Zio, jangan menghindari aku seperti ini! kalau aku ada salah tolong beritahu biar aku bisa memperbaikinya.” Tangan Semuel menahan langkah Ziona yang hendak masuk kamar mandi.  Dia ingin membersihkan tubuhnya yang basah karena air kolam renang.

“Lepaskan aku Sem! Aku kedinginan.” Tangannya menarik tangan Semuel namun pegangan laki-laki itu terlalu kuat.

“Aku nggak akan ngelepasin kamu sebelum kamu janji akan menemuiku setelah kamu mandi.”

“Sem, kita udah nggak punya urusan lagi.  Tolong lepaskan aku.” Ziona hampir meneteskan air mata dan membuat Semuel tidak tega.  Tetapi laki-laki itu tak akan melepaskan kesempatan ini.  Sudah berhari-hari perempuan ini mengabaikannya.

“Janji dulu baru aku lepaskan.”

“Iya aku akan ngobrol dengan kamu.  Lepasin dulu.” Perlahan Semuel melepaskan pegangannya dari pergelangan tangan Ziona.

Semuel tidak mau kehilangan kesempatan.  Dia harus mendapatkan penjelasan dari Ziona.  Hampir 30 menit dia berdiri di depan kamar mandi.  Akhirnya kesabarannya berbuah manis.  Perempuan yang dia tunggu keluar dari kamar mandi dengan rambut yang sudah kering.  Dia yakin Ziona mengeringkan rambut dulu di dalam.

“Ikut aku.” Tangannya disematkan di telapak tangan Ziona dan mereka berjalan beriringan ke taman sekolah.

“Kamu ingin menanyakan apa Sem?” Pura-pura bodoh Ziona bertanya setelah mereka duduk di sebuah bangku kayu.

“Kamu bertanya aku mau apa?” Semuel mengernyitkan dahi.  Mata peraknya melihat Ziona dengan intens.  “Tolong jelaskan kenapa kamu menghindariku?”

“Aku nggak menghindar dari kamu.  Lagi sibuk aja.  Banyak tugas yang harus aku selesaikan.”

“Jangan berbohong Zi! Tolong jelaskan semuanya.  Semenjak Abira melihat kita berdua, kamu menghindariku.  Nggak ada pesan yang kamu balas.  Setiap kali ada aku kamu pasti menghindar.”

“Maafin aku karena nggak bisa menepati janjiku.  Aku nggak bisa menunggumu sampai kita kuliah. Abira sangat menyukaimu.  Aku baru tahu dari temannya.  Sudah 2 tahun dia memperhatikan kamu tetapi dia nggak pernah dapat balasan.  Tolong.  Bukalah hatimu untuknya.”

“Kamu yakin dengan permintaan kamu?”

“Hmmm.”

****

18 bulan berlalu.  Ziona lulus dan dia akn segera berangkat ke Singapura.  Orang tuanya sudah menyiapkan satu kamar apartemen mewah untuknya.  Akankah Ziona kembali kepada Semuel? Atau justru dia menemukan cinta yang baru?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status