Seingatku, ini pertama kalinya setelah Finn pergi, aku menghabiskan waktu bersama seorang pria. Perasaan … mencari ide untuk membuat mainan hanya sebentar, sisa waktu yang lain hanya untuk jalan-jalan dan menikmati makanan yang belum pernah aku makan.Kalau kalian bertanya bagaimana rasanya? Jawabanku, biasa saja.Hm, begini begini … aku merasa senang karena aku bisa tertawa dan mencicipi makanan yang belum pernah aku makan selama di Singapura. Akan tetapi, hanya sebatas itu saja.Hingga malam hari, Keenan mengantarku pulang, Cheryl ternyata sudah berada di unit apartment.“Hai, Ryl!” sapaku begitu membuka pintu.“Eh, Keenan antar kamu atau tidak?” Bukannya membalas sapaanku, Cheryl malah langsung menanyakan Keenan.“Ada, tapi dia langsung pulang. Mau aku panggil?” tanyaku.“Iya, boleh,” sahut Cheryl.Aku pun langsung membuka pintu dan sedikit berteriak memanggil Keenan. Untungnya, pintu lift masih belum tertutup rapat.“Ya?” sahut Keenan sambil menahan pintu lift.“Besok kita jadi pe
Sesudah membersihkan diri, aku bergegas naik ke atas tempat tidur dan dalam sekejab aku sudah terlelap.Benar, aku yakin kalau aku sudah terlelap. Akan tetapi, pikiranku tidak berhenti berkelana, seolah-olah aku masih sedang terjaga.Apa jangan-jangan aku memang belum tidur?Kini aku mulai berpikir untuk memperbaiki beberapa tugasku di kantor. Lalu, aku berpikir untuk segera menyelesaikan desain mainan untuk anak perempuan dan anak laki-laki. Pun aku berpikir untuk meluangkan waktu membersihkan apartment. Astaga! Ternyata ada banyak hal yang harus aku selesaikan.Selagi aku memikirkan semuanya itu, tiba-tiba aku merasa sekelilingku berubah menjadi seperti sebuah ruang kerja, di mana aku duduk di dekat meja berukuran panjang. Di atas meja itu terdapat setumpuk pekerjaan. Ketika aku mengedarkan pandang ke sekeliling ruangan, dari jauh aku melihat seseorang yang mirip dengan Finn berjalan mendekat ke arahku.Tidak tidak … seseorang itu tidak mirip dengan Finn. Orang itu adalah Finn.“Fi
Tanpa terasa, aku dan Keenan tiba di Marina Bay Sands. Di sini rencananya kita akan menikmati salah satu hidangan di restoran yang sudah dipilih oleh Dokter Raffa. Mungkin setelah itu kita bisa jalan-jalan sebentar.“Apa Dokter Raffa dan Cheryl sudah tiba?” tanya Keenan.“Seharusnya sudah,” jawabku.“Mau langsung ke restoran atau jalan sebentar?” Keenan menawarkan.“Kita bisa jalan dengan santai sambil menuju ke restoran,” jawabku.Keenan mengangguk dan berjalan di samping kananku.“Tempo hari aku sempat ingin mengajakmu mengunjungi ArtScience Museum,” ujar Keenan.“Mau! Kapan-kapan kita ke sini lagi ya? Sudah lama aku ingin mengunjungi ArtScience Museum, hanya saja sulit mendapat tiketnya,” jawabku bersemangat.“Kita harus berangkat lebih awal untuk mendapatkan tiket masuknya,” sahut Keenan sambil tersenyum. Dia pasti sedang menertawakan tingkahku.Aku hanya mengangguk untuk menanggapi.“Mau naik escalator atau lift?” tanyaku.“Escalator saja,” jawab Keenan.Lagi-lagi aku hanya menga
Setelah membicarakan semua hal serius hingga bercanda, bahkan sampai kami pindah ke cafe sekadar untuk duduk dan minum, tanpa terasa senja pun menyapa. Itu artinya sebentar lagi malam dan pertunjukan air menari akan segera dimulai.“Kita harus ke tempat pertunjukan agar bisa mendapatkan tempat duduk yang nyaman,” ujar Keenan.“Ayo! Kita jalan ke sana saja sekarang,” ajak Dokter Raffa.Aku dan Keenan berjalan terlebih dahulu, diikuti oleh Cheryl dan Dokter Raffa.“Wah, masih panas, Kee,” ujarku. Aku praktis menyipit begitu cahaya matahari menerpa wajah saat langkah kami sudah tiba di sisi bagian luar.“Tidak apa-apa, ini hanya sebentar,” jawab Keenan. Matanya ikut menyipit, tetapi dia tetap melangkah menuju ke anak tangga paling depan. Itu tempat yang paling strategis untuk menonton.Saat ini memang tempat ini sangat sepi. Tapi, lihat saja nanti … semakin malam pasti tempat ini akan semakin ramai dengan pengunjung.“Masih panas, Li!” Itu suara Cheryl yang mengajukan protes. Posisinya m
Aku menutup ponsel dalam keadaan kesal. Akhir minggu depan Papa dan Mama mau datang ke Singapura.Ah, kenapa ini membuat hatiku seketika mencelos?Anggaplah aku ini anak yang aneh. Saat orang lain merasa senang mendengar keluarganya mau datang mengunjungi, aku justru merasa kesal dan tidak suka. Akan tetapi, hubunganku dengan keluarga tidak cukup dekat.Seperti yang pernah aku ceritakan pada Keenan, kedatangan Mama justru membuatku mendadak tidak memiliki apa-apa dan merasa diri ini tidak berguna. Semua tabungan dan perhiasan yang aku beli dari hasil kerja pasti diambil dengan alasan agar tidak hilang. Ujung-ujungnya, saat aku perlu atau ingin pakai, Mama pasti menyuruhku minta Papa.“Orang tuamu mau datang ke Singapura, Li?” tanya Keenan membuatku terkesiap.“Iya,” jawabku singkat.“Kamu terlihat tidak senang mendengar kabar kalau orang tuamu akan datang,” ujar Keenan.“Begitulah,” sahutku malas.“Tidak boleh begitu, Li. Bagaimanapun mereka adalah orang tua. Kita harus menghormati me
Seandainya bisa, ingin rasanya aku membuat waktu berjalan lebih lambat dari biasanya agar waktu kedatangan Papa dan Mama tidak terlalu cepat. Akan tetapi, siapa yang bisa menghentikan waktu?Saat ini, aku dan Cheryl sudah berada di bandara untuk menjemput Papa dan Mama. Menurut jadwal, seharusnya mereka sudah tiba. Mungkin mereka masih mengambil barang-barang.“Apa kita akan langsung mengantar orang tuamu ke hotel?” tanya Cheryl.“Entahlah. Mungkin saja,” jawabku malas.“Hei, apa kamu semalam tidak tidur dengan baik?” tanya Cheryl sambil mengamati kedua mataku.“Iya … semalam aku tidak bisa tidur dengan baik,” jawabku mengulangi pertanyaan Cheryl. Aku mengedarkan pandangan ke arah pintu keluar para penumpang pesawat.“Seharusnya kamu tidur dengan baik, Nona. Kita pasti akan sangat sibuk dengan kedatangan orang tuamu,” ujar Cheryl.“Seharusnya kamu tidak perlu mengambil hari libur. Aku dan orang tuaku bisa naik transportasi umum.” Aku berkata.“Setelah aku pikir-pikir … besok aku meman
“Bagaimana pekerjaanmu, Li?” Kini Mama menoleh ke arahku.“Baik, Ma. Semua berjalan seperti biasa,” jawabku singkat.“Apa Tante tidak berniat bertanya padaku?” canda Cheryl.“Apa kamu sudah punya kekasih?” tanya Mama dengan senyum menggoda.“Pertanyaan Tante menyinggung saya,” jawab Chery sambil mengerucutkan bibirnya. Tentu saja dia hanya pura-pura marah.Bukannya kesal, Mama justru tertawa terbahak-bahak.“Tante tidak perlu bertanya mengenai pekerjaan karena kamu itu sudah memiliki kehidupan yang sangat baik. Tante hanya penasaran dengan kekasihmu,” ujar Mama.“Tidak lama lagi Cheryl akan memiliki kekasih,” celetuk Keenan.“Benarkah? Kamu harus mengenalkannya pada Tante,” sahut Mama.Sebenarnya aku sudah terbiasa dengan sikap Mama yang terlihat begitu menyayangi Cheryl. Namun, sejujurnya aku malu dengan Keenan dan Cheryl. Aku ini anaknya, tetapi Mama bersikap seolah-olah begitu membenciku.Apa aku ini anak yang tidak diharapkan?Kalau benar Mama tidak mengharapkan aku, apa aku boleh
Kali ini Papa dan Mama pergi bersama Cheryl dengan menggunakan mobilnya. Sedangkan aku pergi bersama Keenan di mobilnya.Suasana agak sedikit canggung mengingat Keenan baru saja menyatakan cintanya. Aku hanya heran, kenapa aku tidak merasa sedih seperti biasanya? Apa karena suasana hati sudah didominasi oleh kedatangan Papa dan Mama?“Apa kamu sedih karena Papa dan Mama ikut mobil Cheryl?” tanya Keenan membuatku terkesiap.“Tidak. Sikap Mama sudah seperti itu sejak beliau mengenal Cheryl,” jawabku.“Pasti ada sesuatu yang membuat mamamu bersikap seperti itu,” ujar Keenan.“Iya dan aku tidak mengerti masalah yang sudah aku lakukan yang membuat Mama bersikap demikian,” sahutku lirih.Keenan meraih tanganku, mungkin sekadar ingin menyalurkan ketenangan.“Setidaknya papamu masih bisa bersikap netral,” ujar Keenan.“Iya,” jawabku.“Li, sekarang kamu resmi menjadi kekasihku, ‘kan?” tanya Keenan.“Katanya, kita selesaikan dulu masa lalu, baru menjalani hubungan yang lebih serius,” jawabku de